Kamis, 30 Oktober 2014

MEMBONGKAR KOLEKSI DUSTA SYAIKH IDAHRAM (LENGKAP)

Penulis: Rizki Maulana
Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarrakatuh

Setelah blog ini pernah membahas tentang Membongkar Koleksi Dusta Syaikh Idahram Muqoddimah, saya (Rizki Maulana) akan menyajikan lebih lengkap mengenai koleksi-koleksi dusta Idahram yang telah dibantah tuntas oleh Ustadz Firanda Andirja MA hafidzhahullah lewat webnya dibawah ini, selamat membaca:
I. AROMA SYI'AH MUNCUL DARI IDAHRAM

Aroma syi'ah sangat mencolok dalam buku idahram "Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi". Diantara yang menunjukan akan hal ini :

Pertama : Dalam bukunya (hal 203) idahram menyebutkan bahwa setidaknya dalam dunia Islam ada tujuh madzhab yang dikenal, yaitu Madzhab Hanafi, Madzhab Maliki, Madzhab as-Syafii, Madzhab Hanbali, Madzhab Dzohiri, Madzhab Ja'fari, dan Madzhab Imamiyah. Tentunya hal ini sangat jelas menunjukkan pembelaan idahram terhadap dua madzhab syi'ah (Ja'fari dan Imamiyah), dimana idahram mensejajarkan dua madzhab ini dengan madzhab-madzhab Ahlus Sunnah (Hanafi, Maliki, Syafi'i, Hanbali, dan Dzohiri). Dalam buku-buku Ahlus sunnah wal jama'ah yang membicarakan tentang firqoh-firqoh sesat maka sekte syi'ah dimasukkan dalam firqoh-firqoh sesat dan menyesatkan. Karena hal ini merupakan kesepakatan ahlus sunnah wal jama'ah. Meskipun akhir-akhir ini ada segelintir ahlus sunnah yang terpedaya oleh kaum syi'ah yang mencoba menjadikan madzhab syi'ah sebagai madzhab yang ke 5 dalam dunia Islam.

Kedua : idahram sangat banyak menukil dari buku-buku sejarawan syi'ah dalam rangka mencerca kaum salafy wahabi demikian juga idahram banyak mengambil informasi dari situs-situs sekte syi'ah.

Ketiga : kedustaan yang banyak dilakukan oleh idahram, hal ini merupakan kebiasaan kaum syi'ah yang gemar berdusta, bahkan menjadikan dusta (taqiyyah) sebagai ibadah yang sangat mulia.

Meskipun tidak bisa dipastikan apakah idahram seorang syi'ah tulen yang sedang menyamar dan mengesankan dirinya sebagai seorang penulis ahlus sunnah?, akan tetapi yang jelas idahram sedang mempromosikan madzhab syi'ah dalam bukunya tersebut.

Judul buku idahram "Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi, mereka membunuh semuanya termasuk para ulama!!, yang sangat provokatif ini ternyata setelah diamati justru sangat cocok dengan kaum syi'ah. Pembantaian ahlus sunnah di Syiria masih terus berlanjut hingga detik penulisan buku ini…

Masih banyak masyarakat Indonesia yang masih belum paham tentang aqidah dan bahayanya sekte syi'ah. Terlebih-lebih lagi –semakin menjadikan samarnya kesesatan syi'ah- ternyata sebagian pemuka agama di tanah air ikut-ikutan membela sekte syi'ah !!!.

Sungguh sangat menyedihkan tatkala nampak sebagian sufi yang ikut-ikut melariskan kedustaan yang dihembuskan oleh kaum syi'ah tentang gerakan dakwah Wahabi, lantas nampaklah kecondongan sebagian kaum sufi tersebut kepada syi'ah, seakan-akan mereka melupakan bahwa kaum syi'ah inilah yang telah mengkafirkan para sahabat, bahkan para ahlus sunnah, bahkan membunuh dan membantai para ahlus sunnah !!!. Maka apakah karena kesamaan yang terdapat pada sebagian sufi dengan syi'ah (sama-sama hobi beribadah di kuburan) menjadikan sebagian kaum sufi ikut menyerang dakwah Wahabi dan tidak membantah syi'ah bahkan malah menjadi "teman sejoli'??!!!

Karenanya dalam artikel ini akan dipaparkan secara singkat tentang sejarah berdarah sekte syi'ah dan juga akan dikupas tentang dasar-dasar aqidah kaum syi'ah agar jangan sampai masyarakat Indonesia tertipu oleh mereka.

BAB PERTAMA

SEJARAH BERDARAH HITAM SEKTE SYI'AH
Mereka membunuh semuanya, para ulama, kaum usia lanjut, para wanita, bahkan balita…!!!!

Kalau membicarakan tentang kejahatan kaum syi'ah maka sangatlah banyak…dari zaman dahulu hingga masa kita sekarang. Terlalu sering kita mendengar berita tentang pembantaian ahlus sunnah bahkan para ulama ahlus sunnah di Iran dan Iraq…

Semua itu merupakan hal yang lumrah di mata syi'ah.

Jika kita menyaksikan pembantaian anak-anak, para wanita, orang-orang tua, penyiksaan dan pemerkosaan yang dilakukan oleh kaum syi'ah di Suria… maka tidak perlu heran…pembantaian ahlus sunnah merupakan ibadah di mata syi'ah. Mereka telah mewarisi adat kebiasaan mereka ini dari nenek moyang mereka. Terlalu banyak potongan clip-clip video tentang pembantaian ahlus sunnah di Suria yang dilakukan oleh Syi'ah An-Nushoiriyah dengan cara yang sangat biadab, sebagiannya bisa dilihat di (http://videosyiah.com/?dir=Membunuh%20Ummat%20Islam)

Sementara kenyataan yang ada tatkala Syi'ah hidup di negeri ahlus sunnah maka mereka sama sekali hidup dengan tenang, dan bisa menjalankan ibadah mereka dengan tenang tanpa ada gangguan dari ahlus sunnah.


Lihatlah bagaimana syi'ah bisa bebas bermondar-mandir di negara Arab Saudi yang merupakan basisnya ahlus sunnah. Demikian pula keberadaan syi'ah di negeri yaman, mereka bisa hidup dengan tenang, hanya saja akhir-akhir ini terjadi peperangan sunnah versus syi'ah diakibatkan syi'ah yang memulai terlebih dahulu menyerang sunnah.


Ahlus Sunnah Najis dan Halal Dibunuh Menurut Kaum Syi'ah

Bagi siapa saja yang menelaah tentang aqidah syi'ah terhadap ahlus sunnah maka ia tidak akan heran dengan pembantaian-pembantaian yang dilakukan syi'ah terhadap Ahlus Sunnah. Syi'ah memandang kafirnya ahlus sunnah, bahkan najis.

As-Sayyid Nimatullahi al-Jazaairi (wafat 1112 H), seorang ulama terkemuka syi'ah dalam kitabnya yang sangat masyhur dan dijadikan rujukan oleh kaum syi'ah (yaitu kitab al-Anwaar an-Nu'maaniyah, terbitan Daar al-Kuufah, cetakan pertama tahun 1429 H/1998 M).



Ia berkata:


"Adapun Nashibi (*ahlus sunnah)…., makna nashibi yang datang dalam riwayat-riwayat bahwasanya ia adalah najis, dan lebih buruk daripada seorang yahudi, nasharani, dan majusi, dan ia adalah kafir najis berdasarkan ijmak ulama imamiyah (syi'ah/rofidhoh)…, dan pendapat yang dipilih oleh mayoritas Ashaab (ulama syi'ah) bahwasanya yang dimaksud dengan nashibi adalah orang yang menegakan permusuhan kepada ahlu bait Muhammad dan nampak kebencian mereka sebagaimana yang ada pada khawarij…." (Al-Anwaar An-Nu'maaniyah 2/210)


Guru kami As-Syahiid Ats-Tsani…berpendapat bahwa Nashibi adalah orang yang menegakan permusuhan kepada syi'ah ahlul baik, dan nampak menjelek-jelakan mereka, sebagaimana ini adalah kondisi mayoritas al-mukholifin/para penyelisihi (*yaitu ahlus sunnah) di zaman ini di setiap kota. Dengan demikian maka tidak keluar dari definisi nasibi keculai orang-orang yang lemah dari mereka, orang-orang yang taklid buta, orang-orang pandir, para wanita dan yang semisalnya . Definisi nasibi ini lebih utama. Dan ditunjukkan oleh sebuah riwayat yang diriwayatkan oleh As-Shoduuq… ia berkata : "Bukanlah nashibi orang yang menegakkan permusuhan kepada kita ahlul bait, karena engkau tidak akan mendapati seroangpun yang berkata "Aku membenci Muhammad dan keluarga Muhammad", akan tetapi nashibi adalah orang yang menegakkan permusuhan kepada kalian, padahal dia tahu bahwasanya kalian berwalaa kepada kami, dan kalian adalah syi'ah kami"

Dan banyak riwayat yang semakna dengan ini.


Dan telah diriwatahkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwasanya tanda orang-orang nashibi adalah mendahulukan selain Ali atas Alimaksudnya yaitu mendahukulan selain Ali di atas Ali yaitu dengan cara meyakini hal tersebut dan memastikan….


Definisi ini didukung dengan bahwasanya para imam dan pemuka-pemuka syi'ah telah memberikan lafal Nashibi kepada Abu Hanifah dan yang semisalnya, padahal Abu Hanifah tidaklah menegakan permusuhan kepada ahlul bait, bahkan ia mengkhususkan waktu untuk ke ahlul bait, ia menampakan kecintaan kepada ahlul baik. Memang benar, ia menyelisihi pendapat ahlul bait, ia berkata, "Ali berpendapat demikian, dan aku berpendapat demikian"

Dari sini memperkuat pendapat As-Sayyid Al-Murtdho dan Ibnu Idriis, serta sebagian guru-guru kami di zaman ini akan najisnya seluruh para penyelishi (ahlus sunnah), memandang adanya penggunaan kalimat kufur dan syirik kepada mereka dalam al-kitab dan as-sunnah, dan lafal ini mencakup mereka tatkala diitlakan. Dan karena sesungguhnya telah jelas bagi engkau bahwasanya mayoritas mereka adalah nashibi dalam definisi ini (*memusuhi syi'ah ahlul bait)


"Perkara yang kedua : yaitu tentang bolehnya membunuh mereka (ahlus sunnah) dan halalnya harta mereka. Dan engkau telah mengetahui bahwasanya mayoritas ashab (para ulama syi'ah) telah menyebutkan pengertian nashibi dengan definisi khusus ini dalam bab thoharoh dan najis. Dan hukum nashibi di sisi mereka (para ulama syi'ah) adalah seperti seorang kafir harbi dalam mayoritas hukum-hukum fikih. Adapun berdasarkan definisi yang telah kita sebutkan maka hukumnya mencakup (umum) sebagaimana engkau tahu, As-Shoduuq meriwayatkan kepada Dawud bin Farqod, ia berkata, "Aku berkata kepada abu Abdillah 'alaihis salaam, apa pendapatmu tentang membunuh nashibi?". Ia berkata, "Nashibi darahnya halal, akan tetapi lindungilah dirimu, jika kau mampu untuk menindihkan dinding kepadanya, atau menenggelamkannya di air agar tidak ada yang menjadi saksi atas perbuatannya, maka lakukanlah !!". Aku berkata, "Bagaimana pendapatmu tentang hartanya?", ia berkata, "Ambilah semampumu !"


"Dalam riwayat-riwayat bahwasanya Ali bin Yaqthin –ia adalah perdana mentri Harun Ar-Rosyiid- telah terkumpul dipenjaranya sekelompok mukholifin/penyelisih (*ahlus sunnah), dan Ali bin Yaqthiin adalah termasuk tokoh syi'ah. Maka iapun memerintahkan anak buahnya, maka merekapun merobohkan atap penjara agar menimpa orang-orang yang dipenjara tersebut (*yaitu ahlus sunnah) maka merekapun seluruhnya mati. Jumlah mereka sekitar 500 orang. Maka Ali bin Yaqthin ingin terbebaskan dari akibat urusan darah mereka, lalu iapun mengirim surat kepada al-Imam al-Kazhim 'alaihis salaam (*untuk bertanya kepadanya), maka Al-Kazhim menulis kepadanya jawaban suratnya : "Bahwasanya jika engkau mengirim surat kepadaku sebelum engkau membunuh mereka maka engkau tidak akan membayar apapun karena membunuh mereka, akan tetapi karena engkau tidak bertanya kepadaku maka hendaknya engkau membayar kaffaroh/denda, atas setiap lelaki yang engkau bunuh diantara mereka dengan seekor kambing, dan kambing lebih baik darinya". Lihatlah diyat/denda yang sangat rendahan ini, tidak sebanding dengan denda saudara bungsu mereka yaitu anjing pemburu, karena diyat/denda membunuh anjing pemburu adalah 20 dirham. Dan tidak pula sebanding dengan diyat/denda membunuh saudara sulung mereka yahudi atau majusi yaitu 800 dirham. Dan kondisi mereka (ahlus sunnah) di akhirat lebih rendah dan lebih najis"  (Demikian perkataan Ni'matullah al-Jazaarir dalam kitabnya Al-Anwaar An-Nu'maaniyah 2/212)

Kesimpulan dari penjelasan Ni'matullah Al-Jazaairi di atas adalah sebagai berikut :

Pertama : Definisi nashibi yang lebih benar adalah orang yang menegakan permusuhan kepada syi'ah para pembela ahlul bait.

Kedua : Dari definisi ini menurut pernyataan para ulama syi'ah, Imam Abu Hanifah rahimahullah termasuk nashibi, meskipun ia menampakan cintanya kepada ahlul bait, akan tetapi ia menyelisihi perkataan Ali bin Abi Tholib.

Ketiga : Nashibi (ahlus sunnah) hukumnya seluruhnya kafir dan najis. Hanya saja dikecualikan dari mereka para wanita, para orang pandir, para orang lemah, orang-orang yang taqlid buta.

Keempat : Karena nashibi (ahlus sunnah) kafir dan najis, maka boleh membunuh mereka dan merampas harta mereka.

Kelima : Kalau bisa membunuh ahlus sunnah dengan cara diam-diam sehingga tidak ketahuan dan terselamatkan dari persaksian orang lain.

Keenam : Kalaupun harus membayar diyat (denda) membunuh ahlus sunnah maka cukup dibayar dengan seekor kambing, yang denda ini lebih rendah dari pada denda membunuh seorang yahudi dan majusi, bahkan lebih rendah dari denda membunuh seekor anjing. Dan ahlus sunnah di akhirat kelak lebih najis dan lebih hina lagi.

Oleh karenanya sebagian syi'ah zaman sekarang berani terang-terangan menyatakan wajibnya membunuh Ahlus Sunnah.

Berkata Hazim al-A'roji -salah seorang pemimpin pasukan syi'ah-, "Fatwa sudah ada…fatwa sudah ada…. bahwasanya wahabi najis, bahkan lebih najis dari pada anjing…. perangilah seluruh wahabi najis"

As-Syirozi –salah seorang ulama besar syi'ah abad ini- berkata,
فالوهابي الإرهابي الكافر الناصبي الوحشي يجب قتله وكل من يؤيده...من رجل الدين أو غير رجل الدين يجب قتله. ومن لا يقول بوجوب قتل هؤلاء وبوجوب قتل مؤيدهم فهو علانيةً يكفر بالقرآن
"Wahabi yang teroris, kafir, nashibi, bengis wajib untuk dibunuh, dan juga semua orang yang mendukungnya… baik dari kalangan agamis maupun bukan, wajib untuk dibunuh. Dan barang siapa yang tidak menyatakan wajib membunuh mereka atau wajib membunuh pendukung mereka maka ia telah kafir kepada Al-Qur'an secara terang-terangan"  silahkan lihat pernyataan kedua orang ini di (http://www.youtube.com/watch?v=2ZTwRWyX3E4)
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
II. SEJARAH BERDARAH SYI'AH

Berikut ini saya berusaha menyajikan beberapa peristiwa sejarah berdarah yang berkaitan dengan sejarah kaum syi'ah. Dan yang menjadi patokan dalam sejarah berdarah ini hingga abad ke 8 adalah kitab al-Bidaayah wa an-Nihaayah (tahqiq: Doktor Abdullah bin Abdil Muhsin At-Turki, cetakan Daar Hajar, cetakan pertama, tahun 1419 H-1998 M) karya al-Imam Al-Haafiz Ibnu Katsiir As-Syafii rahimahullah (wafat tahun 774 H). Ibnu Katsir adalah salah seorang ulama besar dari Madzhab Syafii, penulis kitab terkenal Tafsiir ibnu Katsiir

Adapun sejarah setelah abad ke 8 maka saya merujuk kepada kitab-kitab yang lain. Berikut ini rangkaian sejarah berdarah kaum syi'ah :


PERTAMA : Terbunuhnya Umar bin al-Khotthob al-Faaruuq oleh Abu Lu'lu' al-Majuusi sang pahlawan pemberani di mata kaum syi'ah

Pada tahun 16 Hijriyah, kaum muslimin berhasil menaklukkan 3 kota besar kerjaan Persia (Bahurosir, Madain, dan Jaluulaa) dibawah pimpinan Sa'ad bin Abi Waaqoosh radhiallahu 'anhu pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin al-Khotthoob al-Faruq. Pada bulan safar kaum setelah penyerangan besar akhirnya kaum muslimin berhasil menguasai kota Bahurosir, ibu kota kekaisaran Persia. Padahal sebelumnya Sa'ad bin Abi Waqqos telah mengirim Salman Al-Farisi kepada para pemimpin Bahurosir untuk mengajak mereka masuk Islam, akan tetapi mereka enggan, bahkan mereka enggan untuk membayar jizyah, mereka memilih untuk berperang.

Setelah pengepungan kaum muslimin dan peperangan yang sengit akhirnya kaum muslimin berhasil menembus pagar benteng dan istana Bahurosir lalu masuk ke dalamnya, akan tetapi ternyata Kisra Yazdajir telah kabur dengan mengendarai kapal ke kota Madain.

Setelah Sa'ad bin Abi Waqqos menyerang kota Madain, dan pada peperangan tersebut nampaklah mukjizat, dimana pasukan berkuda kaum muslimin yang dipimpin oleh Sa'ad bin Abi Waqqos dan ditemani oleh Salman Al-Farisi menyebarangi lautan seakan-akan mereka menyebarangi daratan, hingga akhirnya kaum muslimin berhasil menyebrangi lautan dan menguasai kota Madain.

Sekitar Sembilan bulan kemudian kaum muslimin menyerang kota Jalullaa dan berhasil membunuh sekitar 100 ribu tentara persia. (Lihat al-Bidaayah wa an-Nihaayah 10/5-22)

Hal ini menjadikan tumbangnya kerajaan Persia dan menjadikan sedihnya kaum majusi sehingga mereka menyimpan dendam yang pedih kepada Umar.

          Pada tahun 23 Hijriyah Umar bin Al-Khotthoob dibunuh Abu Lu'lu'ah Fairuuz Al-Majuusi dengan cara pengecut. Ia membunuh Umar tatkala Umar memimpin sholat subuh, tiba-tiba iapun menikam Umar dengan sebuah pisau bermata dua, dengan tiga tikaman atau enam tikaman, salah satu tikaman mengenai bawah pusar Umar, yang membuat setiap makanan yang ditelan Umar maka keluar dari bawah pusar tersebut. Umar telah berdoa kepada Allah meminta agar mati syahid dan meninggal di kota Rasulullah. Tentunya hal ini merupakan perkara yang sulit dibayangkan, karena di zaman keemasan Umar, jihad dilakukan menyerang daerah kekuasaan Islam. Akan tetapi Allah mengabulkan doa Umar dan akhirnya Umar mati syahid dibunuh oleh seorang majusi. Umar berkata, "Segala puji bagi Allah yang tidak menjadikan kematianku di tangan seorang yang mengaku beriman, akan tetapi di tangan seorang yang tidak pernah sujud sekalipun kepada Allah" (Lihat al-Bidaayah wa an-Nihaayah 10/189-190)

Abu Lu'lu'ah inilah yang dijuluki sebagai pemberani oleh kaum syi'ah, dan kuburannya sangat diagung-agungkan karena berahasil membunuh Umar !!!. Tentunya ini merupakan pembalikan fakta, karena Abu Lu'lu'ah adalah seorang yang pengecut yang hanya berani menusuk Umar dari belakang tatkala ia sedang sholat. Lalu Abu Lu'luah inilah yang mati dengan membunuh dirinya sendiri !!!

Syi'ah berkata : "Abu Lu'lu'ah adalah seorang yang termuliakan dengan membunuh orang terburuk dari yang terduhulu maupun yang akan datang di atas muka bumi, orang yang paling zhalim terhdap Muhammad dan keluarganya yang suci. Allah telah memberi kelapangan bagi keluarga Muhammad melalui kedua tangan Abu Lu'lu'ah yang telah berhasil membunuh Umar sang terlaknat. Sebagian orang menyatakan bahwa Abu Lu'lu'ah meninggal dalam keadaan beragama nasrani, dan yang lainnya menyatakan beragama majusi, yang ketiga menyatakan beragama yahudi, semuanya telah keliru, karena Abu Lu'lu'ah adalah termasuk pembesar para mujahidin, bahkan termasuk pengikut setia Amirul Mukminin Ali bin Abi thalib. Dan Ali bin Abi Tholib telah mengabarkan bawha Abu Lu'lu'ah di surga" (silahkan lihat website kaum syi'ah di http://www.shiachat.com/forum/index.php?/topic/59091-).

Pengagungan kaum syi'ah terhadap Abu Lu'luah yang berhasil membunuh bukanlah suatu perkara yang aneh, karena di mata Syi'ah Umar bin Al-Khottob adalah syaitan.

Al-Majlisi –salah seorang ulama besar syi'ah- dalam kitabnya Bihaarul Anwaar berkata :


"Dari Abu Abdillah 'alaihis salaam berkata tentang firman Allah :

وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا رَبَّنَا أَرِنَا الَّذَيْنِ أَضَلانَا مِنَ الْجِنِّ وَالإنْسِ نَجْعَلْهُمَا تَحْتَ أَقْدَامِنَا لِيَكُونَا مِنَ الأسْفَلِينَ (٢٩)

"Dan orang-orang kafir berkata: "Ya Rabb Kami perlihatkanlah kepada Kami dua jenis orang yang telah menyesatkan Kami (yaitu) sebagian dari jinn dan manusia agar Kami letakkan keduanya di bawah telapak kaki Kami supaya kedua jenis itu menjadi orang-orang yang hina". (QS Fushhilat : 29)

Ia berkata, "Yaitu mereka berdua", kemudian ia berkata, "Si fulan adalah syaitan"

Penjelasan : Yang dimaksud dengan si fulan adalah Umar. Maksudnya jin yang disebutkan dalam ayat ini adalah Umar. Hanya saja Umar disebut dengan jin karena ia adalah syaitan. Hal ini karena ia seperti syaitan, sebab ia adalah anak zina, atau karena ia adalah seperti syaitan dalam hal makar dan tipu daya. Dan berdasarkan yang terakhir ini maka memungkinkan sebaliknya bahwa yang dimaksud dengan si fulan adalah Abu Bakr" (Bihaarul Anwaar 30/270)


Adapun kuburan Abu Lu'lu'ah di kota Kasyaan silahkan lihat di (http://www.saowt.com/forum/showthread.php?t=34176)

Akan tetapi keberadaan kuburan Abu Lu'lu'ah di kota Kasyaan merupakan hal yang aneh, karena sebagaimana disebutkan dalam sejarah bahwasanya Abu Lu'lu'ah membunuh dirinya di kota Madinah di dalam masjid Nabawi, tentunya janazahnya dikuburkan di kota Madinah !!



KEDUA : Syi'ah Qoromithoh membantai jama'ah haji dan mencuri Hajar Aswad



Pada tahun 317 Hijriyah, pada hari tarwiyah (8 Dzul Hijjah) Syi'ah Qoromithoh –yang dipimpin seorang rofidhi yang bernama Abu Thohir Sulaiman bi Abi Sa'id Al-Jannaabiy- memasuki kota Mekah dan membunuh para jama'ah haji di lorong-lorong kota Mekah, bahkan membunuhi jama'ah haji di masjidil haram, bahkan di dalam ka'bah.

Pimpinan mereka memerintahkan agar mayat-mayat dilemparkan di sumur zam-zam. Mereka juga mencungkil hajar aswad dan membawa lari hajar aswad bersama mereka hingga 22 tahun lamanya. (Lihat al-Bidaayah wa an-Nihaayah 15/37-39)



KETIGA : Pengkhianatan Ibnu al-'Alqomiy ar-Rofidli dan Nashiiruddin At-Thuushi ar-Rofidhi yang menyebabkan terbunuhnya sejuta kaum muslimin di Baghdad

A.   Ibnu al-'Alqomi

Pada tahun 656 Hijriyah, Tatar berhasil merebut kota Baghdad dan membunuh mayoritas penduduk Baghdad, termasuk sang Khalifah al-Mu'tashim. Maka jatuhlah Dinasti Abbasiyah. (lihat al-Bidaayah wa an-Nihaayah 17/356-

Ibnu al-"alqomi adalah seorang perdana mentri Khalifah Abbasiyah Al-Mu'tashim, dan Al-Mu'tashim berada di atas madzhab Ahlus Sunnah sebagaimana dahulu ayah dan kakeknya juga berada di atas madzhab Ahlus Sunnah. Hanya saja al-Mu'tashim adalah seorang yang lembut dan kurang wasapada. Sang mentri (ibnu al-'Alqomi) ar-Rofidi telah merencanakan tahapan-tahapan untuk meruntuhkan kerajaan, membasmi Ahlus Sunnah dan mendirikan negara di atas madzhab Rofidhoh. Iapun memanfaatkan kedudukannya sebagai perdana  menteri kerajaan, sementara sang khalifah tidak sadar sehingga menjalankan arahan-arahan ibnu al-'Alqomiy untuk meruntuhkan kerajaannya.

Program peruntuhan kerajaan yang dilancarkan oleh ibnu al-'Alqomiy melalui tiga tahapan ;

Tahapan pertama : Mengurangi jumlah pasukan perang dengan memotong pemasukan para pasukan kaum muslimin. Ibnu Katsir rahimahullah berkata,


"Dan sang perdana mentri ibnu al-'Alqomiy berusaha untuk memalingkan pasukan dan menjatuhkan jatah mereka dari diwan (*semacam catatan untuk pemberian gaji pegawai negeri, yang hal ini menjadikan para pasukan berhenti dari ketentaraan karena tidak mendapatkan gaji-pen). Pasukan perang kaum muslimin di akhir zaman khalifah al-Muntashir sekitar 100 ribu pasukan…, maka ibnu al-'Alqomi senantiasa berusaha untuk memperkecil jumlah pasukan perang hingga akhirnya hanya tinggal 10 ribu pasukan" (Al-Bidaayah wa an-Nihaayah 17/360)

Tahapan Kedua : Memberi kabar kepada Tatar tentang lemahnya kondisi pasukan kaum muslimin. Ibnu Katsiir rahimahullah berkata :


"Setelah itu Ibnu al-'Alqomi mengirim kabar kepada Tatar dan memprovokasi mereka untuk merebut kota Baghdad, dan ia telah memudahkan mereka untuk hal itu dan ia menjelaskan kepada Tatar kondisi yang sebenaranya dan membongkar lemahnya pasukan. Semua ini ia lakukan karena keinginannya untuk menghilangkan As-Sunnah secara total dan menampakkan bid'ah Rofidhoh" (Al-Bidaayah wa an-Nihaayah 17/360)

Tahapan Ketiga : Mencegah dan merayu Khalifah untuk berperang melawan pasukan Tatar dan menggambarkan bahkan Holako (panglima Tatar) ingin perdamaian.

Ibnu Katsiir rahimahullah berkata :


"Karenanya yang pertama kali menemui Tatar adalah ibnu al-'Alqomiy. Ia keluar bersama keluarganya, para sahabatnya, para pembantunya dan para kerabatnya. Lalu iapun bertemu Holaku –semoga Allah melaknatnya- lalu ia kembali ke Khalifah  dan menganjurkan Khalifah untuk keluar dan pasrah di hadapan Holaku supaya terjalin perdamaian atas kesepakatan bahwasan setengah penghasilan negeri Iraq buat Tatar dan setengahnya lagi buat Khalifah. Maka Khalifah pun harus keluar bersama dengan 700 pengendara tunggangan, yang terdiri dari para hakim, para fuqohaa, para ahli ibadah, para pembesar negara. Tatkala mereka mendekati tempat tinggal Holaku maka merekapun dihalangi dari Khalifah kecuali hanya 17 orang, maka Khalifah pun selamat dengan 17 orang tersebut, adapun sisanya diturunkan dari kendaraan mereka dan dirampok, serta dibunuh seluruhnya."(Al-Bidaayah wa an-Nihaayah 17/358)

Setelah itu Khalifah bertemu dengan Holaku dan membicarakan tentang perdamaian. Lalu Khalifah kembali ke tempat tinggalnya. Tatkala hendak bertemu dengan Holaku untuk yang kedua kalinya maka Ibnu al-'Alqomiy mengusulkan kepada Holaku untuk membunuh Khalifah dan tidak menerima perdamaian yang ditawarkannya. Dikatakan pula yang mengusulkan untuk membunuh khalifah adalah Ibnu al-'Alqomi dan Nasiiruddin At-Thuusiy Ar-Rofidhi, Nashiiruddin At-Thuusi berada bersama Holaku. (Lihat Al-Bidaayah wa an-Nihaayah 17/259). Maka dengan hilah (kelicikan) Ibnu al-'Alqomi ini terbunuhlah Khalifah bersama tokoh-tokoh dan para pembesar negara oleh Tatar dengan sangat mudah dan tanpa ada kesulitan sama sekali !!!

Setelah itu pasukan Tatar pun masuk ke dalam kota Baghdad dan membunuh seluruh penduduk, baik lelaki, wanita, anak-anak, orang-orang tua, tidak ada yang selamat kecuali para ahlu ad-dzimmah dari kalangan Yahudi, dan Nasrani, serta orang-orang yang berlindung kepada mereka dan berlindung di rumah sang perdana menteri Ibnu al-'Alqomiy ar-Rofidhi. (lihat Al-Bidaayah wa an-Nihaayah 17/359-360). Kisah pengkhianatan ibnu al-'Alqomi ar-Rofidhi juga disebutkan oleh para ahli sejarah yang lain selain Ibnu Katsir, seperti Adz-Dzahabi dalam al-'Ibar 5/225 dan As-Subkiy dalam Thobaqoot as-Syaafi'iyyah 8/262-263

          Perhatikanlah para pembaca yang budiman, tujuan pengkhiantan ibnu al-'Alqomiy tidak lain kecuali untuk membasmi ahlus sunnah dan menyebarkan madzhab rofidhoh -sebagaimana telah penjelasan ibnu Katsir-. Lihat pula bagaimana kedengkian kaum rofidhoh, disebutkan bahwasanya ibnu al-'Alqomiy menjadi perdana menteri Khalifah al-Mu'tasim kurang lebih 14 tahun, tentunya ia telah banyak dimuliakan oleh sang Khalifah. Namun meskipun demikian ternyata dendamnya dan kebenciannya terhadap Ahlus Sunnah terus mengembara…!!!

Berita tentang Ibnu al-'Alqomiy ar-Rofdhi ini juga dibenarkan oleh sejarawan syi'ah yang bernama al-Imam Ali bin Anjab, yang dikenal dengan Ibnu As-Sa'iy. Ibnu AS-Saa'iy ini adalah sejarawan yang berasal dari Baghdad yang meninggal pada tahun 674 Hijriyah, yang tentunya ia mendapati peristiwa pembantaian penduduk Baghdad yang terjadi pada tahun 656 Hijriyah. Muhsin Al-Amiin dalam kitabnya A'yaan Asyi'ah 1/305 telah memasukan Ibnu As-Saa'iy termasuk jajaran para ulama syi'ah.

Ibnu As-Saa'iy berkata :

Al-Mu'tashim adalah akhir para khalifah dinasti Abbasiyah, pada masa pemerintahannya Tatar menguasai Baghdad dan membunuh sang kahlifah al-Mu'tashim, dan dengan kejadian itu runtuhlah dinasti Abbasiyah dari tanah Iraq. Dan sebabnya adalah Perdana mentrinya yiatu Muayyiduddin bin al-'Alqomiy yang dia adalah seorang Roofidhoh, dan dia dari penduduk al-Karhk, dan penduduk al-Karhk semuanya Rofidhoh. Maka terjadilah fitnah antara ahlus sunnah dan syi'ah di Baghdad –sebagaiamana biasa- maka Khalifah al-Mu'tashim memerintahkan pasukannya untuk merampas harta penduduk al-Karhk dan menzinahi para wanita di sana. Maka hal ini sangat berat bagi ibnu al-'Alqomiy. Ia pun mengirim surat kepada Tatar dan memotivasi mereka untuk menguasai negeri Baghdad. Dikatakan bahwasanya tatkala sampai surat sang perdana mentri Ibnu al-Alqomiy kepada Holaku maka iapun merasa aneh, maka iapun masuk ke Baghdad dengan model seorang pedagang, lalu ia bertemu dengan sang perdana menteri dan para pembesar negera, dan iapun menetapkan beberapa kaidah bersama mereka, lalu ia kembali ke negerinya. Iapun mempersiapkan pasukan lalu berjalan menuju Baghdad dengan pasukan yang besar dari kalangan Mongol, lalu bermarkas di arah tenggara Baghdad pada tahun 656 Hijriyah. Lalu sang perdana menteri menemui mereka lalu meminta mereka untuk menjaga keluarganya lalu ia kembali menemui al-Khalifah al-Mu'tashim dan berkata bahwasanya "Holaku datang untuk menikahkan putrinya dengan putramu". Ibnu al-Alqomiy terus merayu sang Khalifah hingga akhirnya ia berhasil menjadikan sang khalifah untuk pergi menuju Holaku, lalu merekapun menempatkan khalifah di sebuah kemah. Lalu ibnu al-'Alqomi juga menjadikan para pembesar-pembesar Baghdad untuk pergi menuju Holaku, sekelompok demi sekelompok. Hingga akhirnya seeluruhnya berada di sisi pasukan Tatar, maka pasukan Tatarpun membunuh mereka dengan pedang-pedang mereka, dan juga membunuh sang khalifah al-Mu'atashim" (Mukhtashor Akhbaar al-Khulafaa hal 126, terbitan al-Mathba'ah al-Amiiriyah, Bulaaq, cetakan pertama tahun 1309 H)

B.   Nashiiruddin At-Thuusiy

Al-Khumaini berkata :




"Dan orang-orang juga merasakan kerugian dengan hilangnya Sayyid Nashiiruddin At-Thuusiy, dan Al-'Allaamah dan yang semisal mereka, dari orang-orang yang telah memberikan khidmah/sumbangsih yang nampak untuk Islam…" (Al-Hukuumah al-Islaamiyah, karya Al-Khumaini hal 128, bisa didownload di http://search.4shared.com/postDownload/aNiUh35V/___.html)


Sumbangsih yang dimaksudkan oleh al-Khumaini telah dibongkar sebelumnya oleh Al-Mirzaa Muhammad Baaqir al-Khawansaari Al-Asbahani (wafat 1313 H) dalam kitabnya Raoudhoot al-Jannaat, pada biografi Nashiiruddin At-Thuusi . Al-Khawansaari berkata :


"Diantara berita yang mashyur dan dinukilkan dan dihikayatkan dari At-Thuusi bahwasanya beliau membawa pergi sang sulton … Holaku Khoon… yang merupakan salah satu para raja besar dari Tatar, dan kedatangan At-Thuusi bersama pasukan Sulton Yang dikuatkan (*Yaitu Holaku) dengan kekuatan penuh menuju Daarus Salaam Baghdad untuk memberi petunjuk kepada para hamba dan perbaikan untuk negara-negara, untuk memutuskan rangkaian kezoliman dan kerusakan, untuk memadamkan api kezoliman dan kerancuan, dengan mebantai Raja Bani al-'Abbaas, dan pelaksanaan pembunuhan masal/menyeluruh para pengikut orang-orang gembel tersebut, hingga mengalir dari darah-darah mereka kotoran-kotoran seperti sungai-sungai, maka mengalirlah darah-darah kotor tersebut dan melebur ke sungai Dujlah, dan setelah dari sungai Dujlah kemudian menuju neraka Jahannam, lembah kebinasaan, tempatnya orang-orang yang sengsara dan buruk" (Roudootul Jannaat fi Ahwaal al-Ulamaa' wa as-Saadaat, jilid 6 hal 279, terbitan ad-Daar al-Islaamiyah, cetakan pertama 1411 H/1991 M)

Demikianlah peran Nasiiruddin At-Thuusiy dalam membumi hanguskan ratusan ribu kaum muslimin Ahlus Sunnah di Baghdad. Karena memang At-Thusiy adalah penasehat Holako. Al-Mirzaa Muhammad Baaqir al-Khawansaari  juga berkata :


"Maka At-Thuusiy pun memotivasi Holaku untuk menguasai negeri Iraq. Maka Holaku pun bertekad untuk menguasai Baghdad, iapun menguasai negeri-negeri dan sekitarnya, serta membantai Al-Kholifah Al-Mu'tashim al-'Abbaasi" (Roudhootul jannaat jilid 6 hal 293)

Lihatlah bagaimana sejarawan syi'ah Al-Mirza Muhammad Baaqir Al-Khawansaari begitu bangga dengan ulah at-Thuusiy yang dengan usulannya maka Holaku berhasil membunuh sejuta ahlus sunnah di Baghdad, bahkan Al-Khawansari sangat gembira dengan mengalirnya darah-darah ahlus sunnah ke sungai Dujlah, dan dia dengan berani menyatakan bahwa darah-darah tersebut akan menuju neraka jahannam !!!!!.

Kaum syi'ah memandang pengaturan at-Thuusiy untuk pembunuhan masal kaum muslimin termasuk manaqib at-Thuusiy, jasa besar at-Thuusiy. Menurut mereka pembunuhan masal kaum mulsimin ini merupakan jalan untuk memberi petunjuk kepada para hamba dan untuk memperbaiki negeri. Mereka memandang bahwa kaum muslimin yang meninggal dalam pembantaian ini akan masuk neraka. Apakah artinya Holako sang penyembah berhala –yang disifati dengan al-mu'ayyad (yang ditolong)- di atas kebenaran???. Lihatlah bagaimana besar kedengkian syi'ah terhadap kaum muslimin ahlus sunnah hingga dekat dengan para penyembah berhala dan memotivasi mereka untuk membantai ahlus sunnah. Bahkan pembantaian ahlus sunnah merupakan kejayaan bagi mereka !!!

KEEMPAT : Pembantaian As-Sofawi terhadap ahlus sunnah di Iran dan di Iraq pada aba ke 10 Hijriyah

Pembantaian ini diakui sendiri oleh kaum syi'ah, sebagaimana yang dituliskan oleh sejarawan syi'ah yang bernama Dr. Ali Al-Wardi dalam bukunya "Lamahaat Ijtimaa'iyah min Taariikh al-'Irooq al-Hadiits", yang buku ini dicetak di Iran. Sejarawan ini juga banyak menelaah kitab-kitab yang dikarang oleh para sejarawan syi'ah lainnya, karenanya ia sering menukil perkataan-perkataan mereka dalam kitabnya ini.

DR Ali Al-Wardi telah menjelaskan di awal bukunya, bahwa sesungguhnya merupakan pemahaman yang keliru dan tersebar adalah persangkaan banyak orang bahwasanya Syi'ah bersumber dari Iran. Yang sebenarnya Syi'ah bersumber dari Iraq, adapun di Iran maka mayoritas penduduknya adalah ahlus sunnah, meskipun ada sedikit kaum syi'ah yang tinggal di Iran. Kaum Syi'ah baru menjadi kuat bahkan berpusat di Iran setelah berdirinya negara As-Sofawiyah -pada abad 10 Hijriyah atau abad ke 16 Masehi- yang didirikan oleh seorang pemuda yang bernama Isma'il As-Sofawi yang berada di atas madzhab syi'ah imaamiyah itsnaa 'asyariyah. (Lihat Lamhaat Ijtimaa'iyah jilid 1 hal 9-10). Karenanya Isma'il As-Sofawy ini sangat dipuji oleh kaum syi'ah (lihat Lamhaat Ijtimaa'iyah 1/56-57)


Dr. Ali al-Wardi berkata :


"Diriwayatkan dari Isma'il As-Sofawi, tatkala ia hendak menguasai kota Tibriz pada awalnya, dan ia ingin mewajibkan madzhab syi'ah kepada penduduk Tibriz dengan cara paksa maka sebagian penasehatnya dari para pemuka agama memberi nasehat kepadanya agar ia tidak melakukan  pemaksaan tersebut karena 2/3 penduduk Tibriz dari kalangan ahlu sunnah, dan mereka tidak tahan mendengar cacian terhadap 3 khalifah (Abu Bakar, Umar, dan Utsman) yang dilakukan di atas mimbar-mimbar. Akan tetapi Isma'il As-Sofawi berkata kepada mereka, "Aku telah ditugaskan untuk ini, dan Allah serta para imam yang ma'shum bersamaku, aku tidak takut kepada seorangpun. Jika aku mendapati dari masyarakat sebuah kata protes maka aku akan menghunuskan pedangku kepada mereka, dan tidak akan aku sisakan seorangpun dari mereka yang hidup" (Lamhaat Ijtimaa'iyah 1/57-58)

          Bahkan Dr. Ali Al-Wardi mengakui bahwa cara penyebaran madzhab syi'ah adalah dengan memaki Abu Bakr, Umar, dan Utsman di mimbar-mimbar dan podium-podium. Dr. Ali berkata :


"Sarana penyebaran madzhab (*syi'ah).

As-Syaah Isma'il menjadikan pencelaan tiga khalifah (Abu Bakar, Umar, dan Utsman) sebagai sarana untuk menguji penduduk Iran. Barangsiapa diantara mereka yang mendengar pencelaan maka wajib baginya untuk menjawab "Biis Baad Kam Maa Baad", yaitu sebuah ungkapan yang dalam bahasa Adzarbedjan menunjukan bahwa sang pendengar setuju dengan celaan tersebut dan meminta tambahan celaan. Adapun jika yang mendengar celaan tersebut tidak mau mengucapkan ungkapan ini maka lehernya akan dipenggal seketika itu juga. Isma'il As-Sofawi telah memerintahkan kampanye memaki tiga khalifah di jalan-jalan, di pasar, dan di atas mimbar-mimbar sambil memperingatkan bahwasanya orang-orang yang protes maka akan dipenggal leher mereka" (Lamhaat Ijtimaa'iyah 1/58)

Selanjutnya DR Ali berkata :

Sarana propaganda dan pemantapan jiwa. Maka iapun memerintahkan untuk mengadakan perayaan



"Dalam rangka penyebaran madzhab syi'ah, As-Syaah Isma'il tidak hanya cukup dengan menggunakan cara menteror penduduk Ahlus Sunnah Iran, akan tetapi ia juga menggunakan cara yang lain, yaitu

Kematian al-Husain sebagaimana cara perayaan yang diterapkan sekarang. Perayaan ini sudah dimulai oleh Al-Buwaihiyun di Baghdaad pada abad ke 4 Hijriyah, akan tetapi perayaan ini dilalaikan dan menjadi melemah setelah mereka. Kemudian datanglah as-Syaah Isma'il pada akhirnya maka iapun mengembangkan perayaan ini dan menambah rangkaian dalam perayaan ini acara "Majelis at-Ta'ziyah" (*yaitu majelis menceritakan kesedihan dan derita yang terjadi pada Husain-pen) yang acara ini dijadikan oleh Isma'il sangat memberi pengaruh dalam hati. Dan bisa jadi benar perkataan bahwasanya perayaan ini adalah sebab terpenting dalam menyebarkan madzhab syi'ah di Iran, karena pada perayaan tersebut nampak sikap-sikap kesedihan, tangisan, dan disertai dengan banyaknya penyebaran dan lantunan bedug dan yang lainnya maka mengantarkan pada tertancapnya aqidah (syi'ah) dalam jiwa yang paling dalam dan mengetuk relung-relung hati yang tersembunyi" (Lamahaat Ijtimaa'iyah 1/59)

Selain pembantaian kaum muslimin Iran Ahlus Sunnah, Isma'il As-Sofawi juga melakukan pembantaian yang sama terhadap penduduk Ahlus Sunnah yang ada di Iraq. Dr. Ali al-Wardi berkata :


"Dan pada tahun 1508 Masehi As-Syaah Isma'il menguasai Baghdaad. Mayoritas buku-buku sejarah mengisyaratkan bahwasanya ia mensikapi penduduk Baghdad sebagaimana ia memperlakukan penduduk Iran sebelumnya. Maka ia pun terang-terangan mencaci para khalifah dan membunuh banyak ahlus sunnah serta menggali kuburan Abu Hanifah" (Lamahaat Ijtimaa'iyah min Taariikh al-'Irooq al-Hadiits, DR Ali Al-Wirdiy, terbitan : Mathba'ah Amiir-Qum, Iran, cetakan pertama, jilid 1 hal 43)

KELIMA : Pembantaian Ahlus Sunnah zaman sekarang, seperti di Iran, Irak dan Syiria

Kekejaman sejarah berdarah kaum syi'ah tidaklah berhenti, hingga zaman sekarang ini betapa banyak kaum ahlus sunnah yang diintimidasi dan dibunuh baik di Iran maupun di Iraq. Terlebih-lebih lagi pembantaian ahlus sunnah di Syiria yang masih terus berlanjut hingga saat ini !!!

KEENAM : Pembantaian Ahlus Sunnah di masa depan

Pembantaian ini dilakasanakan oleh Imam Mahdi mereka Imam ke 12, yang akan membasmi Ahlus Sunnah, dimulai dengan pembunuhan Abu Bakar dan Umar bin Al-Khotthob radhiallahu 'anhuma, dan diakhiri dengan pembantaian para pengikut mereka berdua atau mendoakan keridhoan bagi mereka berdua:

Tidak cukupkah pembantaian ahlus sunnah di masa lalu….
Tidak cukupkah pembantaian ahlus sunnah di masa kini…
Bahkan haruskah pembantaian ahlus sunnah di masa depan….

Meskipun ini hanyalah pembantaian khayalan di mata ahlus sunnah, akan tetapi ini adalah pembantaian yang menurut keyakinan kaum syi'ah akan benar-benar terjadi. Karenanya pembantaian ini merupakan gambaran pembantaian berdarah yang lebih berbahaya dari pembantaian-pembantaian sebelumnya. Karena pembantaian inilah cita-cita dan harapan, serta impian kaum syiah. Munculnya imam Mahdi mereka (imam ke 12) yang selama ini mereka nanti-nantikan dan mereka impikan, yang akan menegakkan negara syi'ah mereka, dan akan menghancurkan musuh-musuh mereka, terutama ahlus sunnah.

Pembantaian berdarah kubro ini tergambarkan menurut keyakinan kaum syia'ah melalui dua tahapan berikut :

Pertama : Penyaliban Abu Bakar dan Umar  setelah menggali jasad mereka dari kuburan mereka

Kedua : Pembantaian seluruh ahlus sunah yang memiliki rasa cinta kepada Abu Bakar dan Umar, sedikit apapun kecintaan mereka

Al-Majlisi meriwayatkan :


"Dari Muhamad bin Sinan berkata, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib 'alaihis salam berkata kepada Umar : "Wahai orang yang terpedaya, sesunguhnya aku tidak melihatmu kecuali akan terbunuh di dunia oleh seorang budaknya Umu Mu'amar, engkau telah memberi hukuman kepadanya secara dzolim dan ia akan membunuhmu dengan taufiq (*dari Allah), maka iapun akan masuk surga karena membunuhmu meskipun engkau tidak suka. Dan sesunguhnya bagimu dan bagi sahabatmu yang engkau menggantikan kedudukanya (*yaitu Abu Bakar) sebuah salib dan pencabik-cabikan, engkau berdua akan dikeluarkan dari sisi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa alihi, maka kalian berdua akan disalib di atas batang kurma yang kering maka keluarlah daun dari batang kering tersebut, hal ini menjadikan orang-orang yang berwala kepadamu terfitnah".

Umar berkata, "Dan siapakah yang akan melakukan hal ini wahai Abul Hasan?"

Ali berkata, "Sebuah kaum yang telah memisahkan antara pedang-pedang dan sarung-sarungnya, maka akan didatangkan api yang telah dinyalakan untuk Ibrahim 'alaihis salaam, dan akan datang Jarjis, Daniel, dan seluruh Nabi dan shidiiq, lalu datang angin yang akan menerbangkan/menghancurkan kalian di lautan" (Bihaarul Anwaar 30/276-277)

Ni'matulah al-Jazairi berkata :


"Dan penulis kitab "Muntakhob al-Bashoir' telah meriwayatkan dengan sanad yang mu'tabar (valid) kepada al-Mufadhol bin Umar, ia berkata : Aku bertanya kepada sayyidku As-Shoodiq 'alaihis salaam, Apakah waktu keluarnya imam mahdi diketahui manusia??..." (Al-Anwar An-Nu'maniyah 2/52)

Lalu Ni'matullahi al-Jazaairi membawakan dialog yang panjang antara al-Mufadhol dan As-Shoodiq hingga pada :


Al-Mufaddhol berkata, "Wahai tuanku, ke manakah al-Mahdi akan berjalan?", Ia (as-Shodiq) berkata, "Ia pergi ke kota kakekku Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka jika ia telah sampai ke Madinah maka ia memiliki kedudukan yang menakjubkan. Nampaklah kegembiran kaum mukminin dan kehinaan orang-orang kafir". Al-Mufaddhol berkata, "Tuanku, apakah itu?". Ia (as-Shodiq) berkata, "al-Mahdi pergi ke kuburan kakeknya dan berkata, "Wahai manusia, ini adalah kuburan kakekku?", mereka berkata, "Benar, wahai Mahdi Alu Muhammad". Ia berkata, "Siapakah yang bersamanya di kuburan?", mereka mengakatan, "Kedua sahabatnya Abu Bakar dan Umar". Maka Mahdi berkata –padahal ia lebih tahu-, "Siapa Abu Bakar dan Umar?, bagaimana kok diantara manusia mereka berdua bisa dikuburkan bersama kakekku Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam?, jangan-jangan yang dikuburkan bukanlah mereka berdua?". Orang-orang berkata, "Wahai Mahdi ali Muhammad, yang ada di sini mereka berdua, bukan yang lain, dan mereka berdua dikuburkan bersama Nabi karena mereka berdua adalah khalifah Rasulullah, dan mereka berdua adalah ayah mertua dari dua istri Rasulullah". Mahdi berkata, "Apakah salah seorang dari kalian mengenal mereka berdua?". Orang-orang berkata, "Iya, kami mengenal sifat-sifat mereka berdua". Mahdi berkata, "Apakah salah seorang dari kalian ragu tentang dikuburkannya mereka berdua di sini?', orang-orang berkata, "Tidak". Lalu setelah tiga hari al-Mahdi memerintahkan untuk menggali kuburan mereka berdua dan mengeluarkan keduanya. Maka keduanya (Abu Bakar dan Umar) pun dikeluarkan masih segar sebagaimana bentuk mereka berdua di dunia, lalu Mahdi membuka kafan keduanya, lalu memerintahkan untuk mengangkat keduanya di atas pohon yang kering, lalu keduanya disalib di atas pohon tersebut, maka pohon tersebut bergerak dan mengeluarkan dedaunan serta meninggi dan memanjang cabang-cabangnya. Maka orang-orang yang ragupun –dari kalangan yang berwalaa' kepada mereka berdua- berkata, "Demi Allah sungguh ini benar-benar merupakan kemuliaan, sungguh kami telah beruntung mencintai mereka berdua dan berwala' kepada mereka berdua". Maka tersebarlah kabar mereka berdua, maka setiap orang yang memiliki rasa cinta kepada mereka berdua –meskipun hanya sebesar biji sawi- maka datang ke kota Madinah, lalu merekapun terfitnah dengan keduanya (Abu Bakar dan Umar). Lalu seorang penyeru Mahdi berseru, "Kedua orang ini adalah telah bersahabat dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka barangsiapa yang mencintai mereka berdua maka hendaknya berkumpul di suatu tempat, dan barang siapa yang membenci mereka berdua agar berkumpul juga di suatu tempat". Maka manusiapun terbagi menjadi dua golongan, antara yang berwala dan yang membenci. Maka Mahdipun menunjukkan kepada para pecinta keduanya bahwa ia berbaroah (berlepas diri) dari mereka berdua. Maka mereka berkata, "Wahai Mahdi, kami tidak pernah berlepas diri dari mereka berdua, dan kami tidak pernah mengetahui bahwasanya ternyata mereka berdua memiliki kemuliaan seperti ini, maka bagaimana bisa kami berlepas diri dari mereka berdua, padahal kami telah melihat apa yang telah kami saksikan dari mereka berdua sekarang ini berupa cahaya mereka berdua, segarnya mereka berdua, serta hidupnya pohon yang kering dikarenakan mereka berdua?, bahkan demi Allah justru kami berlepas diri dari engkau dan dari orang-orang yang beriman kepadamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada mereka berdua dan dari orang-orang yang menyalib mereka berdua dan mengeluarkan mereka berdua dan melakukan apa yang telah dilakukan kepada keduanya".

Maka Mahdipun memerintahkan angin yang menjadikan mereka seperti batang-batang korma yang tumbang, lalu Mahdi memerintahkan untuk menurukan mereka berdua lalu menghidupkan mereka berdua dengan izin Allah, lalu memerintahkan manusia untuk berkumpul lalu mahdi menegakan qisos kepada mereka…"  (al-Anwaar an-Nu'maniyah 2/52).

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
III. RACUN AQIDAH SYI'AH

Para ulama ahlus sunnah telah sepakat akan sesatnya sekte syi'ah. Seluruh kitab-kitab yang membicarakan tentang firqoh sesat memasukan syi'ah –dengan beragam sekte-sektenya – termasuk firqoh yang sesat dan menyesatkan.

Akan tetapi akhir-akhir ini pemahaman sekte syi'ah mulai semarak di tanah air kita, ditambah lagi dengan dukungan sebagian tokoh-tokoh Islam dari tanah air. Karenanya perlu untuk menanamkan kepada masyarakat akan bahayanya racun agama syi'ah.

          Berikut ini bukti-bukti kesesatan syi'ah yang diambil dari kitab-kitab Syi’ah, website-website Syi’ah, dan perkataan para ulama Syi’ah yang telah dikumpulkan oleh ustadz Abul Jauzaa' (silahkan kunjungi http://abul-jauzaa.blogspot.com/2012/01/syiah-itu-sesat-juragan-sebuah-masukan.html, dengan sedikit perubahan)

PERTAMA : Orang Syi’ah Raafidlah mengatakan Al-Qur’an yang ada di tangan kaum muslimin (baca : Ahlus-Sunnah) berbeda dengan Al-Qur’an versi Ahlul-Bait.

Berkata Muhammad bin Murtadlaa Al-Kaasyi dalam – seseorang yang dianggap ‘alim dan ahli hadits dari kalangan Syi’ah - :

لم يبق لنا اعتماد على شيء من القرآن. إذ على هذا يحتمل كل آية منه أن يكون محرفاً ومغيراً ويكون على خلاف ما أنزل الله فلم يبق لنا في القرآن حجة أصلا فتنتفي فائدته وفائدة الأمر باتباعه والوصية بالتمسك به
“Tidaklah tersisa bagi kami untuk berpegang suatu ayat dari Al-Qur’an. Hal ini disebabkan setiap ayat telah terjadi pengubahan sehingga berlawanan dengan yang diturunkan Allah. Dan tidaklah tersisa dari Al-Qur’an satu ayatpun sebagai hujjah. Maka tidak ada lagi faedahnya, dan faedah untuk menyuruh dan berwasiat untuk mengikuti dan berpegang dengannya ….” [Tafsir Ash-Shaafiy 1/33]

Berkata Muhammad bin Ya’qub Al-Kulainiy – seorang yang dianggap ahli hadits dari kalangan Syi’ah – (w. 328/329 H) :

عن أبي بصير عن أبي عبد الله عليه السلام قال : وَ إِنَّ عِنْدَنَا لَمُصْحَفَ فَاطِمَةَ ( عليها السلام ) وَ مَا يُدْرِيهِمْ مَا مُصْحَفُ فَاطِمَةَ ( عليها السلام ) قَالَ قُلْتُ وَ مَا مُصْحَفُ فَاطِمَةَ ( عليها السلام ) قَالَ مُصْحَفٌ فِيهِ مِثْلُ قُرْآنِكُمْ هَذَا ثَلَاثَ مَرَّاتٍ وَ اللَّهِ مَا فِيهِ مِنْ قُرْآنِكُمْ حَرْفٌ وَاحِدٌ قَالَ قُلْتُ هَذَا وَ اللَّهِ الْعِلْمُ
Dari Abu Bashiir, dari Abu ‘Abdillah ‘alaihis-salaam ia berkata : “Sesungguhnya pada kami terdapat Mushhaf Faathimah ‘alaihas-salaam. Dan tidaklah mereka mengetahui apa itu Mushhaf Faathimah”. Aku berkata : “Apakah itu Mushhaf Faathimah ?”. Abu ‘Abdillah menjawab : “Mushhaf Faathimah itu, di dalamnya tiga kali lebih besar daripada Al-Qur’an kalian. Demi Allah, tidaklah ada di dalamnya satu huruf pun dari Al-Qur’an kalian”. Aku berkata : “Demi Allah, ini adalah ilmu” [Al-Kaafiy, 1/239].

عَنْ هِشَامِ بْنِ سَالِمٍ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ( عليه السلام ) قَالَ إِنَّ الْقُرْآنَ الَّذِي جَاءَ بِهِ جَبْرَئِيلُ ( عليه السلام ) إِلَى مُحَمَّدٍ ( صلى الله عليه وآله ) سَبْعَةَ عَشَرَ أَلْفَ آيَةٍ
Dari Hisyam bin Saalim, dari Abu ‘Abdillah ‘alaihis-salaam ia berkata : “Sesungguhnya Al-Qur’an yang diturunkan melalui perantaraan Jibril ‘alaihis-salaam kepada Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa aalihi terdiri dari 17.000 (tujuh belas ribu) ayat” [Al-Kaafiy, 2/634].

Berkata Muhammad Baaqir Taqiy bin Maqshuud Al-Majlisiy (w. 1111 H) – seorang yang dianggap imam dan ahli hadits di masanya – ketika mengomentari hadits di atas :

موثق، وفي بعض النسخ عن هشام بن سالم موضع هارون ابن سالم، فالخبر صحيح ولا يخفى أن هذا الخبر وكثير من الأخبار في هذا الباب متواترة معنى، وطرح جميعها يوجب رفع الاعتماد عن الأخبار رأسا، بل ظني أن الأخبار في هذا الباب لا يقصر عن أخبار الامامة فكيف يثبتونها بالخبر ؟
Shahih. Dalam sebagian naskah tertulis : ”dari Hisyaam bin Saalim” pada tempat rawi yang bernama Haaruun bin Saalim. Maka khabar/riwayat ini shahih dan tidak tersembunyi lagi bahwasanya riwayat ini dan banyak lagi yang lainnya dalam bab ini telah mencapai derajat mutawatir secara makna. Menolak keseluruhan riwayat ini (yang berbicara tentang perubahan Al-Qur’an) berkonsekuensi menolak semua riwayat (yang berasal dari Ahlul-Bait). Aku kira, riwayat-riwayat dalam bab ini tidaklah lebih sedikit dibandingkan riwayat-riwayat tentang imamah. Nah, bagaimana masalah imamah itu bisa ditetapkan melalui riwayat ? [Mir-aatul-‘Uquul fii Syarhi Akhbaari Aalir-Rasuul 12/525].

Kemudian,…. inilah hal yang membuktikan validitas keyakinan Syi’ah dalam hal ini :

Dr. Al-Qazwiniy, salah seorang ulama kontemporer Syi’ah yang cukup terkenal, mengatakan bahwa firman Allah ta’ala :

إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى آدَمَ وَنُوحًا وَآلَ إِبْرَاهِيمَ وَآلَ عِمْرَانَ عَلَى الْعَالَمِينَ

“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing)” [QS. Aali 'Imraan : 33].

Menurutnya, yang benar adalah :
إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى آدَمَ وَنُوحًا وَآلَ إِبْرَاهِيمَ وَآلَ عِمْرَانَ وَآلَ مُحَمَّدٍ عَلَى الْعَالَمِينَ

“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim, keluarga Imran, dan keluarga Muhammad melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing)”.

Tambahan kalimat yang digarisbawahi diatas dihilangkan oleh para shahabat radliyallaahu ‘anhum (dan ini adalah kedustaan yang sangat nyata !!)

Silahkan para pembaca melihat langsung perkataannya di (http://www.youtube.com/watch?v=ovfz3xnsjJ0&feature=player_embedded)

Mau dikemanakan firman Allah ta’ala :

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya” [QS. Al-Hijr : 9] ?.

KEDUA : Orang Syi’ah Raafidlah telah mengkafirkan para shahabat, terutama sekali Abu Bakr Ash-Shiddiiq dan ‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhumaa.

Orang Syi’ah telah mendoakan laknat atas Abu Bakr dan ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa – yang naasnya, doa itu dinisbatkan secara dusta kepada ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu
[7] – sebagai berikut :
اللهم صل على محمد، وآل محمد، اللهم العن صنمي قريش، وجبتيهما، وطاغوتيهما، وإفكيهما، وابنتيهما، اللذين خالفا أمرك، وأنكروا وحيك، وجحدوا إنعامك، وعصيا رسولك، وقلبا دينك، وحرّفا كتابك.....
“Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad. Ya Allah, laknat bagi dua berhala Quraisy (Abu Bakr dan ‘Umar – pen), Jibt dan Thaghut, kawan-kawan, serta putra-putri mereka berdua. Mereka berdua telah membangkang perintah-Mu, mengingkari wahyu-Mu, menolak kenikmatan-Mu, mendurhakai Rasul-Mu, menjungkir-balikkan agama-Mu, merubah kitab-Mu…..dst.” (Berikut referensi Syi’ah yang memuat riwayat dusta ini : http://www.al-shia.org/html/ara/books/lib-aqaed/sh-ehqaq-01/12.htm).

Saksikan video berikut (http://www.youtube.com/watch?v=DAVSplUX3hw&feature=player_embedded) , bagaimana ulama Syi’ah (Yasir al-Habiib) melaknat Abu Bakr, ‘Umar, dan para shahabat lain radliyallaahu ‘anhum dalam shalatnya :

Dan mari kita lihat sumber ajaran Syi’ah dalam kitab mereka yang mengkafirkan para shahabat :

عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ ( عليه السلام ) قَالَ كَانَ النَّاسُ أَهْلَ رِدَّةٍ بَعْدَ النَّبِيِّ ( صلى الله عليه وآله ) إِلَّا ثَلَاثَةً فَقُلْتُ وَ مَنِ الثَّلَاثَةُ فَقَالَ الْمِقْدَادُ بْنُ الْأَسْوَدِ وَ أَبُو ذَرٍّ الْغِفَارِيُّ وَ سَلْمَانُ الْفَارِسِيُّ رَحْمَةُ اللَّهِ وَ بَرَكَاتُهُ عَلَيْهِمْ
Dari Abu Ja’far ‘alaihis-salaam, ia berkata : “Orang-orang (yaitu para shahabat - Abul-Jauzaa’) menjadi murtad sepeninggal Nabi shallallaahu ‘alaihi wa aalihi kecuali tiga orang”. Aku (perawi) berkata : “Siapakah tiga orang tersebut ?”. Abu Ja’far menjawab : “Al-Miqdaad, Abu Dzarr Al-Ghiffaariy, dan Salmaan Al-Faarisiy rahimahullah wa barakaatuhu ‘alaihim...” [Al-Kaafiy, 8/245; Al-Majlisiy berkata : “hasan atau muwatstsaq”].

عَنْ أَبِي عبد الله عليه السلام قال: .......والله هلكوا إلا ثلاثة نفر: سلمان الفارسي، وأبو ذر، والمقداد ولحقهم عمار، وأبو ساسان الانصاري، وحذيفة، وأبو عمرة فصاروا سبعة
Dari Abu ‘Abdillah ‘alaihis-salaam, ia berkata : “…….Demi Allah, mereka (para shahabat) telah binasa kecuali tiga orang : Salmaan Al-Faarisiy, Abu Dzarr, dan Al-Miqdaad. Dan kemudian menyusul mereka ‘Ammaar, Abu Saasaan, Hudzaifah, dan Abu ‘Amarah sehingga jumlah mereka menjadi tujuh orang[Al-Ikhtishaash oleh Al-Mufiid, hal. 5; lihat : http://www.al-shia.org/html/ara/books/lib-hadis/ekhtesas/a1.html].

عَنْ أَبِي بَصِيرٍ عَنْ أَحَدِهِمَا عليهما السلامقَالَ إِنَّ أَهْلَ مَكَّةَ لَيَكْفُرُونَ بِاللَّهِ جَهْرَةً وَ إِنَّ أَهْلَ الْمَدِينَةِ أَخْبَثُ مِنْ أَهْلِ مَكَّةَ أَخْبَثُ مِنْهُمْ سَبْعِينَ ضِعْفاً .
Dari Abu Bashiir, dari salah seorang dari dua imam ‘alaihimas-salaam, ia berkata : “Sesungguhnya penduduk Makkah kafir kepada Allah secara terang-terangan. Dan penduduk Madinah lebih busuk/jelek daripada penduduk Makkah 70 kali” [Al-Kaafiy, 2/410; Al-Majlisiy berkata : Muwatstsaq].

Riwayat yang semacam ini banyak tersebar di kitab-kitab Syi’ah.

Dimanakah posisi firman Allah ta’ala :

وَالسَّابِقُونَ الأوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar” [QS. At-Taubah : 100].

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الإنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar” [QS. Al-Fath : 29] ?.


KETIGA : Orang Syi’ah Raafidlah tidak menggunakan riwayat Ahlus-Sunnah.

Atau dengan kata lain, Syi’ah tidak menggunakan hadits-hadits Ahlus-Sunnah – yang merupakan referensi kedua setelah Al-Qur’an – dalam membangun agama mereka. Ini merupakan konsekuensi yang timbul dari point kedua karena mereka mengkafirkan para shahabat yang menjadi periwayat as-sunnah/al-hadits. Ini adalah satu kenyataan yang tidak akan ditolak kecuali mereka yang bodoh terhadap agama Syi’ah dengan kebodohan yang teramat sangat, atau mereka yang sedang menjalankan strategi taqiyyah. Adakah mereka (Syi’ah) akan mengambil riwayat dari orang yang telah murtad dari agamanya ?.

Syi’ah mempunyai sumber-sumber hadits tersendiri seperti Al-Kaafiy, Man Laa yahdluruhl-Faqiih, Tahdziibul-Ahkaam, Al-Istibshaar, dan yang lainnya.

Jika mereka mengambil referensi Ahlus-Sunnah, maka itu hanyalah mereka lakukan ketika berbicara kepada Ahlus-Sunnah, dan mereka ambil yang kira-kira dapat mendukung ‘aqidah mereka dan/atau menghembuskan syubhat-syubhat kepada Ahlus-Sunnah.

Dimanakah posisi sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam :

أوصيكم بتقوى الله والسمع والطاعة وإن عبد حبشي فإنه من يعش منكم يرى اختلافا كثيرا وإياكم ومحدثات الأمور فإنها ضلالة فمن أدرك ذلك منكم فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين عضوا عليها بالنواجذ
Aku nasihatkan kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah, mendengar dan taat walaupun (yang memerintah kalian) seorang budak Habsyiy. Orang yang hidup di antara kalian (sepeninggalku nanti) akan menjumpai banyak perselisihan. Waspadailah hal-hal yang baru, karena semua itu adalah kesesatan. Barangsiapa yang menjumpainya, maka wajib bagi kalian untuk berpegang teguh kepada Sunnahku dan sunnah Al-Khulafaa’ Ar-Raasyidiin yang mendapatkan petunjuk. Gigitlah ia erat-erat dengan gigi geraham [Diriwayatkan oleh Ahmad 4/126-127, Abu Daawud no. 4607, dan yang lainnya; shahih] ?.



KEEMPAT : Orang Syi’ah telah berbuat ghulluw kepada imam-imam mereka, dan bahkan sampai pada taraf ‘menuhankan’ mereka.

Al-Kulainiy membuat bab dalam kitab Al-Kaafiy :

بَابُ أَنَّ الْأَئِمَّةَ ( عليهم السلام ) إِذَا شَاءُوا أَنْ يَعْلَمُوا عُلِّمُوا
“Bab : Bahwasannya para imam (‘alaihis-salaam) apabila ingin mengetahui, maka mereka akan diberi tahu”.

Di sini ada 3 hadits/riwayat. Saya sebutkan satu di antaranya 
:
أَبُو عَلِيٍّ الْأَشْعَرِيُّ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الْجَبَّارِ عَنْ صَفْوَانَ عَنِ ابْنِ مُسْكَانَ عَنْ بَدْرِ بْنِ الْوَلِيدِ عَنْ أَبِي الرَّبِيعِ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ( عليه السلام ) قَالَ إِنَّ الْإِمَامَ إِذَا شَاءَ أَنْ يَعْلَمَ أُعْلِمَ .
Abu ‘Aliy Al-Asy’ariy, dari Muhammad bin ‘Abdil-Jabbaar, dari Shafwaan, dari Ibnu Muskaan, dari Badr bin Al-Waliid, dari Abur-Rabii’, dari Abu ‘Abdillah (‘alaihis-salaam), ia berkata : Sesungguhnya seorang imam jika ia ingin mengetahui, maka ia akan diberi tahu [Al-Kaafiy, 1/258].

Inilah riwayat dusta yang disandarkan kepada ahlul-bait – dan ahlul-bait berlepas diri dari riwayat dusta tersebut.

Bab yang lain dalam kitab Al-Kaafiy :

بَابُ أَنَّ الْأَئِمَّةَ ( عليهم السلام ) يَعْلَمُونَ عِلْمَ مَا كَانَ وَ مَا يَكُونُ وَ أَنَّهُ لَا يَخْفَى عَلَيْهِمُ الشَّيْ‏ءُ صَلَوَاتُ اللَّهِ عَلَيْهِمْ
“Bab : Bahwasannya para imam (‘alaihis-salaam) mengetahui ilmu yang telah terjadi maupun yang sedang terjadi. Tidak ada sesuatu pun yang luput dari mereka shalawatullah ‘alaihim”.

Di situ ada 6 buah hadits/riwayat, yang salah satunya adalah sebagai berikut :

أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدٍ وَ مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْحُسَيْنِ عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ إِسْحَاقَ الْأَحْمَرِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حَمَّادٍ عَنْ سَيْفٍ التَّمَّارِ قَالَ كُنَّا مَعَ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ( عليه السلام )...... فَقَالَ وَ رَبِّ الْكَعْبَةِ وَ رَبِّ الْبَنِيَّةِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ لَوْ كُنْتُ بَيْنَ مُوسَى وَ الْخَضِرِ لَأَخْبَرْتُهُمَا أَنِّي أَعْلَمُ مِنْهُمَا وَ لَأَنْبَأْتُهُمَا بِمَا لَيْسَ فِي أَيْدِيهِمَا لِأَنَّ مُوسَى وَ الْخَضِرَ ( عليه السلام ) أُعْطِيَا عِلْمَ مَا كَانَ وَ لَمْ يُعْطَيَا عِلْمَ مَا يَكُونُ وَ مَا هُوَ كَائِنٌ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ وَ قَدْ وَرِثْنَاهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ ( صلى الله عليه وآله ) وِرَاثَةً
Ahmad bin Muhammad dan Muhammad bin Yahyaa, dari Muhammad bin Al-Husain, dari Ibraahiim bin Ishaaq Al-Ahmar, dari ‘Abdullah bin Hammaad, dari Saif At-Tammaar, ia berkata : Kami pernah bersama Abu Ja’far (‘alaihis-salaam), …..kemudian ia berkata : “Demi Rabb Ka’bah dan Rabb Baniyyah – tiga kali - . Seandainya aku berada di antara Musa dan Khidlir, akan aku khabarkan kepada mereka berdua bahwasannya aku lebih mengetahui daripada mereka berdua. Dan akan aku beritahukan kepada mereka berdua apa-apa yang tidak ada pada diri mereka. Karena Musa dan Khidlir (‘alaihis-salaam) diberikan ilmu apa yang telah terjadi, namun tidak diberikan ilmu yang sedang terjadi dan akan terjadi hingga tegak hari kiamat. Dan sungguh kami telah mewarisinya dari Rasulullah (shallallaahu ‘alaihi wa aalihi)[9] dengan satu warisan [Al-Kaafiy, 1/260-261].

Dr. Al-Qazwiiniy dalam ceramahnya (http://www.youtube.com/watch?v=BxuHVIZ0rvA&feature=player_embedded), pada menit 0:44 – 0:53 mengatakan : “Allah ta’ala Maha Mengetahui segala isi hati. Dan imam dalam riwayat ini juga mengetahui segala isi hati. Ilmu imam berasal dari Allah….. [selesai]. Bahkan ia menyatakan bahwa Jibril dan Mikail saja tidak mengetahui apa yang ada dihati. Ia juga mengatakan bahwa ilmu para imam meliputi langit dan bumi, sama dengan ilmu Allah hanya saja beda 1 derajat lebih rendah.

Dimanakah posisi firman Allah ta’ala :

قُلْ لا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلا مَا يُوحَى إِلَيَّ

“Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku" [QS. Al-An’aam : 50] ?.
Dan kalaupun Allah memberikan sebagian khabar ghaib – baik yang telah lalu maupun yang kemudian – kepada para hamba-Nya dari kalangan manusia, maka itu Allah ta’ala berikan kepada para Nabi dan Rasul-Nya :

وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُطْلِعَكُمْ عَلَى الْغَيْبِ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَجْتَبِي مِنْ رُسُلِهِ مَنْ يَشَاءُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ

“Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya” [QS. Ali ‘Imraan : 179].

Tidak ada dalam ayat di atas kata ‘imam’, akan tetapi menyebut kata ‘rasul’. Orang Syi’ah mengatakan bahwa imam lebih tinggi kedudukannya dari para Nabi (selain Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam).

Ayatullah Al-‘Udhmaa (baca : Ayatusy-Syi’ah) Ar-Ruuhaaniy – semoga Allah mengembalikannya kepada kebenaran – pernah ditanya sebagai berikut :

هل تعتقدون أن علياً كرم الله وجهه أفضل من الأنبياء؟
“Apakah engkau meyakini bahwasannya ‘Aliy karamallaahu wajhah lebih utama daripada para Nabi ?”.

Ia (Ar-Ruuhaaniy) menjawab :

هذا من الأمور القطعية الواضحة

“Ini termasuk perkara-perkara yang pasti lagi jelas (yaitu ‘Aliy lebih utama daripada para Nabi)” [selesai – sumber : http://www.alrad.net/hiwar/olama/rohani/r16.htm].[11]

Bahkan seandainya seluruh Nabi berkumpul, niscaya mereka tidak akan mampu berkhutbah menandingi khutbah ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu. Ini dikatakan oleh salah seorang ulama Syi’ah yang sangat kesohor : As-Sayyid Kamaal Al-Haidariy (lihat : http://www.youtube.com/watch?v=Rhyc343o_ZI&feature=player_embedded)

Dasar riwayatnya (bahwa ‘Aliy lebih utama dibandingkan para Nabi, selain Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam) tertulis di video ini  (http://www.youtube.com/watch?v=062TvOdtfQI&feature=player_embedded)

Bukankah ini merupakan penghinaan terhadap para Nabi dan para rasul ?. Dimanakah posisi firman Allah ta’ala :
تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ مِنْهُمْ مَنْ كَلَّمَ اللَّهُ وَرَفَعَ بَعْضَهُمْ دَرَجَاتٍ

“Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat” [QS. Al-Baqarah : 253] ?.
[Pelampauan keutamaan sebagian Rasul (termasuk Nabi) hanya dilakukan oleh sebagian (Rasul) yang lain. Allah tidak mengatakan bahwa pelampauan itu dilakukan oleh orang yang bukan Nabi atau Rasul].



KELIMA : Orang Syi’ah – dalam hal ini diwakili oleh Ayatusy-Syi’ah Khomainiy – mengatakan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah menyembunyikan sebagian risalah dan gagal membina umat.


Khomainiy – semoga Allah memberikan balasan setimpal kepadanya - berkata :
وواضح أنَّ النبي لو كان بلغ بأمر الإمامة طبقاً لما أمر به الله، وبذل المساعي في هذه المجال، لما نشبت في البلدان الإسلامية كل هذه الإختلافات....
“Dan telah jelas bahwasannya Nabi jika ia menyampaikan perkara imaamah sebagaimana yang Allah perintahkan (padanya) dan mencurahkan segenap kemampuannya dalam permasalahan ini, niscaya perselisihan yang terjadi di berbagai negeri Islam tidak akan berkobar…..” [Kasyful-Asraar, hal. 155].
لقد جاء الأنبياء جميعاً من أجل إرساء قواعد العدالة في العالم؛ لكنَّهم لم ينجحوا حتَّى النبي محمد خاتم الأنبياء، الذي جاء لإصلاح البشرية وتنفيذ العدالة وتربية البشر، لم ينجح في ذلك....
“Sungguh semua Nabi telah datang untuk menancapkan keadilan di dunia, akan tetapi mereka tidak berhasil. Bahkan termasuk Nabi Muhammad, penutup para Nabi, dimana beliau datang untuk memperbaiki umat manusia, menginginkan keadilan, dan mendidik manusa – tidak berhasil dalam hal itu….” [Nahju Khomainiy, hal 46].

Dan silahkan lihat celaan al-Khumaini kepada Nabi di (http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/02/hinaan-al-khomainiy-terhadap-rasulullah.html)



KEENAM : Orang Syi’ah mengkafirkan Ahlus-Sunnah.

Jika mereka mengkafirkan para sahabat radliyallaahu ‘anhum, maka jangan heran jika mereka juga mengkafirkan orang-orang yang berkesesuaian pemahaman dengan para sahabat radliyallaahu ‘anhum, yaitu Ahlus-Sunnah. Berikut perkataan para ulama Syi’ah dalam hal ini :

Al-Mufiid berkata :
اتّفقت الإماميّة على أنّ من أنكر إمامة أحد من الأئمّة وجحد ما أوجبه الله تعالى له من فرض الطّاعة فهو كافر ضالّ مُستحقّ للخلود في النّار
“Madzhab Imaamiyyah telah bersepakat bahwasannya siapa saja yang mengingkari imaamah salah seorang di antara para imam, dan mengingkari apa yang telah Allah ta’ala wajibkan padanya tentang kewajiban taat, maka ia kafir lagi sesat berhak atas kekekalan di neraka [Awaailul-Maqaalaat, hal 44 – sumber : http://www.al-shia.org/html/ara/books/lib-aqaed/avael-maqalat/a01.htm].

Orang yang mengingkari keimamahan versi mereka tentu saja adalah Ahlus-Sunnah.

Yuusuf Al-Bahraaniy berkata :

إن إطلاق المسلم على الناصب وأنه لا يجوز أخذ ماله من حيث الإسلام خلاف ما عليه الطائفة المحقة سلفا وخلفا من الحكم بكفر الناصب ونجاسته وجواز أخذ ماله بل قتله

“Sesungguhnya pemutlakan muslim terhadap Naashib (baca : Ahlus-Sunnah) bahwasannya tidak diperbolehkan mengambil hartanya dengan sebab Islam (telah melarangnya), maka itu telah menyelisihi apa yang dipahami oleh kelompok yang benar (baca : Syi’ah Raafidlah) baik dulu maupun sekarang (salaf dan khalaf) tentang hukum kafirnya Naashib, kenajisannya, dan diperbolehkannya mengambil hartanya, bahkan membunuhnya [Al-Hadaaiqun-Naadlirah, 12/323-324 – sumber : shjaffar.jeeran.com].

Berikut rekaman suara Yasiir Habiib yang mengkafirkan Ahlus-Sunnah yang ia sebut sebagai Nawaashib atau golongan ‘awwaam (silahkan disimak di http://www.youtube.com/watch?v=oYaAhcIE62Y&feature=player_embedded)

Sebagai penguat ternyata syi'ah mengkafirkan seluruh yang mendahulukan Abu Bakar dan Umar atas Ali bin Abi Tholib, silakan baca/lihat (http://www.youtube.com/watch?v=6mFTDp7-PDg&feature=player_embedded) :

KETUJUH : Shalat Syi’ah sangat berbeda dengan shalat Ahlus-Sunnah.

Langsung saja para pembaca buka halaman (http://abul-jauzaa.blogspot.com/2011/08/fiqh-syiah-5-kaifiyyah-shalat.html).

Adzannya pun lain, karena selain syahadatain, mereka menambahkan syahadat ketiga, silahkan baca di (http://abul-jauzaa.blogspot.com/2008/06/syahadat-ketiga-salah-satu-produk.html), dan dengarkan adzan mereka di (http://www.youtube.com/watch?v=gP2lEd7V9SI&feature=player_embedded

Masih banyak sebenarnya kesesatan Syi’ah selain di atas.

MUI telah menetapkan kriteria sesat tidaknya satu kelompok atau pemahaman sebagai berikut :




Perkataan ulama Ahlus-Sunnah, bagaimana pandangan mereka tentang kelompok Syi’ah Raafidlah.

1.     ‘Alqamah bin Qais An-Nakha’iy rahimahullah (kibaarut-taabi’iin, w. 62 H).

عَنْ عَلْقَمَةَ، قَالَ: " لَقَدْ غَلَتْ هَذِهِ الشِّيعَةُ فِي عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَمَا غَلَتِ النَّصَارَى فِي عِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ "

Dari ‘Alqamah, ia berkata : “Sungguh Syi’ah ini telah berlebih-lebihan terhadap ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu sebagaimana berlebih-lebihannya Nashara terhadap ‘Iisaa bin Maryam” [Diriwayatkan ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dalam As-Sunnah no. 1115 dan Al-Harbiy dalam Ghariibul-Hadiits 2/581; shahih].

2.     Az-Zuhriy rahimahullah.

مَا رَأَيْتُ قَوْمًا أَشْبَهَ بِالنَّصَارَى مِنَ السَّبَائِيَّةِ "، قَالَ أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ: هُمُ الرَّافِضَةُ

“Aku tidak pernah melihat satu kaum yang lebih menyerupai Nashara daripada kelompok Sabaa’iyyah”. Ahmad bin Yuunus berkata : “Mereka itu adalah Raafidlah” [Diriwayatkan oleh Al-Aajurriy dalam Asy-Syaari’ah, 3/567 no. 2083; shahih].

3.    Imam Maalik bin Anas rahimahullah. Abu Bakar Al-Marwadzi berkata

سَأَلْتُ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ: عَنْ مَنْ يَشْتِمُ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعَائِشَةَ؟ قَالَ: مَا أُرَآهُ عَلَى الإِسْلامِ، قَالَ: وَسَمِعْتُ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ يَقُولُ: قَالَ مَالِكٌ: الَّذِي يَشْتِمُ أَصْحَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ لَهُ سَهْمٌ، أَوْ قَالَ: نَصِيبٌ فِي الإِسْلامِ

Aku bertanya kepada Abu ‘Abdillah tentang orang yang mencaci-maki Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Aaisyah ?. Maka ia menjawab : “Aku tidak berpendapat ia di atas agama Islam”. Al-Marwadziy berkata : Dan aku juga mendengar Abu ‘Abdillah berkata : Telah berkata Maalik (bin Anas) : “Orang yang mencaci-maki para shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, maka ia tidak mempunyai bagian (dalam Islam)” – atau ia berkata : “bagian dalam Islam” [Diriwayatkan oleh Al-Khallaal dalam As-Sunnah no. 783; shahih sampai Ahmad bin Hanbal].

4.   Imam  Asy-Syaafi’iy rahimahullah. Harmalah bin Yahya berkata :

سَمِعْتُ الشَّافِعِيَّ، يَقُولُ: لَمْ أَرَ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ الأَهْوَاءِ، أَشْهَدُ بِالزُّورِ مِنَ الرَّافِضَةِ

Aku mendengar Asy-Syaafi’iy berkata : “Aku tidak pernah melihat seorang pun dari pengikut hawa nafsu yang aku saksikan kedustaannya daripada Raafidlah” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Haatim dalam Aadaabusy-Syaafi’iy, hal. 144; hasan]

عن البويطي يقول: سألت الشافعي: أصلي خلف الرافضي ؟ قال: لا تصل خلف الرافضي، ولا القدري، ولا المرجئ....

Dari Al-Buwaithiy ia berkata : “Aku bertanya kepada Asy-Syafi’iy : ‘Apakah aku boleh shalat di belakang seorang Rafidliy ?”. Beliau menjawab : “Janganlah engkau shalat di belakang seorang Raafidliy, Qadariy, dan Murji’” [Siyaru A’laamin-Nubalaa’, 10/31].

5.     Ahmad bin Hanbal rahimahullah. ‘Abdul-Malik bin ‘Abdil-Hamiid ia berkata :

سَمِعْتُ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: " مَنْ شَتَمَ أَخَافُ عَلَيْهِ الْكُفْرَ مِثْلَ الرَّوَافِضِ، ثُمَّ قَالَ: مَنْ شَتَمَ أَصْحَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لا نَأْمَنُ أَنْ يَكُونَ قَدْ مَرَقَ عَنِ الدِّينِ "

Aku mendengar Abu ‘Abdillah berkata : “Barangsiapa yang mencaci-maki, aku khawatir ia akan tertimpa kekafiran seperti Raafidlah”. Kemudian ia melanjutkan : “Barangsiapa yang mencaci-maki para shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, maka kami tidak percaya ia aman dari bahaya kemurtadan” [Diriwayatkan oleh Al-Khallaal dalam As-Sunnah no. 784; shahih].

Yusuf bin Muusa berkata

أَنَّ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ سُئِلَ، وَأَخْبَرَنِي عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ الصَّمَدِ، قَالَ: " سَأَلْتُ أَحْمَدَ بْنَ حَنْبَلٍ، عَنْ جَارٍ لَنَا رَافِضِيٍّ يُسَلِّمُ عَلَيَّ، أَرُدُّ عَلَيْهِ؟ قَالَ: لا "

Bahwasanya Abu ‘Abdillah pernah ditanya. Dan telah mengkhabarkan kepadaku ‘Aliy bin ‘Abdish-Shamad, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Ahmad bin Hanbal tentang tetanggaku Raafidliy yang mengucapkan salam kepadaku, apakah perlu aku jawab ?”. Ia menjawab : “Tidak” [Diriwayatkan oleh Al-Khallaal dalam As-Sunnah no. 787; hasan].

6.   Al-Bukhaariy rahimahullah berkata :

مَا أُبَالِي صَلَّيْتُ خَلْفَ الْجَهْمِيِّ، وَالرَّافِضِيِّ أَمْ صَلَّيْتُ خَلْفَ الْيَهُودِ، وَالنَّصَارَى، وَلا يُسَلَّمُ عَلَيْهِمْ، وَلا يُعَادُونَ، وَلا يُنَاكَحُونَ، وَلا يَشْهَدُونَ، وَلا تُؤْكَلُ ذَبَائِحُهُمْ

“Sama saja bagiku shalat di belakang Jahmiy dan Raafidliy, atau aku shalat di belakang Yahudi dan Nashrani. Jangan memberikan salam kepada mereka, jangan dijenguk (apabila mereka sakit), jangan dinikahi, jangan disaksikan (jenazah mereka), dan jangan dimakan sembelihan mereka” [Khalqu Af’aalil-‘Ibaad, 1/39-40].

7.   Al-Qaadliy ‘Iyaadl rahimahullahu berkata :

وَكَذَلِك نقطع بتكفير غلاة الرافضة فِي قولهم إنّ الْأَئِمَّة أفضل مِن الْأَنْبِيَاء

“Dan begitu pula kami memastikan kafirnya ghullat (ekstrim) Raafidlah tentang perkataan mereka bahwasannya para imam lebih utama dari para Nabi” [Asy-Syifaa bi-Ahwaalil-Mushthafaa, 2/174].

8.   Ibnu Hazm Al-Andaaluusiy rahimahullah berkata :

وأما قولهم ( يعني النصارى ) في دعوى الروافض تبديل القرآن فإن الروافض ليسوا من المسلمين ، إنما هي فرقة حدث أولها بعد موت رسول الله صلى الله عليه وسلم بخمس وعشرين سنة .. وهي طائفة تجري مجرى اليهود والنصارى في الكذب والكفر

“Adapun perkataan mereka (yaitu Nasharaa) atas klaim Raafidlah tentang perubahan Al-Qur’an (maka ini tidak teranggap), karena Raafidlah bukan termasuk kaum muslimin. Ia hanyalah kelompok yang muncul pertama kali 25 tahun setelah wafatnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.... Raafidlah adalah kelompok berjalan mengikuti jalan orang Yahudi dan Nashara dalam dusta dan kekufuran” [Al-Fishal fil-Milal wan-Nihal, 2/213].

9.     Dan lain-lain.

Syi’ah Raafidlah sering menggunakan dalih mencintai Ahlul-Bait untuk menutupi hakekat busuk ‘aqidah mereka, dan untuk menipu umat. Kecintaan mereka itu palsu. Kecintaan yang tidak diridlai oleh Ahlul-Bait sendiri. Ahlul-Bait berlepas diri dari mereka, dan mereka pun berlepas diri dari Ahlul-Bait.

عَنْ عَلِيَّ بْنَ حُسَيْنٍ، وَكَانَ أَفْضَلَ هَاشِمِيٍّ أَدْرَكْتُهُ، يَقُولُ: " يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أَحِبُّونَا حُبَّ الإِسْلامِ، فَمَا بَرِحَ بِنَا حُبُّكُمْ حَتَّى صَارَ عَلَيْنَا عَارًا "

Dari ‘Aliy bin Al-Husaindan ia adalah seutama-utama keturunan Bani Haasyim yang aku (perawi) temui – berkata : “Wahai sekalian manusia, cintailah kami dengan kecintaan Islam. Kecintaan kalian kepada kami senantiasa ada hingga kemudian malah menjadi aib bagi kami” [Ath-Thabaqaat, 5/110; shahih].

عَنْ فُضَيْل بْنُ مَرْزُوقٍ، قَالَ: سَمِعْتُ إِبْرَاهِيمَ بْنَ الْحَسَنِ بْنِ الْحَسَنِ، أَخَا عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَسَنِ يَقُولُ: " قَدْ وَاللَّهِ مَرَقَتْ عَلَيْنَا الرَّافِضَةُ كَمَا مَرَقَتِ الْحَرُورِيَّةُ عَلَى عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ "

Dari Fudlail bin Marzuuq, ia berkata : Aku mendengar Ibraahiim bin Al-Hasan bin Al-Hasan, saudara ‘Abdullah bin Al-Hasan, berkata : “Sungguh, demi Allah, Raafidlah telah keluar (ketaatan) terhadap kami (Ahlul-Bait) sebagaimana Al-Haruuriyyah telah keluar (ketaatan) terhadap ‘Aliy bin Abi Thaalib” [Diriwayatkan oleh Ad-Daaruquthniy dalam Fadlaailush-Shahaabah no. 36; hasan].

Ibraahiim bin Al-Hasan bin Al-Hasan adalah anggota Ahlul-Bait dari jalur Al-Hasan bin ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu. Ibnu Hibbaan berkata : “Ia termasuk di antara pemimpin penduduk Madiinah, dan Ahlul-Bait yang mulia/agung” [Masyaahir ‘Ulamaa Al-Amshaar, hal. 155 no. 995].

Ya, kecintaan Syi’ah terhadap Ahlul-Bait telah menjadi ‘aib bagi kemuliaan Ahlul-Bait. Mereka telah melakukan banyak kedustaan atas nama Ahlul-Bait untuk merusak ‘aqidah Islam dari dalam.

Wallaahul-musta’aan.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------

IV. SALAFI WAHABI = KHAWARIJ

Tatkala kaum yang hasad kepada kelompok Salafy Wahabi sudah kehabisan hujah dan dalil untuk menjawab bantahan-bantahan kaum Wahabi yang membongkar kedok kesesatan mereka, maka kaum yang hasad ini tidak putus asa. Masih ada senjata yang bisa mereka gunakan untuk menjatuhkan kaum wahabi… yaitu DUSTA !!!!., Hasad di dada mereka membuahkan penghasutan dan provokasi masyarakat umum yang tidak mengerti akan hakekat dakwah Salafi Wahabi.

Sudah terlalu banyak kedustaan yang saya temukan pada kaum yang hasad kepada wahabi sebagaimana yang telah kami paparkan dalam dua buku kami ("Ketika Sang Habib Dikritik", dan "Ketinggian Allah di atas makhluknya" yang merupakan bantahan kepada sang pendusta Abu Salafy).

Demikian pula tatkala muncul dan melejitnya buku yang berjudul "Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi, Mereka membunuh semuanya termasuk para ulama".ternyata tidak ada dalil yang bisa ia paparkan kecuali DUSTA.

          Judul buku yang sangat provokatif ini mengesankan bahwa kaum Salafi Wahabi adalah kaum yang bengis dan haus darah, hobi membunuh…., semua orang mereka bunuh bahkan para ulama !!!!.

Untuk membenarkan dan melegalisasikan kesan dusta ini maka sang penulis –Syaikh Idahram- berusaha mencap kaum salafi wahabi sebagai kaum khawarij yang terkenal bengis. Bahkan ia dengan nekat memvonis hadits-hadits tentang khawarij kepada kaum salafi wahabi.

Seseorang yang berpikiran jernih sedikit saja, tentunya dengan serta-merta akan mengetahui kedustaan yang bodoh ini…

Kerajaan Arab Saudi –yang merupakan gudang dan markaz kaum salafi wahabi-, apakah benar Kerajaan Arab Saudi sedemikian bengisnya … suka menumpahkan darah??, suka membunuh bahkan membunuh para ulama??!!. Apakah jika ada orang yang menyelisihi Kerajaan Arab Saudi serta-merta langsung dibunuh???, apakah Kerajaan Arab Saudi hobi menumpahkan darah jama'ah haji??!!

Ataukah sebaliknya…terlalu banyak sumbangsih Kerajaan Arab Saudi terhadap kaum muslimin di penjuru dunia…., diantaranya pelayanan jema'ah haji dari seantero dunia dengan berbagai madzhab dan aqidah yang mereka bawa…, semuanya dilayani oleh Kerajaan Arab Saudi, tatkala terjadi bencana alam di tanah air kita…?, bahkan di negeri-negeri islam..??

HAKEKAT KHAWARIJ

Khawarij…. Suatu sekte sesat yang menggambarkan momok yang haus darah, hobi menumpahkan darah kaum muslimin. Apakah hakekat sekte sesat ini???!!. Benarkah Kaum Salafi Wahabi adalah kaum khawarij yang haus darah kaum muslimin??!!.

Para ulama yang menulis khusus tentang firqoh-firqoh Islam telah menyebutkan secara specifik tentang aqidah Khawarij.

Abul Hasan Al-'As'ari (wafat 330 H) berkata


"Tentang perkara yang mengumpulkan kelompok-kelompok khawarij:

Kelompok-kelompok Khawarij bersepakat dalam hal pengkafiran Ali bin Abi Thoolib rahdiallahu 'anhu karena beliau menyerahkan hukum (*kepada dua hakim-pen), dan mereka (kelompok-kelompok khawarij) berselisih apakah kekufurannya tersebut merupakan kesyirikan ataukah bukan?

Dan mereka bersepakat bahwa seluruh dosa besar merupakan kekufuran, kecuali kelompok An-Najdaat (*salah satu firqoh dari pecahan firqoh-firqoh khawarij, yaitu merupakan pengikut seseorang yang bernama Najdah bin 'Aamir-pen) karena kelompok An-Najdaat tidak mengatakan demikian.

Dan mereka bersepakat bahwasanya Allah ta'ala meng'adzab para pelaku dosa besar yang abadi, kecuali kelompok An-Najdaat, para pengikut Najdah (*bin 'Amir)" (Maqoolaat Al-Islaamiyiin wa ikhtilaaf al-Musholliin 1/167-168, cetakan Al-Maktabah al-'Ashriyah Beirut)

Abdul Qoohir Al-Baghdaadi (wafat 429 H) berkata :


"Para ulama telah berselisih tentang perkara apakah yang mengumpulkan (disepakati) oleh kelompok-kelompok khawarij yang beraneka ragam sekte-sektenya. Al-Ka'biy dalam kitab maqolaat nya menyebutkan bahwa yang mengumpulkan seluruh sekte-sekte khawarij adalah : Mengkafirkan Ali, Utsman, dan dua Hakim, para peserta perang jamal dan seluruh yang ridho dengan penyerahan hukum kepada dua hakim, dan juga pengkafiran karena pelanggaran dosa, dan wajibnya khuruuj (memberontak) kepada pemimpin yang dzalim".

Syaikh kami Abul Hasan Al-Asy'ari berkata : Yang mengumpulkan mereka adalah pengkafiran Ali, Utsman, para peserta perang Jamal, dan hakim, dan siapa saja yang ridho terhadap penyerahan hukum kepada dua hakim, atau membenarkan kedua hakim tersebut atau salah satu dari keduanya, dan memberontak kepada penguasa yang dzalim"

Yang benar adalah yang disebutkan oleh Syaikh kami Abul Hasan Al-Asy'ari dari mereka (khawarij). Al-Ka'biy telah keliru tatkala menyebutkan bahwa kahwarij bersepakat akan kafirnya pelaku dosa, karena sekte Khawarij An-Najdaat tidak mengkafirkan orang-orang yang melakukan dosa dari orang-orang yang sepakat dengan mereka"  (Al-Farqu baina Al-Firoq hal 73, cetakan Maktabah Muhammad Ali Subaih, Mesir)

Ibnu Hazm (wafat 456 H) berkata :


"Barangsiapa yang sepakat dengan khawarij dalam hal mengingkari penyerahan hukum (*kepada dua hakim), dan pengkafiran para pelaku dosa besar, serta pendapat memberontak kepada para penguasa yang dzalim, dan para pelaku dosa besar kekal di neraka, para penguasa boleh saja dari selain quraisy maka dia adalah khawarij, meskipun ia menyelishi khawarij pada perkara-perkara yang lain yang diperselisihkan oleh kaum muslimin. Dan jika ia menyelisihi mereka pada perkara-perkara yang kami sebutkan maka ia bukanlah khawarij" (Al-Fisol fi al-Milal wa al-Ahwaa' wa an-Nihal, tahqiq DR Abdurrohim 'Umairoh, Daar Al-Jail, Beiruut, 2/270)

As-Syahristaani (wafat 548 H) berkata:


"Siapa yang memberontak kepada penguasa yang sah yang telah disepakati oleh jama'ah maka dinamakan khariji, sama saja apakah bentuk pemberontakan tersebut di zaman para sahabat, yaitu memberontak kepada para khulafaa rasyidin, atau pemberontakan terjadi setelah itu, yaitu memberontak kepada para tabi'in yang mengikuti para sahabat dengan baik, dan juga memberontak kepada para penguasa di sepanjang zaman….

Dan Wa'iidiyah termasuk dalam khawarij, dan merekalah yang menyatakan kafirnya pelaku dosa besar dan kekal di neraka" (Al-Milal wa An-Nihal 1/132, Daar Al-Ma'rifah, Beiruut, Libanon, cetakan ke-3)

Kesimpulan

Dari perjelasan di atas dari para ulama ahli sekte-sekte Khawarij maka dapat diketahui ada beberapa aqidah khusus yang merupakan ciri khas sekte-sekte khawarij dan disepakati oleh seluruh sekte-sekte khawarij. Aqidah-aqidah tersebut adalah :

Pertama : Mengkafirkan Ali dan dua hakim (yaitu Abu Musa Al-'Asy'ari dan 'Amr bin Al-'Aash) radhialahu 'anhum

Kedua : Mengkafirkan para pelaku dosa besar (kecuali sekte An-Najdaat tidak berpendapat demikian)

Ketiga : Mewajibkan memberontak kepada penguasa yang dzalim.

Inilah aqidah khusus yang disepakati oleh seluruh sekte-sekte khawarij. Dan tiga aqidah inilah yang telah dilakukan oleh khawarij yang muncul pertama kali di zaman Ali bin Abi Tholib, (1) mereka telah mengkafirkan Ali bin Abi Tholib serta sebagian sahabat, dan (2) alasan mereka mengkafirkan karena mereka menganggap Ali bin Abi Tholib telah terjerumus dalam dosa besar yaitu berhukum kepada selain Allah (karena Ali menyerahkan hukum kepada dua hakim), dan barang siapa yang terjerumus dalam dosa besar menjadi kafir menurut mereka, (3) sehingga jadilah mereka memberontak kepada pemerintahan Ali bin Abi Tholib.

Dan sebagaimana pernyataan Ibnu Hazm rahimahullah bahwasanya barangsiapa yang memiliki aqidah ini (sepakat dengan khawarij dalam aqidah ini) meskipun ia menyelisihi khawarij dalam hal-hal yang lain maka ia adalah seorang khawarij. Adapun jika ia menyelisihi aqidah-aqidah khusus khawarij ini maka ia bukanlah khawarij sebagaimana ditegaskan oleh Ibnu Hazm di atas.

          Kesimpulan tentang 3 aqidah sekte khawarij ini ternyata disepakati oleh DR Sa'id Aqil Siraj, beliau berkata di hal 13-15,
"Dari kelompok yang membunuh Khalifah Ali inilah lahir kelompok yang disebut Khawarij. Kelompok ini memiliki prinsip (*1) orang yang melakukan dosa besar satu kali dianggap kafir. Jadi, (*2) Ali, Mu'awiyah, 'Amr bin Al-'Aash, Aisyah, Thalhah, Zubair dan sahabat Nabi Saw. lainnya yang terlibat dalam perang saudara (Jamal dan Shifin) yang membunuh sesama muslim dianggap kafir. Kelompok ini berkembang menjadi (*3) oposisi pemerintah sepanjang masa"
Lantas dengan meninjau kesimpulan di atas, maka marilah kita renungkan tentang kelompk Salafy Wahabi…, apakah mereka beraqidah sebagaimana aqidah sekte khawarij sebagaimana yang dituduhkan oleh Idahram dan didukung oleh DR Said Aqil Siraj???, Apakah kaum salafy wahabi beraqidah dengan salah satu dari ketiga aqidah khawarij di atas??,

-     Apakah kaum salafy wahabi mengkafirkan Ali, Mu'awiyah, Aisyah, 'Amr bin Al-'Aash, dan para sahabat yang ikut serta dalam perang jamal dan shifin??. Ataukah mereka yang justru mejunjung tinggi para sahabat tersebut, dan membela mereka habis-habisan, terutama sahabat Mu'awiyah dan Ummul Mukminin Aisyah yang telah dikafirkan oleh kaum sekte sesat Syia'h ??!

-   Apakah kaum salafi wahabi mengkafirkan seorang muslim hanya dikarenakan satu dosa besar yang dilakukan olehnya??!!, ataukah justru kaum salafy wahabi yang getol membantah pemahaman takfiriyin yang hobi mengkafirkan pemerintah??. Apakah pernah didapati kaum salafy wahabi yang mengkafirkan orang yang berzina?, atau mencuri?, atau membunuh orang lain??!!!. Kalaupun kaum salafy wahabi mengkafirkan maka yang mereka kafirkan adalah orang yang telah dinyatakan kafir oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah, itupun setelah ditegakkan hujjah dan penjelasan kepadanya.

-    Apakah kaum salafy wahabi menyerukan untuk memberontak kepada pemerintah??!. Ataukah justru kaum salafy wahabi yang senantiasa menyeru untuk taat kepada pemerintah ???. Barang siapa yang mengikuti kajian-kajian yang disampaikan oleh para dai salafy maka ia akan paham bahwasanya kaum salafy sangat memerangi sikap oposisi kepada pemerintah !!!!

Vonis Nekat dan Membabi Buta dari Idahram !!

Untuk menggolkan tuduhan dustanya terhadap Salafi Wahabi –bahwasanya kaum wahabi adalah kaum yang haus darah dan hobi menumpahkan darah kaum muslimin-, maka Syaikh Idahram berusaha –sekuat tenaga- untuk mengklaim bahwa Salafi Wahabi adalah Khawarij !!!

Bahkan Idahram nekat untuk memastikan dan memvonis bahwa kaum khawarij yang disebutkan oleh Nabi shallallahu alaihai wa sallam dalam hadits-hadits yang banyak adalah mereka kaum Salafi Wahabi.

Syaikh Idahram membuat sebuah pembahasan yang beliau beri judul :

"Hadis-Hadis Rasulullah Saw tentang Salafi Wahabi", kemudian Syaikh Idahram berkata :
"Diantara tanda-tanda kebenaran akan kenabian Rasulullah Saw adalah berita-berita gaib tentang masa depan, yang Allah Swt bukakan untuk beliau. Oleh karena itu, kita mendapati ayat-ayat Al-Qur'an penuh dengan kebenaran informasi itu, baik yang diberitakan secara rinci maupun secara umum. Begitu juga dengan hadis-hadis Nabi Saw, tidak lepas dari informasi-informasi gaib semacam itu. 
Istimewanya lagi, hadis-hadis terkait salafi Wahabi ini bukanlah hadis-hadis Ahad, melainkan hadis-hadis Mutawatir yang diriwayatkan oleh kumpulan banyak sahabat Nabi Saw yang jujur dan terpercaya, kepada kumpulan banyak sahabat lain atau tabi'in atau orang-orang setelahnya. Artinya, tidak ada celah bagi kebohongan massal terkait hadis-hadis tersebut karena begitu banyaknya perawi yang meriwayatkannya…..

Terlebih lagi-sebagai salah satu indikasi lain akan kebenaran hadis-hadis tentang Salafi Wahabi ini-, hadis-hadis tersebut ditulis pada abad ke-2 dan ke-3 Hijriyah, yang mana pada zaman itu masa depan umat manusia tidak ada yang mengetahui dan tidak bisa diprediksi sama sekali. Bahkan pada saat itu leluhur dan nenek moyang ke-10 Muhammad ibnu Abdul Wahab (pendiri Salafi Wahabi) belum dilahirkan. Sehingga sangat mustahil jika hadis-hadis tersebut ditulis secara sengaja berdasarkan pengetahuan mereka tentang Salafi Wahabi, yang baru muncul 1200 tahun kemudian, yaitu di abad 18 Masehi/12 Hijriyah"
(Demikian perkataan Syaikh Idahram dalam bukunya hal 139-140). Kemudian beliaupun menyebutkan hadits-hadits tentang firqoh Khawarij, yang seluruh hadits-hadits tersebut ditujukan oleh Nabi kepada kaum Salafi Wahabi –sebagai vonis Syaikh Idahram-.

Diantara pendukung paham Idahram adalah DR Aqil Siraj yang memuji buku karya Idahram ini. Akan tetapi DR Said Aqil Siraj –tidaklah nekat seperti Idahram dalam memvonis-, beliau tidak memvonis kaum salafi wahabi sebagai kaum khawarij, meskipun beliau tetap menuduh adanya kesamaan antara sekte khawarij dengan kaum salafi wahabi. Beliau berkata :
"Diantara kesimpulannya adalah, Salafi Wahabi bukanlah Khawarij. Karena Khawarij muncul pada tahun ke 37 Hijriyah di awal perkembangan Islam, sedangkan Salafi Wahabi baru hadir di abad-18 Masehi, atau 1200 tahun setelah masa Rasulullah Saw. yang ditandai dengan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahab (w.1206 H/1792 M). Namun demikian, ada beberapa sisi kesamaan"
(Demikianlah tutur beliau sebagai kata pengantar emas terhadap buku Berdarah Sekte Salafi Wahabi karya Syaikh Idahram hal 16)

Hadits-hadits yang dijadikan dalil oleh Idahram bahwasanya Khawarij yang dimaksud oleh Nabi adalah kaum Salafy Wahabi

Idahram berkata,
(("Adapun hadits-hadits Nabi Saw. yang terkait dengan Salafy Wahabi dan memliki banyak kesamaan dengan ciri-ciri dan sifat-sifat yang ada pada mereka, diantaranya adalah :

1.Waktu Kemunculan Mereka adalah "di Akhir Zaman"

سَيَخْرُجُ قَوْمٌ فِي آخِرِ الزَّمَانِ أَحْدَاثُ الأَسْنَانِ سُفَهَاءِ الأَحْلاَمِ يَقُوْلُوْنَ مِنْ خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ لاَ يُجَاوِزُ إِيْمَانُهُمْ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُوْنَ مِنَ الدِّيْنِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ فَأَيْنَمَا لَقِيْتُمُوْهُمْ فَاقْتُلُوْهُمْ فَإِنَّ فِي قَتْلِهِمْ أَجْرًا لِمَنْ قَتَلَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

"Di akhir zaman nanti akan keluar segolongan kaum yang muda usianya, bodoh cara berpikirnya, mereka berbicara dengan sabda Rasulullah, namun iman mereka tidak sampai melewati kerongkongan. Mereka keluar dari agama Islam seperti anak panah tembus keluar dari (badan) binatang buruannya. Apabila kamu bertemu dengan mereka maka bunuhlah mereka, karena membunuh mereka mendapat pahala di sisi Allah pada hari kiamat" (HR Al-Bukhari, Abu Dawud, Tirmidzi, Ahmad, Nasa'i dan lainnya)

يَأْتِي فِي آخِرِ الزَّمَانِ قَوْمٌ حُدَثَاءُ الأَسْنَانِ سُفَهَاءُ الأَحْلاَمِ يَقُوْلُوْنَ مِنْ خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ يَمْرُقُوْنَ مِنَ الإِسْلاَمِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ لاَ يُجَاوِزُ إِيْمَانُهُمْ حَنَاجِرَهُمْ فَأَيْنَمَا لَقِيْتُمُوْهُمْ فَاقْتُلُوْهُمْ فَإِنَّ قَتْلَهُمْ أَجْرٌ لِمَنْ قَتَلَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

"Akan datang di akhir zaman suatu kaum yang muda usianya, bodoh cara berpikirnya dan berbicara dengan sabda Rasulullah. Mereka keluar dari Islam seperti anak panah tembus keluar dari badan binatang buruannya. Iman mereka tidak sampai melewati tenggorokannya. Maka apabila kamu bertemu dengan mereka bunuhlah, karena membunuh mereka mendapat pahala di sisi Allah pada hari kiamat' (HR Al-Bukhari, Muslim, dan lainnya)

Dari hadits di atas bisa kita ambil beberapa poin tentang kaum tersebut, yaitu:

a.      Waktu kemunculannya ada "di akhir zaman"

Ini berarti keberadaan mereka tidak dekat dengan zaman Rasulullah Saw., alias jauh. Lebih jelasnya, kaum/golongan yang dimaksud dalam hadis ini bukan kaum khawarij ataupun kaum yang mengikuti Musailamah Al-Kadzdzab. Sebab, kehadiran golongan khawarij ini masih di zaman sahabat Nabi Saw., tepatnya di masa Khalifah Rasyidah ke-4, Imam Ali ibnu Abi Thalib, yakni pada bulan safar tahun 37H. Begitu pula Musailamah al-Kadzdzab yang telah muncul bahkan pada masa Nabi masih hidup.

Oleh karena itu, bisa dibenarkan bila Salafi Wahabi masuk dalam kategori yang disitir oleh hadis di atas. Sebab ajaran Salafi Wahabi baru muncul pada abad-18 Masehi, atau 1200 tahun setelah masa Rasulullah Saw. Pendiri Salafy Wahabi, Muhammad bin Abdil Wahhab, pun baru wafat pada tahun 1206 Hijriah/1792 Masehi."))
demikian pernyataan Idahram.

Bantahan terhadap igauan Idahram ini dari beberapa sisi;

PERTAMA :  Kontradiksi Idahram dan DR Said Aqil Sirooj

Idahram nekat memvonis bahwa yang dimaksud oleh Nabi dengan khawarij adalah kaum Salafi Wahabi. Ternyata hal ini bertentangan dengan pernyataan DR Said Aqil Sirooj yang berkata, :
"Diantara kesimpulannya adalah, Salafi Wahabi bukanlah Khawarij. Karena Khawarij muncul pada tahun ke 37 Hijriyah di awal perkembangan Islam, sedangkan Salafi Wahabi baru hadir di abad-18 Masehi, atau 1200 tahun setelah masa Rasulullah Saw. yang ditandai dengan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahab (w.1206 H/1792 M). Namun demikian, ada beberapa sisi kesamaan"
Lantas mana yang kita benarkan?, kesimpulan Idahram ataukah Sang Doktor??. Meskipun hingga saat ini kebingungan masih berkecamuk di benak saya, kok bisa sang Doktor memberi pengantar kepada buku Idahram yang banyak berisi kedustaan??, terlebih lagi kesimpulan sang Doktor bertentangan dengan kesimpulan Idahram??!!.

KEDUA : Perhatikanlah pendalilan DR Said Aqil Siroj yang menjadikan beliau berkesimpulan bahwa Salafy bukanlah Khawarij !!!, beliau berkata, "Karena Khawarij muncul pada tahun ke 37 Hijriyah di awal perkembangan Islam, sedangkan Salafi Wahabi baru hadir di abad-18 Masehi, atau 1200 tahun setelah masa Rasulullah Saw. yang ditandai dengan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahab (w.1206 H/1792 M)".

Ternyata DR Said tidak memahami makna "Akhir Zaman", sebagaimana yang dipahami oleh idahram !!

KETIGAIgauan idahram ini menyelisihi pemahaman para sahabat yang meriwayatkan hadits-hadits tentang khawarij, seperti Ali bin Tholib, Sahl bin Hunaif dan Abu Sa'id Al-Khudri radhiallahu 'anhum. Tentunya para sahabat yang meriwayatkan hadits-hadits tentang khawarij lebih paham tentang maksud Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dari pada Idahram yang hanya bisa mengigau.

Sesungguhnya hadits-hadits yang mengabarkan bahwa khawarij akan muncul di akhir zaman diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thoolib radhiallahu 'anhu.

عن سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ قَالَ أَخْبَرَنِى زَيْدُ بْنُ وَهْبٍ الْجُهَنِىُّ : أَنَّهُ كَانَ فِى الْجَيْشِ الَّذِينَ كَانُوا مَعَ عَلِىٍّ رضي الله عنه الَّذِينَ سَارُوا إِلَى الْخَوَارِجِ فَقَالَ عَلِىٌّ رضي الله عنه : أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ : « يَخْرُجُ قَوْمٌ مِنْ أُمَّتِى يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَيْسَ قِرَاءَتُكُمْ إِلَى قِرَاءَتِهِمْ بِشَيْئ وَلاَ صَلاَتُكُمْ إِلَى صَلاَتِهِمْ بِشَيْئ وَلاَ صِيَامُكُمْ إِلَى صِيَامِهِمْ بِشَيْئ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ يَحْسَبُونَ أَنَّهُ لَهُمْ وَهُوَ عَلَيْهِمْ لاَ تُجَاوِزُ صَلاَتُهُمْ  تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنَ الإِسْلاَمِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ لَوْ يَعْلَمُ الْجَيْشُ الَّذِينَ يُصِيبُونَهُمْ مَا قُضِىَ لَهُمْ عَلَى لِسَانِ نَبِيِّهِمْ -صلى الله عليه وسلم- لاَتَّكَلُوا عن الْعَمَلِ وَآيَةُ ذَلِكَ أَنَّ فِيهِمْ رَجُلاً لَهُ عَضُدٌ وَلَيْسَ لَهُ ذِرَاعٌ عَلَى رأس عَضُدِهِ مِثْلُ حَلَمَةِ الثَّدْىِ عَلَيْهِ شَعَرَاتٌ بِيضٌ ». أَفَتَذْهَبُونَ إِلَى مُعَاوِيَةَ وَأَهْلِ الشَّامِ وَتَتْرُكُونَ هَؤُلاَءِ يَخْلُفُونَكُمْ فِى ذَرَارِيِّكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَاللَّهِ إِنِّى لأَرْجُو أَنْ يَكُونُوا هَؤُلاَءِ الْقَوْمَ فَإِنَّهُمْ قَدْ سَفَكُوا الدَّمَ الْحَرَامَ وَأَغَارُوا فِى سَرْحِ النَّاسِ فَسِيرُوا عَلَى اسْمِ اللَّهِ. قَالَ : سَلَمَةُ بْنُ كُهَيْلٍ : فَنَزَّلَنِى زَيْدُ بْنُ وَهْبٍ مَنْزِلاً مَنْزِلاً حَتَّى مَرَّ بِنَا عَلَى قَنْطَرَةٍ قَالَ فَلَمَّا الْتَقَيْنَا وَعَلَى الْخَوَارِجِ يومئذ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ الرَّاسِبِىُّ فَقَالَ لَهُمْ : أَلْقُوا الرِّمَاحَ وَسُلُّوا السُّيُوفَ مِنْ جُفُونِهَا فَإِنِّى أَخَافُ أَنْ يُنَاشِدُوكُمْ كَمَا نَاشَدُوكُمْ يَوْمَ حَرُورَاءَ قَالَ : فَوَحَّشُوا بِرِمَاحِهِمْ وَاسْتَلُّوا السُّيُوفَ وَشَجَرَهُمُ النَّاسُ بِرِمَاحِهِمْ - قَالَ - وَقَتَلُوا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضِهِمْ . قَالَ : وَمَا أُصِيبَ مِنَ النَّاسِ يَوْمَئِذٍ إِلاَّ رَجُلاَنِ فَقَالَ عَلِىٌّ عَلَيْهِ رضي الله عنه : الْتَمِسُوا فِيهِمُ الْمُخْدَجَ فَلَمْ يَجِدُوا قَالَ : فَقَامَ عَلِىٌّ رضى الله عنه بِنَفْسِهِ حَتَّى أَتَى نَاسًا قَدْ قُتِلَ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ فَقَالَ : أَخِّرُوهُمْ فَوَجَدُوهُ مِمَّا يَلِى الأَرْضَ فَكَبَّرَ ثم قَالَ : صَدَقَ اللَّهُ وَبَلَّغَ رَسُولُهُ. فَقَامَ إِلَيْهِ عَبِيدَةُ السَّلْمَانِىُّ فَقَالَ : يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ وَاللَّهِ الَّذِى لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ لَقَدْ سَمِعْتَ هَذَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ : إِى وَاللَّهِ الَّذِى لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ حَتَّى اسْتَحْلَفَهُ ثَلاَثًا وَهُوَ يَحْلِفُ.

"Dari Salamah bin Kuhail berkata, Telah mengabarkan kepadaku Zaid bin Wahb Al-Juhani bahwasanya ia termasuk pasukan yang bersama Ali bin Abi Tholib yang pasukan tersebut berjalan menuju khawarij. Maka Ali radhiallahu 'anhu berkakata, "Wahai pasukan, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata : ((akan keluar suatu kaum dari umatku mereka membaca Al-Qur'an, bacaan Al-Qur'an kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan bacaan Al-Qur'an mereka, demikian pula sholat kalian dibandingkan sholat mereka, juga puasa kalian dibandingkan puasa mereka. Mereka membaca Al-Qur'an, mereka menyangka bahwasanya al-Qur'an membela mereka, padahal al-Qur'an membantah mereka. Sholat mereka tidak melebihi kerongkongan mereka, mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah (tembus) keluar dari (badan) binatang buruannya. Jika seandainya pasukan yang memerangi mereka mengetahui pahala yang dijanjikan bagi mereka melalui lisan Nabi mereka shallallahu 'alaihi wa sallam maka sungguh mereka akan mencukupkan bersandar kepada pahala tersebut dari amalan (sholeh yang lain).  Dan tandanya yaitu diantara mereka (khawarij) ada seseorang lelaki (buntung) hanya memiliki lengan atas tanpa lengan bawah, dan di ujung lengan atasnya ada seperti puting buah dada, padanya beberapa helai rambut putih))

Maka apakah kalian pergi menuju Mu'awiyah dan penduduk Syam lantas kalian meninggalkan mereka ini?, Mereka akan merampas keturunan kalian dan membunuh mereka serta merampas dan merusak harta kalian. Demi Allah aku sungguh benar-benar berharap jika mereka ini adalah kaum khawarij, karena mereka telah menumpahkan darah yang haram, mereka telah menyerang dan merusak hewan-hewan ternak masyarakat, maka berjalanlah kalian di atas nama Allah.

Salamah bin Kuhail berkata, "Maka Zaid bin Wahb menurunkan aku di tempat demi tempat, hingga akhirnya kami melewati sebuah jembatan (*yaitu sekitar lokasi peperangan pasukan Ali dan khawarij), ia berkata :

Tatkala kami bertemu khawarij, dan tatkala itu khawarij dipimpin oleh Abdul Wahhab Ar-Roosibi, maka Alipun berkata kepada pasukannya, "Lemparkanlah tombak-tombak kalian, keluarkanlah pedang-pedang kalian dari sarungnya, karena sesungguhnya aku khawatir mereka akan meminta perdamaian sebagaimana mereka meminta damai tatkala peristiwa Haruuroo' !!". Maka merekapun melemparkan tombak-tombak mereka dari jauh dan terbentangkanlah pedang-pedang mereka, dan pasukan Ali pun menikam mereka (khawarij) dengan tombak-tombak mereka. Akhirnya mereka membunuh khawarij hingga mayat mereka bertumpukan. Tidak ada dari pasukan Ali yang terluka kecuali hanya dua orang. Maka Ali berkata, "Carilah si cacat (*yaitu lelaki buntung) !!". Akan tetapi mereka tidak menemukannya. Maka Alipun lalu mencari sendiri, hingga akhirnya ia mendatangi mayat-mayat (khawarij) yang bertumpukan, lalu ia berkata, "Pindahkan mereka !". Merekapun mendapati si cacat tersebut tergeletak di tanah, maka Ali pun bertakbir dan berkata, "Sungguh maha benar Allah, dan Rasul Nya telah menyampaikan." Maka 'Ubaidah As-Salmani mendatangi Ali lalu berkata, "Wahai amirul mukminin, demi Allah Dzat yang tidak ada sesembahan melainkan Dia, apakah engkau telah mendengar ini dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam?". Ali berkata, "iya, Demi Allah Dzat yang tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Dia", sampai 'Abidah meminta sumpah kepada Ali sebanyak tiga kali dan Ali pun bersumpah sebanyak tiga kali" (HR Muslim no 1066)

Kisah di atas jelas menunjukkan bahwa Ali bin Abi Tholib yang meriwayatkan hadits-hadits tentang khawarij, yang telah meriwayatkan hadits bahwa khawarij muncul di akhir zaman, beliau telah memahami bahwa maksud Nabi dengan kaum khawarij adalah kaum yang diperangi oleh Ali bin Abi Tholib. Bahkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah menyebutkan tentang ciri-ciri kaum khawarij yang dianjurkan untuk diperangi dan diberi ganjaran yang besar, yaitu diantara pasukan khawarij ada seorang yang cacat yaitu buntung tangannya.

Karenanya Ali bin Tholib tidak memberikan kesempatan kepada kaum khawarij untuk meminta perdamaian, akan tetapi beliau langsung memerintahkan pasukannya menyerang dari arah jauh agar beliau dan pasukannya mendapatkan ganjaran besar yang dijanjikan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

          Igauan Idahram ini juga menyelisihi pemahaman sahabat Sahl bin Hunaif yang meriwayatkan hadits tentang Khawarij.

عَنْ يُسَيْرِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ دَخَلْتُ عَلَى سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ فَقُلْتُ حَدِّثْنِي مَا سَمِعْتَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فِي الْحَرُورِيَّةِ قَالَ أُحَدِّثُكَ مَا سَمِعْتُ لَا أَزِيدُكَ عَلَيْهِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ قَوْمًا يَخْرُجُونَ مِنْ هَاهُنَا وَأَشَارَ بِيَدِهِ نَحْوَ الْعِرَاقِ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ قُلْتُ هَلْ ذَكَرَ لَهُمْ عَلَامَةً قَالَ هَذَا مَا سَمِعْتُ لَا أَزِيدُكَ عَلَيْهِ

Dari Yusair bin 'Amr  berkata, "Aku menemui Sahl bin Hunaif (radhiallahu 'anhu) lalu aku berkata, "Sampaikanlah kepadaku hadits yang engkau dengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang Haruriyah". Sahl berkata, Aku akan menyampaikan kepada engkau hadits yang aku dengar dan aku tidak akan menambah-nambahi. Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyebut suatu kaum yang keluar dari arah sini -dan Nabi mengisyaratkan tangannya ke arah Iraq- mereka membaca Al-Qur'an akan tetapi tidak melewati kerongkongan mereka, mereka keluar dari agama sebagaimana keluarnya anak panah tembus dari badan hewan buruannya".

Aku (yaitu Yusair bin 'Amr) berkata, "Apakah Nabi menyebutkan suatu tanda tentang mereka?", Sahl berkata, "Ini yang aku dengar, aku tidak menambah-nambahinya" (HR Ahmad no 15977)

Al-Hafiz Ibnu Hajar berkata :

وفي هذا أن سهل بن حنيف صرَّح بأن الحرورية هم المراد بالقوم المذكورين في أحاديث هذين البابين

"Dan dalam hadits ini menunjukkan bahwasanya Sahl bin Hunaif (radhiallahu 'anhu) menegaskan bahwasanya Al-Haruriyah (*yaitu khawarij yang memberontak kepada Ali bin Abi Tholib) merekalah yang dimaksud dengan kaum yang disebutkan dalam hadits-hadits pada dua bab ini" (Fathul Baari 12/302), Maksud Ibnu Hajar yaitu hadits-hadits tentang khawarij yang dibawakan oleh Imam Al-Bukhari dalam shahihnya dalam dua bab, yaitu bab قَتْلُ الْخَوَارِجِ وَالْمُلْحِدِيْنَ "Membunuh kaum khawarij dan kaum  mulhid" dan bab مَنْ تَرَكَ قِتَالَ الْخَوَارِجِ لِلتَّأْلِيْفِ "Orang yang tidak memerangi khawarij untuk mengambil hati"

Ibnu Hajar juga menyatakan bahwa Abu Sa'id Al-Khudri radhiallahu 'anhu juga menyatakan bahwa kaum khawarij yang dimaksudkan oleh Nabi dalam hadits-haditsnya adalah khawarij haruriyah yang memberontak kepada Ali bin Abi Tholib. (lihat Fathul Baari 12/302)

KEEMPAT : Para ulama yang menjelaskan tentang makna sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang kemunculan khawarij "Di akhir zaman" sepakat bahwa yang dimaksud oleh Nabi adalah khawarij yang muncul di zaman Ali bin Abi Thoolib. Karenanya Ibnu Hajar –salah seorang ulama besar madzhab Syafii- berkata:


"Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ((Akan keluar sebuah kaum di akhir zaman)), demikianlah lafal dalam riwayat ini, dan juga dalam lafal hadits Abu Barzah di sunan An-Nasaai ((Keluar suatu kaum di akhir zaman)), dan hal ini bisa jadi menyelisihi hadits (yang diriwayatkan oleh) Abu Sa'iid Al-Khudri yang disebutkan dalam bab ini dan bab setelahnya, karena konsekuensi dari hadits Abu Sa'id Al-Khudri bahwasanya kahwarij muncul di masa khilafah Ali bin Abi Thhloib. Dan demikian juga mayoritas hadits-hadits yang datang yang menjelaskan tentang perkara khawarij.

Ibnu At-Tiin menjawab akan hal ini bahwasanya yang dimaksud dengan "zaman" di sini adalah zaman para sahabat. Akan tetapi jawaban beliau ini ada kritikan. Karena akhir zaman para sahabat Nabi adalah pada awal tahun 100 Hijriyah, padahal kaum khawarij telah muncul lebih dari 60 tahun sebelum itu (*karena khawarij diperangi oleh Ali sekitar tahun 37 H-pen). Dan memungkinkan untuk dikompromikan bahwa yang dimaksud dengan "akhir zaman" adalah "zaman khilafah nubuwwah". Karena hadits Safinah yang dikeluarkan dalam kitab-kitab sunan dan juga shahih Ibnu Hibbaan dan yang lainnya secara marfu' (Nabi bersabda) :

"Khilafah setelahku selama 30 tahun, setelah itu jadilah kerajaan"

Dan kisah khawarij dan peperangan mereka di Nahrowan terjadi di akhir-akhir masa kekhilafahan Ali yaitu 28 tahun setelah wafatnya Nabi, yaitu 30 tahun dikurangi 2 tahun" (Fathul Baari 12/287)

Ibnu Hajar telah menjelaskan bahwasanya para ulama tidak berselisih tentang bahwa yang dimaksud oleh Nabi dengan kaum khawarij yang akan muncul di akhir zaman adalah kaum khawarij yang diperangi oleh Ali bin Abi Tholib, sehingga akhirnya mereka menafsirkan lafal "Akhir zaman" yaitu zamannya para sahabat atau zaman khilafah nubuwwah.

Adapun hadits Abu Sa'id Al-Khudri yang dimaskud oleh Ibnu Hajar adalah sebagai berikut :

أَنَّ أَبَا سَعِيدٍ الخُدْرِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَقْسِمُ قِسْمًا، أَتَاهُ ذُو الخُوَيْصِرَةِ، وَهُوَ رَجُلٌ مِنْ بَنِي تَمِيمٍ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ اعْدِلْ، فَقَالَ: «وَيْلَكَ، وَمَنْ يَعْدِلُ إِذَا لَمْ أَعْدِلْ، قَدْ خِبْتَ وَخَسِرْتَ إِنْ لَمْ أَكُنْ أَعْدِلُ». فَقَالَ عُمَرُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، ائْذَنْ لِي فِيهِ فَأَضْرِبَ عُنُقَهُ؟ فَقَالَ: «دَعْهُ، فَإِنَّ لَهُ أَصْحَابًا يَحْقِرُ أَحَدُكُمْ صَلاَتَهُ مَعَ صَلاَتِهِمْ، وَصِيَامَهُ مَعَ صِيَامِهِمْ، يَقْرَءُونَ القُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ، يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ، يُنْظَرُ إِلَى نَصْلِهِ فَلاَ يُوجَدُ فِيهِ شَيْءٌ، ثُمَّ يُنْظَرُ إِلَى رِصَافِهِ فَمَا يُوجَدُ فِيهِ شَيْءٌ، ثُمَّ يُنْظَرُ إِلَى نَضِيِّهِ، - وَهُوَ قِدْحُهُ -، فَلاَ يُوجَدُ فِيهِ شَيْءٌ، ثُمَّ يُنْظَرُ إِلَى قُذَذِهِ فَلاَ يُوجَدُ فِيهِ شَيْءٌ، قَدْ سَبَقَ الفَرْثَ وَالدَّمَ، آيَتُهُمْ رَجُلٌ أَسْوَدُ، إِحْدَى عَضُدَيْهِ مِثْلُ ثَدْيِ المَرْأَةِ، أَوْ مِثْلُ البَضْعَةِ تَدَرْدَرُ، وَيَخْرُجُونَ عَلَى حِينِ فُرْقَةٍ مِنَ النَّاسِ» قَالَ أَبُو سَعِيدٍ: فَأَشْهَدُ أَنِّي سَمِعْتُ هَذَا الحَدِيثَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَشْهَدُ أَنَّ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ قَاتَلَهُمْ وَأَنَا مَعَهُ، فَأَمَرَ بِذَلِكَ الرَّجُلِ فَالْتُمِسَ فَأُتِيَ بِهِ، حَتَّى نَظَرْتُ إِلَيْهِ عَلَى نَعْتِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الَّذِي نَعَتَهُ

Bahwaasanya Abu Sa'id Al-Khudri radhiallahu 'anhu berkata :

"Tatkala kami bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan beliau sedang membagi pembagian, datanglah Dzul Khuwaishiroh, dan ia adalah seseorang dari Bani Tamim, lalu ia berkata, "Wahai Rasulullah, berbuat adil-lah engkau!". Nabi berkata, "Celaka engkau, siapa lagi yang adil jika aku tidak adil, sungguh engkau telah merugi jika aku tidak adil". Lalu Umar berkata, "Wahai Rasulullah izinkanlah aku untuk memenggal kepalanya?". Rasulullah berkata, ((Biarkanlah dia, karena sesungguhnya ia memiliki sahabat (*para pengikutnya)  yang salah seorang dari kalian akan menyepelekan sholatnya dibandingkan sholat mereka, puasanya dibandingkan puasa mereka. Mereka membaca Al-Qur'an akan tetapi tidak melewati kerongkongan mereka, mereka keluar dari agama sebagaimana keluarnya anak panah (menembus badan) hewan buruan. Dilihat kepada besi anak panah maka tidak didapatkan apapun (*baik daging maupun darah binatang buruan-pen), kemudian di lihat di belakang anak panah (*tempat diletakannya tali busur panah-pen) maka tidak didapati sesuatupun, kemudian dilihat di batang anak panahnya maka tidak didapatkan sesuatu, kemudian dilihat di bulu anak panah maka tidak didapatkan sesuatupun, anak panah telah mendahului isi perut dan darah. Tanda mereka adalah seseorang berkulit hitam, salah satu dari kedua lengan atasnya seperti buah dada wanita atau seperti sepotong daging yang bergerak-gerak. Dan mereka muncul tatkala terjadi perpecahan diantara manusia))

Abu Sa'id Al-Khudri berkata : Aku bersaksi bahwasanya aku mendengar hadits ini dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan aku bersaksi bahwsanya Ali bin Abi Tholib telah memerangi mereka dan aku bersama beliau, lalu Ali memerintahkan untuk mencari lelaki tersebut, lalu dicari dan didapatkanlah lelaki tersebut dan didatangkan lelaki tersebut, hingga akupun melihatnya sebagaimana yang disifatkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam" (HR Al-Bukhari no 3610)

KELIMA : Para ulama telah menyebutkan dalam kaidah bahwasanya hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam saling menafsirkan satu terhadap yang lainnya. Dalam hadits Ali bin Abi Tholib disebutkan bahwasanya khawarij akan muncul di "akhir zaman", maka kita menafsirkan makna "akhir zaman" ini dengan merujuk kepada lafal hadits-hadits yang lain. Setelah memperhatikan lafal-lafal hadits-hadits yang lain, baik yang juga diriwayatkan oleh Ali bin Abi Tholib maupun yang diriwayatkan oleh para sahabat yang lain maka kita dapati bahwa maksud Nabi dengan "akhir zaman" adalah akhir zaman sahabat atau akhir zaman khilaafah nubuwwah –sebagaimana telah lalu penjelasan Al-Hafiz Ibnu Hajar-.

KEENAMIdahram berkata, "Ini berarti keberadaan mereka tidak dekat dengan zaman Rasulullah Saw., alias jauh"

"Tidak dekat" atau "Jauh" merupakan kata yang mengandung makna yang relatif dan nisbi. Akan tetapi Idahram dengan nekatnya menentukan bahwa "jauh" maknanya hingga munculnya gerakan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, yaitu sekitar 12 abad sepeninggal Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Lantas kenapa dia tidak memilih makna "jauh" atau "akhir zaman" yaitu pada abad-abad sebelumnya atau sesudahnya??!!. Bukankah 4 abad atau 22 abad juga jauh dari zaman Nabi??. Bahkan bukankah lafal "akhir zaman" juga bisa berarti penghujung zaman menjelang hari kiamat??.

KETUJUH Para ulama ahli firqoh-firqoh Islam telah menyebutkan dalam buku-buku mereka tentang firqoh-firqoh Khawarij. Silahkan para pembaca merujuk kepada kitab-kitab berikut ini

-         Maqoolaat Al-Islaamiyin wa ikhtilaaf al-Musholliin karya Abul Hasan Al-'Asy'ari

-         Al-Farqu baina Al-Firoq karya Abdul Qoohir Al-Baghdaadiy

-         Al-Fishol karya Ibnu Hazm Al-Andalusi

-         Al-Milal wa An-Nihal karya As-Syahristaani

Mereka semua telah menjelaskan tentang sekte-sekte khawarij, bahkan Abdul Qohir Al-Baghdadi menyebutkan bahwasanya ada 20 sekte khawarij, diantaranya adalah sekte Al-Azaariqoh, sekte As-Sufriyah, sekte An-Najdaat, dan sekte Al-'Ibaadiyah. Sebagian sekte-sekte ini masih terus ada hingga zaman penulisan kitab para penulis di atas, yaitu keberadaan Khawarij yang muncul sejak zaman Ali bin Abi Tholib terus masih ada kelanjutannya dan tidak punah hingga zaman para penulis di atas.

Abdul Qoohir Al-Baghdaadi yang wafat pada tahun 429 H (abad ke lima) berkata dalam kitabnya Al-Farqu bainal Firoq

"Tatkala Najdah (*pendiri sekte khawarij An-Najdaat) terbunuh maka jadilah sekte khawarij An-Najdaat terpecah menjadi 3 golongan, (1) golongan yang mengkafirkan Najdah…. (2) golongan yang memberi udzur kepada Najdah atas perbuatannya, dan merekalah sekte An-Najdaat yang ada pada hari ini" (Al-Farqu baina al-Firoq hal 90)

Bukankah abad ke 5 hijriyah juga termasuk jauh dari zaman Nabi?, lantas kenapa Idahram memilih abad 12 sebagai waktu munculnya khawarij?. Idahram berkata,
"Oleh karena itu, bisa dibenarkan bila Salafi Wahabi masuk dalam kategori yang disitir oleh hadis di atas. Sebab ajaran Salafi Wahabi baru muncul pa da abad-18 Masehi, atau 1200 tahun setelah masa Rasulullah Saw. Pendiri Salafy Wahabi, Muhammad bin Abdil Wahhab, pun baru wafat pada tahun 1206 Hijriah/1792 Masehi"
Bahkan bukankah sekte khawarij Ibadhiyah hingga saat ini masih eksis di negara Oman?!!

KEDELAPAN : Dakwah Salafy Wahabi bukanlah muncul sejak zaman Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab.

Idahram sendiri telah menyatakan bahwa dakwah Salafi Wahabi adalah perpanjangan dari dakwah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah. Idahram berkata, "Pendiri Wahabi ini sangat mengagumi Ibnu Taimiyyah, seorang ulama kontroversial yang hidup di abad ke-8 Hijriyah dan banyak mempengaruhi cara berpikirnya" (Sejarah Berdarah… hal 27)

Bahkan sampai sering terdengar bahwa Ibnu Taimiyyah adalah ulama wahabi, padahal Ibnu Taimiyyah wafat 4 abad sebelum lahirnya Muhammad bin Abdil Wahhab.

Jika perkaranya demikian, lantas kenapa Idahram tidak menyatakan bahwa gerakan Salafy Wahabi sudah muncul sejak abad ke-8 hijriyah??!!

Bukankah yang terpengaruh dengan dakwah Ibnu Taimiyyah selain Muhammad bin Abdil Wahhab juga banyak dari kalangan para ulama??, contohnya Ibnul Qoyiim, Imam Adz-Dzahabi As-Syafii, dan Imam Ibnu Katsir rahimahulullah??? Apakah mereka semua juga adalah kaum salafi khawarij???!!

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
V. PEMAKSAAN: CIRI-CIRI KHAWARIJ HARUS SAMA DENGAN SALAFI WAHABI

PERTAMA : Sabda Nabi tentang sifat khawarij "Kaum Yang Muda Usianya"
Idahram berkata :
((Usia kaum itu "berumur muda"

Poin ini bisa memiliki banyak maksud, diantaranya adalah (*1) usia pergerakan dakwahnya masih muda, atau (*2) ajaran yang dibawanya adalah ajaran muda (baru) yang tidak sama dengan sekte-sekte sebelumnya. (*3) Atau ilmunya sedikit dan belum matang sehingga dikatakan masih muda. (*4) Atau cara berpikirnya pendek dan sempit disebabkan oleh pengalamannya yang masih muda.

Semua kriteria ini bisa masuk ke dalam sekte wahabi)). Demikian perkataan Idahram dalam bukunya hal 143.


Bantahan terhadap igauan Idahram ini dari 2 sisi :

Pertama : Igauan Idahram menyelishi tafsiran para ulama.

Kalau kita kembali kepada para ulama yang menjelaskan sabda Nabi "Kaum yang muda usianya", maka akan kita dapati bahwa seluruh ulama sepakat bahwa maksudnya adalah "berusia muda", yaitu kaum khawarij pengikutnya adalah para pemuda.

Ibnu Hajar berkata:


"Dan Al-Asnaan adalah jamak (plural) dari kata tunggal sin, dan maksudnya adalah umur/usia, dan maksudnya bahwasanya khawarij itu para pemuda" (Fathul Baari 12/287). Dan para ulama telah sepakat dengan tafsiran ini karena itulah makna dzohir/lahiriah dari lafal hadits ini. Lihat juga penjelasan Imam An-Nawawi di Al-Minhaaj Syarh Shahih Muslim (7/160), Al-Qoodhi 'Iyaadh Al-Maliki di Masyaariqul Anwaar 'alaa Sihaah Al-Atsar (1/183), Al-Qostholaani di Irsyaad As-Saari (10/171), Al-Munaawi As-Syafii di Faidul Qodiir (4/226), Al-'Adziim Aabadi di 'Aunul Ma'buud (13/80), Al-Mubaarokfuuri di Tuhfatul Ahwadzi (6/353).

Tidak seorangpun dari mereka yang menafsirkan makna "kaum berumur muda" dengan 4 tafsiran yang disebutkan oleh Idahram. Saya tidak tahu Idahram ini mengambil tafsiran lafal hadits dari mana?? Apakah karangan ia sendiri??!!!.

Idahram berusaha lari dan kabur dari tafsiran ulama tentang berusia muda, karena dia sadar bahwasanya kaum Salafy Wahabi bukanlah kaum pemuda sebagaimana halnya dengan kaum khawarij, sehingga akhirnya Idahram berusaha mentakwil-takwil sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan penafsirannya sendiri !!!.

Kedua : Tafsiran-tafsiran (baca : igauan-igauan) Idahram tersebut pun menyelisihi kenyataan yang ada.

Igauan (1) : Usia dakwahnya masih muda !!!

Ini tentu menyelisihi kenyataan, bahkan usia dakwah Salafy Wahabi sudah sangat tua. Bukankah Idahram menyebutkan bahwa Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab telah mengambil dakwahnya dari Ibnu Taimiyyah??. Hal ini berarti dakwah salafy sudah berusia sekitar 6 abad??, bukankah ini sudah cukup lama wahai Idahram??!

Igauan (2) : Ajaran yang dibawanya adalah ajaran muda (baru) yang tidak sama dengan sekte-sekte sebelumnya.

Tentunya dakwah salafi wahabi akan berbeda dengan sekte-sekte sesat sebelumnya, seperti syi'ah, khawarij, mu'tazilah, murjiah, jahmiyah, asya'iroh, dll. Karena memang dakwah salafy adalah menyeru untuk kembali kepada pemahaman para salaf yang menyelisihi pemahaman sekte-sekte tersebut.

Igauan (3) Ilmunya sedikit dan belum matang sehingga dikatakan masih muda

Sungguh aneh dan lucu karena menyelisihi kenyataan yang ada. Orang-orang awam pun paham jika ilmu para dai salafi jauh lebih 'ilmiiyah dan penuh kejujuran dan didasari oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah serta ditopang dengan perkataan para ulama. Adapun dakwah idahram…penuh kedustaan, kengawuran…, menafsirkan dengan hawa nafsu sendiri…!!!

Igauan (4) Cara berpikirnya sempit disebabkan pengalamannya yang masih muda

Memang benar bahwa dakwah salafy adalah sempit karena hanya membatasi umat islam kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan pemahaman para salaf. Adapun dakwah Idahram maka sangat terbuka, sampai-sampai syi'ah yang mengkafirkan para sahabatpun diterima !!!??



KEDUA : Ciri-Ciri Khawarij Salafi Wahabi Kepala Plontos

Idahram berkata :
((Ciri-ciri mereka bercukur (plontos), celana gantung, dan memecah belah umat. 
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «يَخْرُجُ نَاسٌ مِنْ قِبَلِ المَشْرِقِ، وَيَقْرَءُونَ القُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ، يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ، ثُمَّ لاَ يَعُودُونَ فِيهِ حَتَّى يَعُودَ السَّهْمُ إِلَى فُوقِهِ»، قِيلَ مَا سِيمَاهُمْ؟ قَالَ: " سِيمَاهُمْ التَّحْلِيقُ - أَوْ قَالَ: التَّسْبِيدُ - ". وفي صحيح مسلم وصحيح ابن حبان فيهما زيادة "يَخْرُجُوْنَ فِي فُرْقَةٍ مِنَ النَّاسِ" (رواه البخاري ومسلم والنسائي وابن ماجه وأبو داود وأحمد وغيرهم)
Dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a. dari Nabi Saw. bersabda, "Akan keluar dari arah timur segolongan manusia yang membaca Al-Qur'an namun tidak sampai melewati batas kerongkongan mereka. Mereka keluar dari agama Islam seperti anak panah tembus keluar dari (badan) binatang buruannya. Mereka tidak pernah kembali sampai anak panah bisa kembali ke busurnya. Ciri-ciri mereka adalah mencukur habis rambutnya atau gundul".

Dalam shahih Muslim dan Shahih Ibnu Hibban ditambahkan kalimat, "Mereka keluar dalam perpecahan manusia" (HR. Bukhari, Muslim, Nasa'i, Ibnu Majah, Abu Dawud, Ahmad, dan lainnya)…))
Idahram berkata,
"Rambut kepala mereka gundul/plontos. Ini adalah teks hadits yang sangat jelas tertuju kepada faham Muhammad bin Abdil Wahab. Semasa hidupnya dahulu, dia telah memerintahkan setiap pengikutnya untuk mencukur habis rambut kepalanya sebelum mengikuti fahamnya. Ibnu Abdil Wahab mengkalim bahwa, orang-orang Islam yang masih dalam keadaan musyrik atau kafir sebelum mengikuti ajaran yang dibawanya. Oleh karena itu, mereka semua harus memberishkan sisa-sisa rambut kekafiran mereka itu dengan mencukurnya. Itulah fakta sejarah yang telah terjadi ketika Ibnu Abdil Wahab masih hidup dalam upaya 'mengislamkan' kembali umat Islam yang telah kafir dan musyrik menurut versi mereka. Hal seperti ini tidak pernah terjadi pada aliran-aliran sesat lain sebelumnya, dari sejak zaman Rasulullah Saw." (Sekte Berdarah…hal 167)
Sanggahan terhadap pernyataan Idahram di atas dari beberapa sisi,

Pertama : Tentunya setiap orang yang waras dan matanya masih belum rabun mengetahui bahwasanya ini jelas-jelas merupakan kedustaan. Apakah para ulama salafy wahabi (bahkan demikian juga penduduk awam salafy wahabi) hobinya gundul??, kemana-kemana selalu menampakkan kegundulan mereka??!!.

Demikian juga para pendukung dakwah salafy wahabi di Indonesia apakah semuanya berkepala plontos??!. Apakah ada satu saja dari sekian banyak pendukung dakwah salafy wahabi yang berpemahaman demikian??!!.

Kedua : Justru pernyataan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa "ciri khas kaum khawarij berkepala plontos" merupakan dalil yang sangat kuat bahwasanya kaum salafy wahabi bukanlah khawarij. Karena tidak seorangpun dari mereka yang hobi plontos !!!.

Sungguh Idahram terlalu memaksa-maksakan agar kaum salafy wahabi harus menjadi khawarij, sehingga seluruh sifat-sifat khawarij yang disebutkan Nabi harus sepadan dengan ciri-ciri kaum wahabi.

Ketiga : Idahram telah melakukan tipu muslihat, dengan memotong perkataan ulama.

Untuk menguatkan pernyataan bahwa ciri-ciri khawarij salafy wahabi adalah plontos maka Idahram menukil dari salah seorang pengikut dakwah Salafy Wahabi, Idahram berkata,
((Abdul Aziz ibnu Humaid, salah seorang dari keturunan pendiri Salafy Wahabi (Muhammad bin Abdul Wahab) mengakui kenyataan itu. Ia mengatakan : 
فالذي تدل على الأحاديث ، النهي عن حلق بعض وترك بعض، فأما تركه كله فلا بأس به، إذا أكرمه الإنسان كما دلت عليه السنة النبوية. وأما حديث كليب ، فهو يدل على الأمر بالحلق عند دخوله في الإسلام إن صح الحديث .... لأن ترك الحلق ليس منهيا عنه، وإنما نهى عنه ولي الأمر؛ لأن الحلق هو العادة عندنا، ولا يتركه إلا السفهاء عندنا، فنهى عن ذلك نهي تنزيه لا نهي تحريم سدا للذريعة؛ ولأن كفار زماننا لا يحلقون فصار في عدم الحلق تشبها بهم
"Yang ditunjukkan oleh hadis-hadis itu adalah larangan untuk menggundul sebagian kepala dan membiarkan sebagian yang lainnya. Tidak menggundul rambut secara keseluruhan pun tidak masalah, jika orang-orang memandangnya baik sebagaimana sunnah Nabi menyatakan itu. Adapun hadis Kulaib menunjuk kepada perintah gundul ketika seseorang masuk Islam, jika hadis itu shahih…Karena menggundul kepada adalah kebiasaan kami, dan tidak pernah ditinggalkan kecuali oleh orang-orang bodoh kami. Maka larangan tidak menggundul ini adalah larangan yang bersifat anjuran, bukan larangan haram, sebagai bentuk antisipasi. Sebab orang-orang kafir di zaman kami tidak menggundul kepalanya, sehingga tidak gundul itu adalah menyerupai orang-orang kafir (yang itu diharamkan)….)).
Demikian perkataan Idahram dalam bukunya hal 168-169.

Hal ini merupakan kedustaan, akan tetapi kedustaan dengan cara yang halus, sebuah tipu muslihat. Marilah kita melihat langsung teks asli (scan) dari pernyataan ulama tersebut sebagaimana termaktub dalam kitab Ad-Durar As-Saniyyah 4/152


Terjemahan yang benar dari teks aslinya adalah sebagai berikut :

"Anak-anak Keturunan Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab dan syaikh Muhammad bin Naashir ditanya tentang hukum mencukur sebagian rambut kepada, dan membiarkan sebagian yang lain?

Maka mereka menjawab : Yang ditunjukkan oleh hadits-hadits yaitu larangan mencukur sebagian rambut kepala dan membiarkan sebagian yang lain. Adapun meninggalkan rambut kepala seluruhnya (*tidak dicukur sama sekali) maka tidak mengapa jika seseorang memuliakan rambutnya, sebagaimana ditunjukkan oleh sunnah yang shahih. Dan adapun hadits Kulaib maka menunjukkan akan perintah untuk mencukur (gundul) tatkala ia masuk Islam –hal ini jika haditsnya shahih-, dan tidak menunjukan bahwa senantiasa botak adalah sunnah. Dan adapun memberi ta'ziir (hukuman) kepada orang yang tidak gundul dan mengambil hartanya maka hal ini tidak diperbolehkan, yang pelakunya (*yang menta'zir dan mengambil harta dari yang tidak gundul-pen) dilarang untuk melakukannya, karena meninggalkan mencukur rambut bukanlah perkara yang dilarang. Hanyalah yang melarang untuk meninggalkan botak yaitu waliyul amr, karena mencukur botak adalah adat kami, dan tidak ada yang meninggalkan cukur botak kecuali orang-orang yang bodoh, maka hal ini dilarang dengan larangan tanziih (*yaitu hukumnya hanya makruh) dan bukan larangan tahrim (*yaitu bukan karena haram), sebagai tindakan preventive." (Ad-Duror As-Saniyyah 4/152)

Dari sini kita mengetahui kedustaan Idahram dari dua sisi :

Pertama ; Ia menghapus perkataan yang kami garis bawahi (dalam terjemahan yang benar), padahal terjemahan tersebut menunjukkan kebalikan apa yang dituduhkan oleh Idahram. Sangat jelas bahwa mereka (keturunan Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab) dengan tegas menyatakan bahwa:

-         Selalu botak (yang merupakan ciri khas) kaum khawarij bukanlah sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
-         Orang yang memberi hukuman kepada yang tidak gundul serta mengambil hartanya, orang ini harus dicegah dan dilarang
-         Tidak gundul bukanlah perkara yang dilarang.

Mereka hanya menjelaskan bahwa kebiasaan adat mereka adalah mencukur gundul sekali-sekali, dan dalam adat mereka yang tidak mau gundul sama sekali biasanya orang bodoh. Akan tetapi ingat ini hanya berkaitan dengan adat

Kedua : Idahram menambah nukilan perkataan yang tidak dikatakan oleh mereka. Tambahan tersebut adalah :

ولأَنَّ كُفَّارَ زَمَانِنَا لاَ يَحْلقون فَصَارَ فِي عدمِ الْحلق تَشَبُّهًا بهم

"Sebab orang-orang kafir di zaman kami tidak menggundul kepalanya, sehingga tidak gundul itu adalah menyerupai orang-orang kafir (yang itu diharamkan)" (Sejarah Berdarah… hal 169)
Demikian tambahan nukilan dusta yang ditambahkan oleh Idahram.

Yang semakin menunjukkan busuknya dusta Idahram, ia lalu mengomentari tambahan dustanya ini dengan menambah kedustaan tuduhan yang lain. Ia berkata, "Perlu diingat, setiap kali mereka menyebutkan kata "kafir" atau "musyrik di zaman kami" maksudnya adalah umat Islam yang tidak mengikuti ajaran mereka" (Sejarah Berdarah… hal 169)

Metode tipu muslihat seperti ini semakin menguatkan dugaan sebagian orang bahwasanya Idahram itu adalah Abu Salafy yang suka berdusta dan menambah perkataan ulama, sebagaimana telah saya buktikan dimana Abu Salafy menambah-nambahi perkataan Imam Al-Qurthubi. (silahkan lihat kembali artikel ini "Sekali lagi : Tipu muslihat Abu Salafy CS (bag 2)")

Keempat : Tuduhan dusta yang dilontarkan Idahram kepada kaum Salafy Wahabi ternyata hanyalah kedustaan yang diwarisi oleh Idahram dari para nenek moyangnya yang gemar berdusta karena hasad dan memusuhi dakwah salafy wahabi.

Dan tuduhan tersebut pernah dibantah langsung oleh Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhaab rahimahullah. Berikut teks asli (scan) bantahan beliau rahimahullah :




Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah berkata : "Adapun pembahasan tentang hukum membotak rambut kepala dan bahwasanyya sebagian orang-orang badui yang masuk dalam agama kami mereka memerangi orang yang tidak menggundul kepalanya, dan mereka membunuh hanya karena sebab masalah "gundul" saja, dan bahwasanya barang siapa yang tidak menggundul kepalanya maka menjadi murtad??!!"

Maka jawabannya : "Ini merupakan kedustaan dan mengada-ngada atas nama kami, dan orang yang melakukan ini (*membunuh orang hanya karena tidak gundul) tidaklah beriman kepada Allah dan hari akhirat. Karena kekufuran dan kemurtadan hanyalah timbul karena sikap mengingkari perkara-perkara agama islam yang telah diketahui secara darurat (*yaitu sangat jelas dan diketahui oleh semua orang-pen). Dan macam-macam bentuk kekufuran dan kemurtadan baik berupa perkataan maupun perbuatan telah diketahui oleh para ulama, dan tidak gundul bukanlah termasuk dari macam-macam bentuk kekafiran. Bahkan kami tidak mengatakan bahwa menggundul adalah sunnah, apalagi sampai wajib, apalagi sampai kalau ditinggalkan menjadi murtad dari Islam !!!



Dan yang dilarang oleh sunnah adalah al-qoza', yaitu menggundul sebagian kepala dan membiarkan sebagian yang lain. Inilah yang kita dilarang melakukannya dan kita akan memberi pelajaran kepada pelakunya. Akan tetapi orang-orang bodoh yang datang kepada kalian tidak bisa membedakan tentang macam-macam kekufuran dan kemurtadan. Dan banyak diantara mereka tidak memiliki tujuan kecuali merampas harta. Kami sama sekali tidak memerintahkan seorangpun dari para gubernur/pemimpin untuk memerangi orang yang tidak menggundul kepalanya. Akan tetapi kami memerintahkan mereka untuk memerangi orang yang berbuat kesyirikan kepada Allah dan enggan untuk mentauhidkan Allah, serta enggan untuk menjalankan syari'at seperti sholat, membayar zakat, puasa di bulan Ramadan.

Jika mereka menyelisihi hal ini dan perbuatan mereka sampai kepada kami maka kami tidak menyetujui mereka akan hal ini, dan kami berlepas diri kepada Allah dari perbuatan mereka, dan kami akan memberi pelajaran kepada mereka sesuai kadar kriminal mereka dengan idzin dan kekuatan Allah" (Ad-Duror As-Saniyyah 10/275-276)

KETIGA : Ciri-Ciri Khawarij Salafy Wahabi : Celana Gantung

Untuk menunjukkan bahwa ciri-ciri khawarij adalah bercelana gantung maka idahram membawakan sebuah hadits yang panjang yang diriwayatkan dari sahabat Abu Barzah Al-Aslamiy radhiallahu 'anhu. Idahram berkata :
أُتِيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِدَنَانِيرَ فَكَانَ يَقْسِمُهَا وَعِنْدَهُ رَجُلٌ أَسْوَدُ مَطْمُومُ الشَّعْرِ عَلَيْهِ ثَوْبَانِ أَبْيَضَانِ – وفي رواية الحاكم في المستدرك على الصحيحين فيها زيادة "رَجُلٌ مُقَلِّصُ الثِّيَابِ ذُوْ سيْمَاءٍ- بَيْنَ عَيْنَيْهِ أَثَرُ السُّجُودِ فَتَعَرَّضَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَاهُ مِنْ قِبَلِ وَجْهِهِ فَلَمْ يُعْطِهِ شَيْئًا ثُمَّ أَتَاهُ مِنْ خَلْفِهِ فَلَمْ يُعْطِهِ شَيْئًا فَقَالَ وَاللَّهِ يَا مُحَمَّدُ مَا عَدَلْتَ مُنْذُ الْيَوْمَ فِي الْقِسْمَةِ فَغَضِبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَضَبًا شَدِيدًا ثُمَّ قَالَ وَاللَّهِ لَا تَجِدُونَ بَعْدِي أَحَدًا أَعْدَلَ عَلَيْكُمْ مِنِّي قَالَهَا ثَلَاثًا ثُمَّ قَالَ يَخْرُجُ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ رِجَالٌ كَانَ هَذَا مِنْهُمْ هَدْيُهُمْ هَكَذَا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ لَا يَرْجِعُونَ إِلَيْهِ وَوَضَعَ يَدَهُ عَلَى صَدْرِهِ سِيمَاهُمْ التَّحْلِيقُ لَا يَزَالُونَ يَخْرُجُونَ حَتَّى يَخْرُجَ آخِرُهُمْ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوهُمْ قَالَهَا ثَلَاثًا شَرُّ الْخَلْقِ وَالْخَلِيقَةِ" (رواه البخاري ومسلم والنسائي وأحمد وابن أبي شيبة والطيالسي والحاكم وغيرهم)
"Rasulullah Saw. diberikan sekumpulan dinar (ghanimah), lalu beliau membagikannya. Di dekatnya ada seorang lelaki hitam mengenakan pakaian putih-putih –pada riwayat al-Hakim dalam kitab al-Mustadrok 'ala as-Shahihain ada penambahan kalimat "seorang lelaki berpakaian menggantung dan memiliki ciri khas- dan diantara kedua matanya ada bekas sujud. Lelaki itu menghadang Rasulullah Saw. dengan mendatanginya dari arah depan, Namun Rasulullah Saw. tidak memberi sesuatu kepadanya. Kemudian lelaki itu mendatanginya dari arah belakang, namun Rasulullah Saw. juga tidak memberikannya sesuatu. Lantas lelaki itu berkata, "Demi Allah, hai Muhammad, engkau tidak berlaku adil sejak hari ini dalam membagikan (ghanimah)". Rasulullah Saw. marah sekali, lalu bersabda, "Demi Allah, tidak akan kalian jumpai setelahku orang yang lebih adil daripadaku terhadap kalian.", beliau mengucapkan itu tiga kali. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda, Akan keluar dari timur orang-orang yang mana lelaki ini bagian dari mereka dan seperti itulah penampilan mereka. Mereka membaca Al-Qur'an namun tidak sampai melewati pangkal tenggorokannya. Mereka keluar dari agama Islam seperti anak panah tembus dari (badan) binatang buruannya, tidak pernah bisa kembali lagi –Rasulullah Saw. mengelus dadanya, lalu melanjutkan- cirri-ciri mereka adalah plontos. Mereka masih saja muncul sampai muncul orang-orang mereka yang paling akhir. Jika kalian mendapati mereka, maka bunuhlah mereka –Rasulullah Saw. mengucapkan itu tiga kali-, mereka adalah seburuk-buruk makhluk" (HR. Bukhari, Muslim, Nasai, Ahmad, Ibnu Abi Syaibah, At-Thayalisi, al-Hakim, dan lainnya), demikian penukilan hadiys Nabi oleh Idahram dalam bukunya Sejarah Berdarah… hal 165-167.

Idahram berkata, "Berpakaian menggantung (muqallish ats-tsiyaab). Beginilah diantara ciri-ciri yang Rasulullah Saw. sampaikan tentang mereka. Apakah salafi Wahabi seperti itu mewajibkan celana nggantung?. Pembaca budiman pasti sudah mengetahui jawabannya. Celana di atas tumit itu tidak buruk –paling tidak untuk menghindari dari terkena najis atau kotoran- akan tetapi bukan suatu kemestian. Asal jangan berlebih-lebihan hingga –maaf- seperti tukang pacul atau celana hawai di pantai karena terlalu menggantung. Yah, yang wajar-wajar saja. Sebab, Nabi Saw. sendiri juga mempersilakan Abu Bakar untuk memanjangkan pakaiannya sebagaimana terdapat dalam hadits shahih" (Sejarah Berdarah…hal 169).

Sanggahan terhadap igauan Idahram ini dari beberapa sisi :

Pertama : Kesalahan Idahram dengan menyandarkan hadits di atas kepada Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim, karena kedua Imam tersebut tidak meriwayatkan hadits di atas. Tentunya ini merupakan tipu muslihat, sehingga mengesankan kepada para pembaca bahwa hadits ini jelas sangat shahih mengingat dikeluarkan oleh Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim. Akan tetapi kenyataannya tidak demikian.

Kedua : Hadits ini ternyata sanadnya lemah. Karena dalam sanadnya ada seorang perawi yang bernama Syariik bin Syihab, dan ia adalah seorang yang majhul. Akan tetapi sebagian ulama menghasankan hadits ini atau menyatakan sebagai hadits shahih lighoirihi karena syawahid.

Ketiga : Tambahan riwayat dalam Mustadrok Al-Haakim "مقلص الثياب" ternyata bukan dari hadits Abu Barzah Al-Aslami, akan tetapi dari hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa'id Al-Khudri. Hal ini menunjukkan kurang telitinya Idahram dalam mentakhrij hadits.

Keempat : Hadits-hadits Abu Barzah Al-Asalmi, dan juga hadits Abu Sa'id Al-Khudri menceritakan tentang kisah Dzul Khuwashiroh yang protes terhadap pembagian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang ia anggap tidak adil.

Akan tetapi yang perlu dicamkan bahwasanya tidak semua sifat-sifat yang dimiliki oleh Dzul Khuwaishiroh lantas menjadi ciri-ciri khas kaum khawarij. Ciri-ciri khas fisik kaum khawarij adalah sifat-sifat yang disebutkan oleh Nabi merupakan alamat khawarij, seperti kepala plontos sebagaimana telah lalu. Dimana Nabi menegaskan dalam sabdanya سِيمَاهُمْ التَّحْلِيقُ "ciri-ciri mereka adalah gundul":

Karena kalau semua sifat yang disebutkan tentang Dzul Khuwaishiroh dianggap merupakan ciri khusus kaum khawarij maka ada beberapa sifat baik yang dimiliki oleh khawarij. Misalnya mereka sholat, sehingga hal inilah yang membuat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mencegah Kholid bin Al-Waliid untuk  memenggal leher Dzul Khuwaishiroh.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa'id Al-Khudry, ia berkata :

فَقَامَ رَجُلٌ غَائِرُ العَيْنَيْنِ، مُشْرِفُ الوَجْنَتَيْنِ، نَاشِزُ الجَبْهَةِ، كَثُّ اللِّحْيَةِ، مَحْلُوقُ الرَّأْسِ، مُشَمَّرُ الإِزَارِ، فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ اتَّقِ اللَّهَ، قَالَ: «وَيْلَكَ، أَوَلَسْتُ أَحَقَّ أَهْلِ الأَرْضِ أَنْ يَتَّقِيَ اللَّهَ» قَالَ: ثُمَّ وَلَّى الرَّجُلُ، قَالَ خَالِدُ بْنُ الوَلِيدِ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَلاَ أَضْرِبُ عُنُقَهُ؟ قَالَ: «لاَ، لَعَلَّهُ أَنْ يَكُونَ يُصَلِّي» فَقَالَ خَالِدٌ: وَكَمْ مِنْ مُصَلٍّ يَقُولُ بِلِسَانِهِ مَا لَيْسَ فِي قَلْبِهِ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنِّي لَمْ أُومَرْ أَنْ أَنْقُبَ عَنْ قُلُوبِ النَّاسِ وَلاَ أَشُقَّ بُطُونَهُمْ» قَالَ: ثُمَّ نَظَرَ إِلَيْهِ وَهُوَ مُقَفٍّ، فَقَالَ: «إِنَّهُ يَخْرُجُ مِنْ ضِئْضِئِ هَذَا قَوْمٌ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ رَطْبًا، لاَ يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ، يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ»
"Maka berdirilah seseorang yang matanya mencengkung ke dalam, kedua tulang pipinya menonjol, jidatnya maju, jenggotnya tebal, kepalanya botak, menggulungkan sarungnya, lalu ia berkata, "Wahai Rasulullah, bertakwalah engkau kepada Allah !!". Nabi berkata, "Celaka engkau, bukankah aku adalah penduduk bumi yang paling pantas untuk bertakwa kepada Allah??". Lalu orang itupun pergi, maka Kholid bin Al-Waliid berkata, "Wahai Rasulullah apakah boleh aku memenggal lehernya?", Nabi menjawab, "Jangan, siapa tahu ia sholat". Kholid berkata, "Betapa banyak orang yang sholat mengucapkan di lisannya apa yang tidak ada di hatinya". Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, "Aku tidak diperintahkan untuk memeriksa hati-hati orang dan tidak diperintah untuk membelah perut mereka". Lalu Nabi melihat kepada orang tersebut dan orang tersebut dalam keadaan berjalan pergi, lalu Nabi berkata, "Akan keluar dari keturunan orang ini sebuah kaum yang membaca Al-Qur'an dalam keadaan basah (*yaitu senantasa lidah mereka basah membaca al-qur'an) akan tetapi tidak melewati kerongongan mereka, mereka keluar dari agama sebagaimana keluarnya anak panah dari (jasad) binatang buruannya" (HR Al-Bukhari no 4351 dan Muslim no 1064)

Dalam hadits-hadits tentang Dzul Khuwaishiroh ada beberapa sifat-sifat baik yang dimiliki olehnya, diataranya, ia adalah seorang yang sholat, yang semakin menunjukkan akan sholatnya adalah ada tanda bekas sujud diantara kedua matanya.

Lantas apakah sifat-sifat ini merupakan ciri khas khawarij? Tentu tidak, bahkan ini merupakan ciri-ciri yang baik. Apakah jika ada orang yang jidatnya hitam karena sering sujud dikatakan memiliki ciri khawarij?. Bukankah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berjenggot tebal??

Kelima : Jika setiap sifat yang disebutkan tentang Dzul Khuwaisiroh nenek moyang khawarij ini dijadikan ciri khusus khawarij maka tentunya kita akan mengatakan, diantara ciri-ciri khusus khawarij adalah jidatnya tinggi, matanya cekung ke dalam, tulang pipinya menonjol. Jika perkaranya demikian maka tentu tidak semua kaum khawarij yang diperangi Ali adalah khawarij, karena tentunya tidak semua memiliki sifat wajah seperti ini.

Keenam : Sifat-sifat tersebut adalah sifat-sifat yang dilihat oleh para sahabat yang meriwayatkan hadits yang menyaksikan kejadiannya langsung, dan bukan sifat-sifat yang disebutkan oleh Nabi tentang khawarij. Lain halnya dengan sifat "gundul" maka itu disebutkan khusus oleh Nabi tentang khawarij

Ketujuh : Dalam lafal-lafal hadits tidak disebutkan celana gantung, akan tetapi disebutkan مُقَلِّصُ الثِّيَابِ (yaitu baju) atau مُشَمَّرُ الإِزَارِ (yiatu menggulung/menaikan sarung). Jika perkaranya demikian maka setiap orang yang memakai sarung yang dinaikan maka ia telah memiliki sifat khawarij.

Kedelapan : Menaikkan atau celana gantung merupakan perkara yang terpuji selama tidak berlebihan. Bahkan diantara sunnah Nabi adalah mengangkat celana atau sarung hingga tengah betis.

عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِي قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ :"إِزَارُ الْمُسْلِمِ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ, وَلا حَرَج - أَوْ وَلا جُنَاح – فِيْمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْكَعْبَيْنِ, فَمَا كَانَ أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ فَهُوَ فِي النَّارِ, مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ بَطَرًا لَمْ يَنْظُرِ اللهُ إِلَيْهِ

Dari Abu Said Al-Khudri berkata, "Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam bersabda: Sarung seorang muslim hingga tengah betis dan tidak mengapa jika di antara tengah betis hingga mata kaki. Segala (kain)  yang di bawah mata kaki maka (tempatnya) di neraka.  Barang siapa yang menyeret sarungnya (di tanah-pent) karena sombong maka Allah tidak melihatnya." (HR. Abu Daud no: 4093, Malik no: 1699, Ibnu Majah no: 3640.  Hadits ini dishahihkan oleh Imam Nawawi dalam Riyadus Shalihin,  Syaikh Albani dan Syaikh Syu'aib Al-Arnauth)

Lantas Nabi shallalahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat celana atau sarung mereka nggantung, apakah lantas dikatakan mereka adalah khawarij???. (Untuk lebih luas tentang masalah ini silahkan baca kembali artikel ini "ISBAL ?? NO !! Apa sih susahnya? wong tinggal ninggikan celana sedikit? Kan, masih tetap keren?")



KEEMPAT : Ciri Khas Khawarij : Mereka Keluar Dalam Perpecahan Manusia

Idahram berkata, "Mereka keluar dalam perpecahan manusia". Sejarah mencatat bahwa ajaran Muhammad bin Abdil Wahab muncul ketika umat Islam sedang terpecah-belah akibat penjajahan bangsa barat terhadap dunia islam" (Sejarah Berdarah Sekte Salafy Wahabi hal 170)

Igauan Idahram ini menyelisihi penafsiran yang ditunjukkan oleh lafal-lafal hadits dalam riwayat-riwayat yang lain.

Kesimpulan ciri yang disebutkan oleh Idahram diambil dari lafal dalam hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam يَخْرُجُوْنَ فِي فُرْقَةٍ مِنَ النَّاسِ "Mereka keluar tatkala terjadi perpecahan diantara manusia"

Apakah yang dimaksud dengan perpecahan ini adalah sebagaimana yang diigaukan oleh Idahram "ketika umat Islam sedang terpecah-belah akibat penjajahan bangsa barat terhadap dunia islam"??. Jawabannya adalah tidak, Al-Imam An-Nawawi berkata :


"Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam "يَخْرُجُوْنَ عَلَى حين فرقة من الناس", para ulama memberi harokat dalam as-Shahih dengan dua model, yang pertama "حِيْنِ فُرْقَةٍ" yaitu "pada waktu terjadinya perpecahan manusia", yaitu perpecahan yang terjadi diantara kaum muslimin, yaitu perpecahan yang terjadi antara Ali dan Mu'awiyah –semoga Allah meridhoi mereka berdua-.

Dan yang kedua "خَيْرِ فِرْقَةٍ" yaitu mereka khawarij keluar dari kelompok yang terbaik diantara dua kelompok. Akan tetapi pengharokatan yang pertama lebih masyhur dan lebih banyak. Dan ini dikuatkan dengan sebuah riwayat setelah riwayat ini "يخرجون في فُرْقَةٍ من الناس" yaitu dengan mendommah huruf faa' فُرْقَةٍ tanpa ada khilaf" (Al-Minhaaj Syarh Shahih Muslim 7/166)

Al-Hafiz Ibnu Hajar mendukung penafsiran yang pertama karena adanya riwayat-riwayat yang lain yang menunjukkan akan hal itu. Diantara riwayat-riwayat lain yang beliau sebutkan adalah;

Pertama ; Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam

تَمْرُقُ مَارِقَةٌ عِنْدَ فُرْقَةٍ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ يَقْتُلُهُمْ أَوْلَى الطَّائِفَتَيْنِ بِالْحَقِّ

"Muncul khawarij tatkala perpecahan diantara kaum muslimin, mereka dibunuh oleh salah satu dari dua kelompok kaum muslimin yang lebih utama kepada kebenaran"

Maksud Nabi yaitu Khawarij muncul tatkala terjadi perpecahan diantara dua kelompok, yaitu kelompok Ali dan kelompok Mu'awiyah, lalu khawarij diperangi dan dibunuh oleh kelompok Ali, yang merupakan kelompok yang lebih mendekati kebenaran dari pada kelompok Mu'awiyah.

Kedua : Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam riwayat yang lain

يَكُوْنُ فِي أُمَّتِي فِرْقَتَانِ فَيَخْرُجُ مِنْ بَيْنِهِمَا طَائِفَةٌ مَارِقَةٌ يَلِي قَتْلَهُمْ أَوْلاَهُمْ بِالْحَقِّ

"Akan ada di umatku dua kelompok, maka keluarlah diantara kedua kelompok tersebut sebuah kelompok khawarij, dan mereka akan diperangi oleh kelompok yang lebih utama kepada kebenaran"

Ketiga : Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam riwayat yang lain

يَخْرُجُوْنَ فِي فُرْقَةٍ مِنَ النَّاسِ يَقْتُلُهُمْ أَدْنَى الطَّائِفَتَيْنِ إِلَى الْحَقِّ

"Mereka (khawarij) keluar pada saat perpecahan di antara manusia, dan mereka dibunuh oleh salah satu dari dua kelompok yang lebih dekat kepada kebenaran"

(Silahkan ketiga riwayat di atas, dan juga dua riwayat yang lainnya di Fathul Baari 12/295)

Dari sini kita tahu bahwasanya maksud Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits-hadits di atas adalah khawarij yang muncul di zaman Ali bin Abi Tholib radhiallahu 'anhu.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 
VI. BENARKAH KHAWARIJ MUNCUL DARI NAJD ARAB SAUDI

Idahram membawakan beberapa hadits yang –menurut persangkaannya- menunjukkan bahwa khawarij munculnya dari Najd yang ada di timur kota Madinah, yaitu daerah tempat munculnya Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab, yang ini menunjukkan bahwa yang dimaksud oleh Nabi dengan kaum khawarij adalah kaum Salafi Wahabi.

Diantara hadits-hadits yang menunjukkan bahwa Najd adalah tempat munculnya fitnah adalah:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي شَامِنَا وَفِي يَمَنِنَا قَالَ قَالُوا وَفِي نَجْدِنَا قَالَ قَالَ هُنَاكَ الزَّلَازِلُ وَالْفِتَنُ وَبِهَا يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ
Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata : Nabi pernah bersabda : “Ya Allah, berikanlah barakah kepada kami pada Syaam kami dan Yamaan kami”. Para shahabat : “Dan juga Najd kami ?”. Beliau bersabda : “Di sana muncul bencana dan fitnah. Dan di sanalah akan muncul tanduk setan. (Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1037. Diriwayatkan juga pada no. 7094 dan Muslim no. 2095)

Dalam riwayat yang lain dari Ibnu ‘Umar :

أَنَّهُ سَمِعَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَهُوَ مُسْتَقْبِلَ الْمَشْرِقِ يَقُوْلُ "أَلآ إِنَّ الْفِتْنَةَ هَهُنَا. أَلآ إِنَّ الْفِتْنَةَ هَهُنَا، مِنْ حَيْثُ يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ".

Bahwasanya ia mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam - dimana beliau waktu itu menghadap ke timur -, beliau bersabda : “Ketahuilah, sesungguhnya fitnah datang dari sini, ketahuilah sesungguhnya fitnah datang dari sini, dari arah munculnya tanduk setan” (HR Muslim no 2095)

Dalam lafadh lain:

فَقَالَ بِيَدِهِ نَحْوَ الْمَشْرِقِ "الْفِتْنَةُ هَهُنَا مِنْ حَيْثُ يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ" قالها مرتين أو ثلاثا.
"Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda dengan berisyarat dengan tangannya ke arah timur : “Fitnah itu dari sini, dari arah munculnya tanduk setan”. Beliau mengatakannya dua atau tiga kali" (HR Muslim 2905)

Dalam riwayat yang lain : يُشِيرُ بِيَدِهِ نَحْوَ الْمَشْرِقِ "Beliau memberi isyarat dengan tangannya ke arah timur" (HR Muslim 2905)

Dalam hadits yang lain menunjukkan bahwa kaum khawarij munculnya dari arah timur.

عَنْ يُسَيْرِ بْنِ عَمْرٍو، قَالَ: سَأَلْتُ سَهْلَ بْنَ حُنَيْفٍ، هَلْ سَمِعْتَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ الْخَوَارِجَ، فَقَالَ: سَمِعْتُهُ وَأَشَارَ بِيَدِهِ نَحْوَ الْمَشْرِقِ «قَوْمٌ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ بِأَلْسِنَتِهِمْ لَا يَعْدُو تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ، كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ»
Dari Yusair bin 'Amr  berkata, "Aku bertanya kepada Sahl bin Hunaif (radhiallahu 'anhu), Apakah engkau mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan tentang khawarij?". Maka Sahl berkata, "Aku mendengarnya –dan Nabi sambil mengisyaratkan tangannya ke arah timur- beliau bersabda, "Suatu kaum yang membaca Al-Qur'an dengan lisan-lisan mereka akan tetapi tidak melewati kerongkongan mereka, mereka keluar dari agama sebagaimana keluarnya anak panah dari badan hewan buruannya" (HR Muslim no 1068)

Riwayat-riwayat di atas menunjukkan bahwa akan muncul banyak fitnah dari arah timur kota Madinah, yaitu dari Najd, yaitu tempat munculnya tanduk syaitan. Dan diantara fitnah-fitnah tersebut yang datang dari timur adalah munculnya kaum khawarij.

Idahram berkesimpulan bahwa yang dimaksud dengan Najd dalam hadits di atas adalah Najd yang ada di Arab Saudi yaitu daerah sekitar kota Riyadh, tempat kelahirannya Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab. Dengan demikian berarti pantaslah jika Syaikh Muhammad bin Abdil Wahab adalah tokoh khawarij yang muncul dari arah timur kota Madinah.

Idahram berkata,
"Nabi saw. telah memberitahukan kepada umatnya bahwa kemunculan fitnah-fitnah yang menerpa umatnya berasal dari arah timur (baca : timur Madinah, yakni Najd di Saudi Arabia). Fitnah ini bukan hanya sekali, tetapi berkali-kali. Sebab, kata fitnah dalam hadits di atas menggunakan bentuk plural, yaitu fitan (fitnah-fitnah). Sejarah mencatat bahwa Musailamah ibnu Habib al-Kadzdzab, Sajah binti Al-Harits ibnu Suwaid at-Tamimah, Thalhah ibnu Khuwailid al-Asadi, dan orang-orang semisal mereka, semuanya berasal dari Najd, tanah kelahiran Muhammad ibnu Abdil Wahhab si pendiri sekte Salafy Wahabi. Bahkan para pembuat fitnah itu berasal dari kaum/kabilah yang sama dengan kabilahnya pendiri Wahabi, yaitu Bani Tamim" (Sejarah Berdarah… hal 150).
Idahram juga berkata,
"Mereka yang mengatakan bahwa Najd adalah "dataran tinggi"di Iraq, salah besar. Karena selain Iraq bukan dataran tinggi, juga karena Iraq berada di sebelah utara kota Madinah, dan tidak pernah ada nama daerah Najd di Iraq" (Sejarah Berdarah… hal 152)

SANGAAHAN

Pernyataan-pernyataan Idahram di atas adalah salah, bisa dilihat dari banyak sisi :

Pertama :  Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Najd dalam hadits di atas maka metode yang terbaik adalah dengan melihat riwayat-riwayat hadits-hadits yang lain. Karena metode menafsirkan hadits yang terbaik adalah menafsirkan hadits dengan hadits-hadits yang lain.

Jika kita kembali memperhatikan hadits di atas :

عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي شَامِنَا وَفِي يَمَنِنَا قَالَ قَالُوا وَفِي نَجْدِنَا قَالَ قَالَ هُنَاكَ الزَّلَازِلُ وَالْفِتَنُ وَبِهَا يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ

Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata : Nabi pernah bersabda : “Ya Allah, berikanlah barakah kepada kami pada Syaam kami dan Yamaan kami”. Para shahabat : “Dan juga Najd kami ?”. Beliau bersabda : “Di sana muncul bencana dan fitnah. Dan di sanalah akan muncul tanduk setan

Lantas kita bandingkan dengan riwayat yang lain sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ath-Thabaraani dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhu:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلم قال : اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي شَامِنَا، اللَّهُمَّ بَارِكْ فِي يَمَنِنَا، فَقَالَهَا مِرَاراً، فَلَمَّا كَانَ فِي الثَّالِثَةِ أَوِ الرَّابِعَةِ، قَالُوا: يَا رَسُوْلَ اللهِ! وَفِي عِرَاقِنَا؟ قَالَ: إِنّ بِهَا الزَّلاَزِلَ وَالْفِتَنَ، وَبِهَا يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ
Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Ya Allah, berikanlah barakah kepada kami pada Syaam kami dan Yamaan kami”. Beliau mengatakannya beberapa kali. Saat beliau mengatakan yang ketiga kali atau keempat, para shahabat berkata : “Wahai Rasulullah, juga pada 'Iraq kami ?”. Beliau bersabda : “Sesungguhnya di sana terdapat bencana dan fitnah. Dan di sanalah muncul tanduk setan” [Al-Mu’jamul-Kabiir, 12/384 no. 13422].

Hadits ini telah dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah, beliau telah mentakhrij hadits ini dengan menyebutkan seluruh jalan-jalan hadits ini. (Lihat Silsilah Al-Ahaadiits As-Shahihah 5/302-306, takhriij hadits no 2246)

Kedua : Dalam hadits juga disebutkan bahwa kaum khawarij keluar dari arah timur kota Madinah.

عَنْ يُسَيْرِ بْنِ عَمْرٍو، قَالَ: سَأَلْتُ سَهْلَ بْنَ حُنَيْفٍ، هَلْ سَمِعْتَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ الْخَوَارِجَ، فَقَالَ: سَمِعْتُهُ وَأَشَارَ بِيَدِهِ نَحْوَ الْمَشْرِقِ «قَوْمٌ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ بِأَلْسِنَتِهِمْ لَا يَعْدُو تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ، كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ»
Dari Yusair bin 'Amr  berkata, "Aku bertanya kepada Sahl bin Hunaif (radhiallahu 'anhu), Apakah engkau mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan tentang khawarij?". Maka Sahl berkata, "Aku mendengarnya –dan Nabi sambil mengisyaratkan tangannya ke arah timur- beliau bersabda, "Suatu kaum yang membaca Al-Qur'an dengan lisan-lisan mereka akan tetapi tidak melewati kerongkongan mereka, mereka keluar dari agama sebagaimana keluarnya anak panah tembus keluar dari badan hewan buruannya" (HR Muslim no 1068)

Rasulullah juga bersada

يَتِيهُ قَوْمٌ قِبَلَ الْمَشْرِقِ مُحَلَّقَةٌ رُءُوسُهُمْ
"Tersesat suatu kaum di arah timur, kepala-kepala mereka gundul" (HR Muslim no 1068)

Rasulullah juga bersabda,

«يَخْرُجُ نَاسٌ مِنْ قِبَلِ المَشْرِقِ، وَيَقْرَءُونَ القُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ، يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ، ثُمَّ لاَ يَعُودُونَ فِيهِ حَتَّى يَعُودَ السَّهْمُ إِلَى فُوقِهِ»، قِيلَ مَا سِيمَاهُمْ؟ قَالَ: " سِيمَاهُمْ التَّحْلِيقُ
"Akan keluar dari arah timur segolongan manusia yang membaca Al-Qur'an namun tidak sampai melewati batas kerongkongan mereka. Mereka keluar dari agama Islam seperti anak panah tembus keluar dari (badan) binatang buruannya. Mereka tidak pernah kembali sampai anak panah bisa kembali ke busurnya. Ciri-ciri mereka adalah mencukur habis rambutnya atau gundul" (HR Al-Bukhari no 7562)

Lebih jelas dalam riwayat berikut

عَنْ يُسَيْرِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ دَخَلْتُ عَلَى سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ فَقُلْتُ حَدِّثْنِي مَا سَمِعْتَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فِي الْحَرُورِيَّةِ قَالَ أُحَدِّثُكَ مَا سَمِعْتُ لَا أَزِيدُكَ عَلَيْهِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ قَوْمًا يَخْرُجُونَ مِنْ هَاهُنَا وَأَشَارَ بِيَدِهِ نَحْوَ الْعِرَاقِ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ قُلْتُ هَلْ ذَكَرَ لَهُمْ عَلَامَةً قَالَ هَذَا مَا سَمِعْتُ لَا أَزِيدُكَ عَلَيْهِ
Dari Yusair bin 'Amr  berkata, "Aku menemui Sahl bin Hunaif (radhiallahu 'anhu) lalu aku berkata, "Sampaikanlah kepadaku hadits yang engkau dengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang Haruriyah". Sahl berkata, Aku akan menyampaikan kepada engkau hadits yang aku dengar dan aku tidak akan menambah-nambahi. Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyebut suatu kaum yang keluar dari arah sini -dan Nabi mengisyaratkan tangannya ke arah Iraq- mereka membaca Al-Qur'an akan tetapi tidak melewati kerongkongan mereka, mereka keluar dari agama sebagaimana keluarnya anak panah tembus keluar dari badan hewan buruannya".

Aku (yaitu Yusair bin 'Amr) berkata, "Apakah Nabi menyebutkan suatu tanda tentang mereka?", Sahl berkata, "Ini yang aku dengar, aku tidak menambah-nambahinya" (HR Ahmad no 15977)

Sungguh benar sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ini, ternyata sejarah menyatakan bahwa kaum Khawarij keluar dan muncul di Iraq.

Ketiga : Kaedah menunjukkan bahwasanya perawi hadits lebih paham dengan apa yang dia riwayatkan, terlebih lagi jika perawi hadits tersebut sahabat atau tabi'in.

Imam Muslim meriwayatkan dalam shahihnya dari Ibnu Fudhail, ia berkata :

سَمِعْتُ سَالِمَ بْنَ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ، يَقُولُ: يَا أَهْلَ الْعِرَاقِ مَا أَسْأَلَكُمْ عَنِ الصَّغِيرَةِ، وَأَرْكَبَكُمْ لِلْكَبِيرَةِ سَمِعْتُ أَبِي عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «إِنَّ الْفِتْنَةَ تَجِيءُ مِنْ هَاهُنَا» وَأَوْمَأَ بِيَدِهِ نَحْوَ الْمَشْرِقِ «مِنْ حَيْثُ يَطْلُعُ قَرْنَا الشَّيْطَانِ» وَأَنْتُمْ يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ، وَإِنَّمَا قَتَلَ مُوسَى الَّذِي قَتَلَ، مِنْ آلِ فِرْعَوْنَ، خَطَأً فَقَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُ: {وَقَتَلْتَ نَفْسًا فَنَجَّيْنَاكَ مِنَ الْغَمِّ وَفَتَنَّاكَ فُتُونًا} [طه: 40]

Aku mendengar Salim bin ‘Abdillah bin ‘Umar berkata : “Wahai penduduk ‘Iraq, aku tidak bertanya tentang masalah kecil dan aku tidak mendorong kalian untuk masalah besar. Aku pernah mendengar ayahku, Abdullah bin ‘Umar berkata : Aku pernah mendengar Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa salam bersabda : ‘Sesungguhnya fitnah itu datang dari sini - ia menunjukkan tangannya ke arah timur - dari arah munculya dua tanduk setan’. Kalian saling menebas leher satu sama lain. Musa hanya membunuh orang yang ia bunuh yang berasal dari keluarga Fir'aun itu karena tidak sengaja. Lalu Allah 'azza wa jalla berfirman padanya : 'Dan kamu pernah membunuh seorang manusia, lalu kami selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan." (Thaahaa: 40)” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2905].

Salim bin ‘Abdillah bin ‘Umar mengecam penduduk ‘Iraaq karena fitnah yang mereka timbulkan dengan menyebut hadits kemunculan tanduk setan dari arah mereka. Ini menunjukkan bahwa Salim bin ‘Abdillah bin ‘Umar memahami arah timur yaitu arah Iraq.

Keempat : Para ulama juga memahami bahwa Iraq adalah sebelah timurnya Mekah.

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkali-kali menekankan makna "masyriq" (timur) dalam kitabnya "Fathul Bari", beliau berkata :

"Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ((Puncak kekufuran di arah timur)), …. Ini menunjukkan akan parahnya kekafiran kaum majusi, karena kerajaan Persia dan orang-orang Arab yang tunduk kepada mereka berada di arah timur kota Madinah. Mereka berada di puncak kekerasan hati, kesombongan dan keangkuhan, hingga raja mereka merobek surat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam –sebagaimana akan datang penjelasannya pada tempatnya- dan fitnah-fitnahpun berkesinambungan dari arah timur" (Fathul Baari 6/352)

Ibnu Hajar juga berkata tatkala menjelaskan tentang hadits yang diriwayatkan oleh Usamah radhiallahu 'anhu

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَشْرَفَ عَلَى أُطُمٍ مِنْ آطَامِ الْمَدِينَةِ، ثُمَّ قَالَ: «هَلْ تَرَوْنَ مَا أَرَى؟ إِنِّي لَأَرَى مَوَاقِعَ الْفِتَنِ خِلَالَ بُيُوتِكُمْ، كَمَوَاقِعِ الْقَطْرِ»

"Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melihat dari salah bangunan yang tinggi (benteng) di kota Madinah, lalu beliau berkata, "Apakah kalian melihat apa yang aku lihat?, Sesungguhnya aku benar-benar melihat tempat-tempat fitnah diantara rumah-rumah kalian, sebagaimana tempat-tempat turunnya hujan" (HR Al-Bukhari no 1878 dan Muslim no 2885)

"Hanyalah dikhususkan kota Madinah dengan hal itu (*munculnya fitnah-fintah) karena pembunuhan Utsman terjadi di Madinah, kemudian tersebarlah fitnah di negeri-negeri setelah itu. Perang Jamal, perang shiffin semuanya karena peristiwa pembunuhan Utsman. Perang di Nahrawaan disebabkan karena permasalahn tahkiim yang dilakukan di siffin. Seluruh peperangan yang terjadi di masa itu hanyalah buah dari pembunuhan Utsman atau karena sesuatu yang timbul akibat pembunuhan Utsman. Kemudian sebab utama terjadi pembunuhan Utsman adalah pencelaan terhadap para gubernur dan juga pencelaan terhadap Utsman yang telah mengangkat para gubernur tersebut. Dan yang pertama kali timbul hal itu dari Iraq, dan ia dari arah timur. (Fathul Baari 13/13)

Ibnu Hajar juga berkata


"Selain Al-Khtthoobi berkata bahwasanya penduduk daerah timur tatkala itu orang-orang kafir, maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengabarkan bahwa fitnah akan datang dari arah timur, dan terjadilah sebagaimana yang dikabarkan oleh Nabi. Fitnah yang pertama kali terjadi dari arah timur dan hal itu terjadi karena perpecahan diantara kaum muslimin, dan hal ini merupakan perkara yang disukai dan digembirai syaitan. Demikian juga bid'ah tersebar dari arah tersebut.

Al-Khottoobi berkata, "Najd dari sisi timur, barang siapa yang di kota Madinah maka Najd nya adalah padang Iraq dan sekitarnya, dan itu adalah bagian timur penduduk Madinah. Dan Najd asalnya (*dalam bahasa) adalah setiap dataran yang tinggi, hal ini berbeda dengan "ghour" karena ghour adalah dataran rendah. Dan Tihamah seluruhnya dari ghour, dan kota Mekah termasuk Tihamah" demikian perkataan Al-Khotthoobi.

Dengan demikian diketahuilah kelemahan pendapat Ad-Dawudi yang menyatakan bahwa Najd (suatu tempat) di arah Iraq, karena ia menyangka bahwa Najd adalah suatu tempat khusus tertentu, padahal bukan demikian, seluruh tempat yang tinggi ditinjau dari daerah yang setelahnya dikatakan dataran tinggi tersebut Najd dan dataran rendah ghour" (Fathul Baari 13/47)

Ibnu Hajar juga berkata,


"Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ((Keluar sekelompok manusia dari arah timur)), sebagaimana telah lalu… mereka adalah khawarij…dan awal kemunculan mereka di Iraq, dan Iraq berada di arah timur jika ditinjau dari kota Mekah Al-Musyarrofah" (Fathul Baari 13/536)

Kesimpulan dari penjelasan Ibnu Hajar diatas diantaranya :
  • Iraq merupakan timur kota Madinah

  •  Fitnah khawarij munculnya di Iraq, tatkala terpecah kaum muslimin

  • Najd artinya adalah dataran tinggi, dan ini adalah makna Najd menurut asli bahasanya.

  • Najd bukanlah nama suatu tempat khusus yang ada di Iraq, karenanya Ibnu Hajar membantah Ad-Dawudi yang menyangka ada suatu daerah yang Namanya Najd di Iraq

  • Jadi memang tidak ada nama daerah Najd di Iraq

Kelima : Dari penjelasan lalu maka kita pahami bahwasanya kata "masyriq" tidak berarti harus persis ke arah timur, akan tetapi kata "masyriq" juga mencakup arah timur laut. Karena posisi Iraq berada di arah timur laut kota Madinah.

Sebagai bukti bahwasanya kata "masyriq" mencakup arah timur laut, sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wa salam telah mengabarkan bahwa akan muncul Dajjaal dari arah timur. Rasulullah bersabda:

أَلَا إِنَّهُ فِي بَحْرِ الشَّأْمِ أَوْ بَحْرِ الْيَمَنِ، لَا بَلْ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ مَا هُوَ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ، مَا هُوَ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ، مَا هُوَ وَأَوْمَأَ بِيَدِهِ إِلَى الْمَشْرِقِ

"Ketahuilah, bahwasannya ia (Dajjaal) keluar dari laut Syaam atau laut Yaman. Tidak, bahkan ia keluar dari arah Timur. Ia dari arah Timur !, ia dari arah Timur !!”. Dan beliau mengarahkan tangannya ke Timur" (HR Muslim no. 2942).

Rasulullah juga bersabda dalam hadits yang lain yang diriwayatkan oleh Abu Hurairoh :

" يَأْتِي الْمَسِيحُ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ هِمَّتُهُ الْمَدِينَةُ حَتَّى يَنْزِلَ دُبُرَ أُحُدٍ، ثُمَّ تَصْرِفُ الْمَلَائِكَةُ وَجْهَهُ قِبَلَ الشَّامِ، وَهُنَالِكَ يَهْلِكُ "

“Al-Masiih (Ad-Dajjaal) datang dari arah Timur menuju kota Madinah dan berhenti di belakang bukit Uhud. Kemudian malaikat memalingkan mukanya ke arah Syaam dan ia binasa di sana” (HR Muslim no. 1380).

Ternyata yang dimaksud dengan arah timur tempat kemunculan dajjal adalah di daerah Khuraasaan, sebagaimana dijelaskan dalam riwayat berikut :

عَنْ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ، قَالَ: حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " الدَّجَّالُ يَخْرُجُ مِنْ أَرْضٍ بِالْمَشْرِقِ، يُقَالُ لَهَا: خُرَاسَانُ، يَتْبَعُهُ أَقْوَامٌ كَأَنَّ وُجُوهَهُمُ الْمَجَانُّ الْمُطْرَقَةُ "

dari Abu Bakr Ash-Shiddiiq, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Dajjaal akan keluar dari bumi Timur, yang bernama : Khuraasaan. Ia akan diikuti oleh beberapa kaum, dimana wajah mereka itu seperti perisai yang ditambal” (HR At-Timidzi no. 2237, Ibnu Majah no 4072, Ahmad no 12, dan Al-Hakim no 8608, dan dishahihkan oleh Al-Hakim dan disepakati oleh Adz-Dzahabi, silahkan lihat takhrij hadits ini secara luas di Silasilah Al-Ahaadiits As-Shahihah 4/165 no 1591).

Khuraasaan adalah negeri yang letaknya tidak pas di arah timur mata angin kota Madiinah, namun ia terletak di arah timur laut kota Madinah sebagaimana ‘Iraq.

Dalam hadits yang lain disebutkan bahwa Dajjal muncul dari Asbahan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda

وَإِنَّهُ يَخْرُجُ فِي يَهُودِيَّةِ أَصْبَهَانَ حَتَّى يَأْتِيَ الْمَدِينَةَ فَيَنْزِلُ فِي نَاحِيَتِهَا

"Dan sesungguhnya Dajjal akan keluar di Yahudi Asbahan hingga ia mendatangi kota Madinah, lalu iapun berhenti di pinggiran Madinah" (HR Ahmad no 24467, Ibnu Hibban no 1905 dan dishahihkan oleh Al-Haitsami dalam Majma' Az-Zawaid 7/651)

Dan semisal hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dengan lafal

يَتْبَعُ الدَّجَّالَ مِنْ يَهُودِ أَصْبَهَانَ، سَبْعُونَ أَلْفًا عَلَيْهِمُ الطَّيَالِسَةُ

"Dajjal diikuti oleh 70 ribu Yahudi Asbahan, mereka memakai thoyalisah (semacam pakaian yang diletakan di bahu)" (HR Muslim no 2944)

Al-Hafiz Ibnu Hajar berkata :

وَأَمَّا مِنْ أَيْنَ يَخْرُجُ؟ فَمِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ جَزْمًا، ثُمَّ جَاءِ فِي رِوَايَةٍ أَنَّهُ يَخْرُجُ مِنْ خُرَاسَان، أَخْرَجَ ذَلِكَ أَحْمَدُ وَالْحَاكِمُ مِنْ حَدِيْثِ أَبِي بَكْرٍ وَفِي أُخْرَى أَنَّهُ يَخْرُجُ مِنْ أَصْبَهَان أَخْرَجَهَا مُسْلِمٌ

"Adapun dari mana keluarnya Dajjal?, maka keluarnya pasti dari arah timur, kemudian dalam sebuah riwayat bahwasanya Dajjal keluar dari Khurosan, sebagaimana riwayatnya dikeluarkan oleh Imam Ahmad dan Al-Hakim dari hadits Abu Bakr As-Shiddiq, dan dalam riwayat yang lain bahwasanya Dajjaal keluar dari Ashbahaan, riwayatnya dikeluarkan oleh Muslim" (Fathul Baari 13/91)

Padahal Asbahan terletak di timur laut kota madinah, dan tidak persis ke arah timur, sebagaimana juga Iraq (tempat munculnya Khawarij), ternyata juga di timur laut Madinah dan tidak persis di arah timur, akan tetapi Nabi menyatakan dua tempat ini (Iraq dan Asbahan) adalah di masyriq (timur) kota Madinah. Perhatikan peta di bawah ini (sumber : http://maps.google.co.id/, kata kunci kufah)




Keenam : Para ahli bahasa Arab juga menyatakan bahwa Najd dalam bahasa Arab artinya dataran tinggi.

Al-Azhari (wafat 370 H) berkata

قال ابن شميل: النَّجْدُ: قفاف الأرض وصلابتها، وما غلظ منها وأشرف، والجماعة: النَّجَادُ، ولا يكون إلا قفاًّ أو صلابة من الأرض في ارتفاع مثل الجبل مُعترضاً بين يديك، يردُّ طرفك عمَّا وراءه

"Ibnu Syumail berkata, "An-Najd : Tanah kering dan keras, tanah yang keras dan tinggi. Pluralnya An-Najaad, dan tidak dikatakn An-Najd kecuali dataran kering dan keras serta tinggi, seperti gunung yang membentang dihadapanmu, ia menghalangi pandanganmu dari apa yang ada di belakangnya" (Tahdziib Al-Lughoh 10/662)

Ibnu Faaris (wafat 395 H) berkata :

وَالنَّجْدُ مُرْتَفَعٌ مِنَ الأَرْضِ

(Mu'jam Maqooyiis Al-Lughoh 4/401)

Ibnul Atsiir (wafat 606 H) berkata :

والنَّجْد : ما ارْتَفع من الأرض وهو اسمٌ خاصٌّ لما دون الحجاز ممَّا يَلي العِراق

"Dan An-Najd adalah dataran tinggi, dan ia adalah nama khusus untuk daerah setelah Hijaz (*Mekah-Madinah) ke arah Iraq" (An-Nihaayah fi Ghoriib Al-Hadiits 5/19)

Al-Fairuz Aabadi (wafat 817 H) berkata:

النَّجْدُ : ما أشْرَفَ من الأرضِ

"An-Najd adalah dataran tinggi' (Qoomuus Al-Muhiith 1/337)

Dari perkataan para Ahli bahasa Arab ini kita mengetahui dengan pasti bahwa An-Najd secara bahasa adalah dataran tinggi.

Karenanya terdapat banyak Najd di dunia ini, yang berarti dataran tinggi, sebagaimana disebutkan oleh Yaquut bin Abdillah Al-Hamawi Ar-Rumi Al-Baghdadi dalam kitabnya Mu'jam Al-Buldaan, bahwasanya ada Najd Barq, Najd Khool, Najd 'Ufr, Najd 'Uqoob, Najd Kabkab, Najd Yaman, dll (Lihat Mu'jam Al-Buldaan 5/265)

Ketujuh : Terbukti kalau Iraq memang tempat munculnya fitnah-fitnah, diantara fitnah-fitnah tersebut:
  • Terbunuhnya Al-Husain bin Ali bin Abi Thoolib di Karbala

Tatkala ada penduduk Iraq yang bertanya kepada Ibnu Umar radhiallahu 'anhu tentang hukum membunuh seekor lalat tatkala sedang ihrom, maka Ibnu Umar berkata

أَهْلُ العِرَاقِ يَسْأَلُونَ عَنِ الذُّبَابِ، وَقَدْ قَتَلُوا ابْنَ ابْنَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

"Penduduk Iraq mereka bertanya tentang (hukum membunuh) lalat, sementara mereka telah membunuh putra dari putri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam !!" (HR Al-Bukhari no 3753)
  • Munculnya Khawarij juga di Iraq, sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam :

قَوْمًا يَخْرُجُونَ مِنْ هَاهُنَا وَأَشَارَ بِيَدِهِ نَحْوَ الْعِرَاقِ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ قُلْتُ هَلْ ذَكَرَ لَهُمْ عَلَامَةً قَالَ هَذَا مَا سَمِعْتُ لَا أَزِيدُكَ عَلَيْهِ

"Suatu kaum yang keluar dari arah sini -dan Nabi mengisyaratkan tangannya ke arah Iraq- mereka membaca Al-Qur'an akan teapi tidak melewati kerongkongan mereka, mereka keluar dari agama sebagaimana keluarnya anak panah dari badan hewan buruannya".(HR Ahmad no 15977)
  • Munculnya Mukhtaar bin Abi 'Ubaid Ats-Tsaqofi yang mengaku sebagai nabi
  • Fitnahnya Al-Hajjaaj bin Yusuf Ats-Tsaqofi yang banyak menumpahkan darah kum muslimin.
  • Di Baghdad mulai munculnya fitnah Kholq Al-Qur'an, yaitu di masa Imam Ahmad, sehingga Imam Ahmad dipenjara dan disiksa. Para ulama telah sepakat bahwa aqidah Al-Qur'an adalah makhluk merupakan aqidah kufur.
  • Iraq dahulu merupakan sarangnya Syi'ah Rofidoh, bahkan hingga saat ini
  • Yang pertama kali mengingkari taqdir adalah Ma'bad Al-Juhani di Bashroh di Iraq

عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ، قَالَ: كَانَ أَوَّلَ مَنْ قَالَ فِي الْقَدَرِ بِالْبَصْرَةِ مَعْبَدٌ الْجُهَنِيُّ

Dari Yahya bin Ya'mar berkata, "Pertama kali yang menolak taqdir dalah Ma'bad Al-Juhani di Bahsroh (*salah satu kota di Iraq)" (HR Muslim no 1)

  • Fitnah Mu'tazilah
  • Fitnah Murji'ah juga pertama kali muncul di Iraq
  • Dan di Iraqlah mengalir darah-darah kaum muslimin yang terbunuh oleh bala tentara kaum Tatar

Mahmuud Syukriy Al-Aaluusiy Al-‘Iraaqiy rahimahullah berkata :

 “Bukan perkara yang mengherankan bahwa negeri ‘Iraq sumber setiap fitnah dan bencana. Kaum muslimin di sana senantiasa ditimpa musibah demi musibah. Orang-orang Haruuraa’ (Khawaarij) dan apa yang mereka lakukan terhadap Islam tidaklah samar lagi (akan kerusakannya). Begitu juga dengan fitnah Jahmiyyah yang telah dikafirkan mayoritas ulama salaf, hanya keluar dan lahir dari bumi ‘Iraq. Mu’tazillah dan apa yang mereka katakan kepada Al-Hasan Al-Bashriy serta lima pokok keyakinan mereka yang masyhur yang menyelisihi Ahlus-Sunnah, dan ahlul-bid’ah dari kalangan Shufiyyah yang berpendapat akan adanya fanaa’ dalam tauhid ar-rububiyyah yang bermaksud menggugurkan beban perintah dan larangan; juga muncul di Bashrah (‘Iraq). Lalu Raafidlah dan Syi’ah serta apa yang terdapat pada mereka dari sikap ghulluw (berlebih-lebihan) terhadap ahlul-bait, perkataan buruk mereka terhadap Al-Imaam ‘Aliy dan seluruh imam-imam, serta caci-maki mereka terhadap para pembesar shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam; maka semuanya ini ma’ruuf lagi tersiar” (Ghayaatul-Amaaniy, 2/180).

Kedelapan : Jika kita membaca tentang sejarah Islam tentang fitnah-fitnah yang terjadi di dunia Islam, kita akan dapati daerah Najd Arab Saudi jauh dari tempat-tempat munculnya fitnah. Di zaman para sahabat –terutama zaman dua khalifah, Utsman dan Ali bin Abi Tholib-, muncul banyak fitnah, dan semua fitnah muncul di Iraq, Syam, dan Mesir. Tidak ada fitnah yang lebih besar dari terbunuhnya Umar bin Al-Khotthob, Utsman bin'Affan, dan Ali bin Abi Tholib. Termasuk fitnah yang besar adalah peperangan yang terjadi antara Ali dan Mu'awiyah, demikian juga perang jamal, juga perang antara Ali dan Khawarij. Dan jika kita mengecek sejarah Islam dari zaman para sahabat hingga saat ini maka kita akan dapati kebanyakan fitnah besar yang timbul adalah di daerah Iraq, Mesir dan Syam, tidak kita dapatkan hal tersebut terjadi di Najd Arab Saudi.

Kesembilan : Kalaupun seandainya dakwah salafiyah (dakwah salafi wahabi) yang ada sekarang adalah dakwah yang sesat, maka apakah fitnahnya lebih besar dibandingkan dengan fitnah ilhad, kristenisasi, kefasikan, dan kefujuran yang muncul sekarang di negeri-negeri yang lain selain di Najd Arab Saudi??. Apakah pantas kita memvonis bahwa hadits-hadits tentang munculnya fitnah-fitnah itu adalah di Najd Arab Saudi??, sementara negeri-negeri lain tenggelam dalam tersebarnya kekufuran, liberalisme, kefasikan, kristenisasi, dll??!!

Jika memang dakwah Salafy Wahabi dianggap sesat, maka tidak bisa dipungkiri, bahwasanya aqidah-aqidah yang rusak dari firqoh-firqoh yang sesat banyak muncul di negeri-negeri Islam, tidak sebanding dengan dakwah Salaf Wahabi

Terlebih lagi suku kata "fitnah" seringnya digunakan untuk mengungkapkan terjadinya pertumpahan darah dan peperangan, maka apakah telah terjadi perang besar-besaran dan pertumpahan darah besar-besaran di Najd Arab Saudi bila dibandingkan pertumpahan darah dan peperangan yang sering terjadi di Iraq??!!. Kita tidak mengingkari adanya peperangan kecil-kecilan yang terjadi di Najd Arab Saudi terutama di zaman Raja Abdul Aziz, akan tetapi itu merupakan hal yang wajar, dan semua negara mengalami hal seperti ini.

Tatkala mengomentari hadits tentang munculnya tanduk syaitan dari arah timur, maka Ibnu Abdil Barr berkata :


"Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengabarkan tentang datangnya fitnah-fitnah dari arah timur, dan demikianlah kebanyakan fitnah muculnya dari timur dan terjadi di timur, seperti perang jamal, perang sifin, terbunuhnya Al-Husai, dan fitnah-fitnah yang lainnya yang panjang jika diceritakan, yaitu fitnah-fitnah yang terjadi setelah itu di Iraq dan Khurosan hingga hari ini. Memang terjadi fitnah-fitnah di negeri-negeri Islam, akan tetapi fitnah yang terjadi di timur selalu lebih banyak" (At-Tamhiid 17/12)

Kesepuluh : Munculnya fitnah di suatu tempat, tidaklah melazimkan rusaknya aqidah di tempat tersebut.

Dari Usamah radhiallahu 'anhu

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَشْرَفَ عَلَى أُطُمٍ مِنْ آطَامِ الْمَدِينَةِ، ثُمَّ قَالَ: «هَلْ تَرَوْنَ مَا أَرَى؟ إِنِّي لَأَرَى مَوَاقِعَ الْفِتَنِ خِلَالَ بُيُوتِكُمْ، كَمَوَاقِعِ الْقَطْرِ»

"Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melihat dari salah satu bangunan yang tinggi (benteng) di kota Madinah, lalu beliau berkata, "Apakah kalian melihat apa yang aku lihat?, Sesungguhnya aku benar-benar melihat tempat-tempat fitnah diantara rumah-rumah kalian, sebagaimana tempat-tempat turunnya hujan" (HR Al-Bukhari no 1878 dan Muslim no 2885)

Bahkan dalam hadits ini Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyamakan fitnah yang terjadi di kota Madinah ibarat tempat-tempat jatuhnya air hujan. Kesamaannya dari sisi banyaknya fitnah tersebut dan juga tersebarnya fitnah tersebut (lihat penjelasan Imam An-Nawawi di Syarh Shahih Muslim 18/7-8).

Lantas apakah terjadinya fitnah-fitnah di kota Madinah menunjukkan akan rusaknya aqidah penduduk kota Madinah??!!

Kesebelas : Kalaupun hadits-hadits tentang fitnah menunjukkan akan rusaknya aqidah secara umum maka hal ini tidaklah menunjukkan bahwa rusaknya aqidah tersebut akan secara terus menerus dan berkesinambungan.

Penduduk Najd Arab Saudi sebelum datangnya Nabi adalah kaum musyrikin sebagaimana penduduk daerah-daerah yang lain, dan setelah wafatnya Nabi shallallahu 'alahi wa sallam sebagian penduduk Najd Arab Saudi menjadi kafir dan mengikuti Musailamah Al-Kadzdzab. Dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab baru berumur kurang lebih dua abad, lantas bukankah sebelum munculnya dakwah wahabi di Najd maka penduduk Najd sama seperti penduduk daerah-daerah yang lainnya. Dan menurut para penentang dakwah wahabi bahwasanya penduduk Najd -dari zaman tewasnya Musailamah hingga munculnya dakwah wahabi- semuanya dalam keadaan di atas petunjuk dan terbebaskan dari fitnah. Jika perkaranya demikian, maka apakah mereka tetap nekat memvonis hadits-hadits fitnah kepada kota Najd Arab Saudi??!!

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

VII. IDAHRAM MENGKAFIRKAN KAUM SALAFI WAHABI!!

Saya jadi bingung, sebenarnya yang suka mengkafirkan itu kaum salafy atauhkah idahram??!!, yang khawarij yang mana?, kaum wahabi ataukah idahram??!!

Idahram berkata, ((Mereka "keluar dari agama Islam seperti anak panah yang tembus keluar". Mereka dihukumi oleh Nabi Saw. sebagai orang yang telah keluar dari agama Islam (murtad) dan tidak pernah kembali lagi seperti tidak pernah kembalinya anak panah yang tembus keluar dari badan binatang buruannya. Hal itu diantaranya karena penyimpangan aqidah mereka dalam (*1) tajsim (menganggap Allah Swt. memiliki badan dan anggota tubuh) dan (*2) tasybiih (menyerupakan Allah Swt. dengan makhluk), juga disebabkan perilaku mereka yang buruk terhadap umat Islam, seperti ; (*3) takfir (mengkafirkan), tabdii' (membid'ahkan), menganggap diri paling benar, menjaga jarak dan tidak mau berteman atau menegur muslim lain di luar kelompok mereka (mereka istilahkan dengan hajr al-mubtadi')"…)) (lihat Sejarah berdarah… hal 144-145).

Idahram juga berkata, "…Seperti itulah faham Salafi Wahabi yang hadir di dunia ini baru kemarin sore, yaitu baru 210 tahun yang lalu, tetapi merasa paling benar, dan mengkafirkan semuar orang yang tidak mengikuti fahamnya. Mereka berlaku demikian karena iman mereka tidak dapat melewati kerongkongan, alias hanya di mulut saja, tidak meresap ke hati dan tidak diamalkan dalam bentuk nyata. Karena itu semua mereka dihukumi oleh Rasulullah Saw. sebagai orang yang telah keluar dari agama Islam. Na'udzubillah mindzalik" (Sejarah berdarah…145-146)

Dalam konteks di atas jelas bahwa Idahram nekat menyatakan bahwa kaum wahabi murtad, dengan dalih bahwasanya kaum salafy dinyatakan murtad oleh Nabi, dan sebab pemurtadan kaum wahabi adalah karena aqidah (1) tajsim, (2) tasybih, dan (3) takfiir.

Ali bin Abi Tholib radhiallahu 'anhu Tidak Mengkafirkan Kaum Khawarij Asli Yang Ia Perangi, Lantas Idahram Nekat Mengkafirkan Kaum Salafy Wahabi??

Para ulama telah berselisih pendapat tentang kafirnya kaum khawarij yang diperangi oleh Ali Bin Abi Tholib. Sebagian ulama berpendapat bahwa mereka adalah kafir murtad, akan tetapi mayoritas ulama dan para muhaqqiq (ahli tahqiq) dari kalangan para ulama madzhab berpendapat bahwa mereka hanyalah fasiq dan tidak sampai pada derajat kafir.

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata:

لأَنَّ الْمَذْهَبَ الصَّحِيْحَ الْمُخْتَارَ الَّذِي قَالَهُ الأَكْثَرُوْنَ وَالْمُحَقِّقُوْنَ أَنَّ الْخَوَارِجَ لاَ يَكْفُرُوْنَ كَسَائِرِ أَهْلِ الْبِدَعِ
"Karena madzhab/pendapat yang benar yang terpilih yang merupakan pendapat mayoritas dan para ahli tahqiq bahwasanya khawarij tidaklah kafir sebagaimana ahlu bid'ah yang lainnya' (Al-Minhaaj syarh shahih Muslim 2/50)

Al-Haafiz Ibnu Hajar rahimahullah berkata;

قَالَ ابْنُ بَطَّال ذَهَبَ جُمْهُوْرُ الْعُلَمَاءِ إِلَى أَنَّ الْخَوَارِجَ غَيْرُ خَارِجِيْنَ عَنْ جُمْلَةِ الْمُسْلِمِيْنَ
"Ibnu Batthool berkata, "Jumhur (mayoritas) ulama berpendapat bahwa khawarij tidaklah keluar dari kaum muslimin" (Fathul Baari 12/300-301)

Ibnu Qudaamah berkata :

الْخَوَارِجُ الَّذِيْنَ يُكَفِّرُوْنَ بِالذَّنْبِ وَيُكَفِّرُوْنَ عُثْمَانَ وَعَلِيًّا وَطَلْحة وَالزُّبَيِرَ وَكَثِيْرًا مِنَ الصَّحَابَةِ وَيَسْتَحِلُّوْنَ دِمَاءَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ مَنْ خَرَجَ مَعَهُمْ فَظَاهِرُ قَوْلِ الْفُقَهَاءِ مِنْ أَصْحَابِنَا الْمُتَأَخِّرِيْنَ أَنَّهُمْ بُغَاةٌ حُكْمُهُمْ حُكْمُهُمْ وَهَذَا قَوْلُ أَبِي حَنِيْفَةَ وَالشَّافِعِي وَجُمْهُوْرُ الْفُقَهَاءِ وَكَثِيْرٌ مِنْ أَهْلِ الْحَدِيْثِ
"Khawarij yang mengkafirkan orang karena (melakukan) dosa dan mengkafirkan Utsman, Alim Tholhah, Az-Zubair dan banyak sahabat, serta menghalalkan darah kaum muslimin dan harta mereka kecuali yang keluar bersama mereka, maka dzohir dari perkataan para fuqohaa dari para ahli fiqih hanabilah mutaa'khkhirin bahwasanya mereka adalah bugoot (pemberontak), sehingga hukum khawarij sebagaimana hukum bughoot. Dan ini adalah pendapat Abu Hanifah, Syafii, dan mayoritas ahli fiqih serta pendapat banyak ahli hadits" (Al-Mughni 10/46)

Al-Khotthoobi rahimahullah berkata:

أَجْمَعُوا عَلَى أَنَّهُمْ عَلَى ضَلاَلِهِمْ مُسْلِمُوْنَ
"Mereka telah ijmak/sepakat bahwasanya meskipun khawarij di atas kesesatan akan tetapi mereka adalah kaum muslimin" (Faidul Qodiir 3/679).

Ibnu Abdil Bar rahimahullah meriwayatkan dengan sanadnya dari Ali bin Abi Tholib bahwasanya beliau tidak mengkafirkan khawarij.

أَنَّهُ سُئِلَ عَنْ أَهْلِ النَّهْرَوَانِ أَكُفَّارٌ هُمْ؟ قَالَ : مِنَ الْكُفْرِ فَرُّوْا، قِيْلَ فَمُنَافِقُوْنَ هُمْ؟ قَالَ : إِنَّ الْمُنَافِقِيْنَ لاَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ إِلاَّ قَلِيْلاَ. قِيْلَ : فَمَا هُمْ؟ قَالَ : قَوْمٌ أَصَابَتْهُمْ فِتْنَةٌ فَعَمُوْا فِيْهَا وَصَمُّوْا وَبَغَوْا عَلَيْنَا وَحَارَبُوْنَا وَقَاتَلُوْنَا فَقَتَلْنَاهُمْ


Riwayat perkataan Ali bin Abi Tholib ini banyak disebutkan oleh para ulama dalam buku-buku mereka dan dijadikan dalil oleh mereka bahwasanya khawarij tidaklah kafir, seperti Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Majmuu' syarh Al-Muhadzdzab 19/193, Ibnu Bathhool dalam syarah Shahih Al-Bukhari, 8/585, Ibnu Qudaamah Al-Hanbali dalam kitab Al-Mughni 10/46, Az-Zarqooni dalam syarh Muwattho' Al-Imam Malik 2/26, Al-Munaawi As-Syafii dalam kitab Faidul Qodiir 3/679. Ibnu Bathhool berkata tentang riwayat Ali ini : وَقَدْ رُوِيَ عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ مِنْ طُرُقٍ "Telah diriwayatkan dari Ali bin Abi Tholib dari beberapa jalan" (Syarh Shahih Al-Bukhari 8/585)

Oleh karenanya tidak kafirnya khawarij adalah pendapat Ali bin Abi Tholib dan pendapat para sahabat yang ikut dalam pasukan Ali tatkala memerangi khawarij. Karenanya Ali bin Abi Tholib tidaklah menjadikan istri-istri khawarij sebagai gonimah.

Demikianlah pendapat para sahabat dan mayoritas ulama tentang kaum khawarij yang telah diperangi oleh Ali bin Abi Tholib, kaum yang bengis yang telah disifati oleh Nabi dengan sifat-sifat yang brutal dan bodoh, serta Nabi menjanjikan ganjaran besar bagi orang-orang yang memerangi mereka. Itupun toh mereka tidak dikafirkan !!!??.

Lantas begitu beranikah Idahram kemudian mengkafirkan kaum salafi wahabi, serta memvonis mereka sebagai kaum yang murtad ?!!!. Kalaupun kaum salafy adalah khawarij sebagaimana igauan Idahram maka pendapat yang tepat mereka hanyalah fasiq dan tidak kafir??, lantas bagaimana lagi jika ternyata kaum salafy wahabi bukanlah khawarij??, bahkan membantah aqidah dan pemikiran khawarij??!!.
Argumen Idahram Akan Kafirnya Kaum Salafi Wahabi

Diantara argumentasi Idahram akan kafirnya kaum Salafi Wahabi ada tiga perkara,

(1)    Idahram menuduh kaum salafy wahabi memiliki aqidah tajsiim
(2)    Idahram menuduh kaum salafy wahabi memiliki aqidah tasybiih
(3)    Idahram menuduh kaum salafy suka mengkafirkan kaum muslimin


TAJSIIM & TASYBIIH

Tajsim dan tasybih yang merupakan kekufuran adalah jika kita mengatakan bahwa tangan Allah seperti tangan kita, wajah Allah seperti wajah kita, penglihatan Allah seperti penglihatan kita. Hal ini sebagaimana halnya jika kita mengatakan bahwa ilmu Allah seperti ilmu kita dan kekuatan Allah seperti kekuatan kita. (Lihat Syarah Al-'Aqidah At-Thohawiyah hal 53, Dar At-Ta'aarud 4/145 dan Maqoolat at-Tasybiih wa Mauqif Ahlis Sunnah minhaa 1/79)

Al-Imam Abu 'Isa At-Thirmidzi menukil perkataan Imam Ishaq bin Rohuuyah, Imam At-Thirmidzi berkata:


"Dan Ishaaq bin Ibrohim berkata ((Hanyalah merupakan tasybiih jika ia berkata : Tangan Allah seperti tangan (manusia) atau pendengaran Allah seperti pendengaran (manusia). Jika ia berkata : "Pendengaran (Allah) seperti pendengaran (manusia/makhluk)" maka inilah tasybiih.

Adapun jika ia berkata sebagaimana yang dikatakan oleh Allah : "Tangan, pendengaran, dan penglihatan Allah" dan ia tidak mengatakan bagaimananya serta tidak mengatakan bahwasanya pendengaran Allah seperti pendengaran (*makhluk)  maka hal ini bukanlah tasybiih. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam al-Quran :

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
"Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat")) (Lihat Sunan At-Thirmidzi 3/42, kitab Az-Zakaat, bab Maa Jaa a fi fadl as-Shodaqoh, dibawah hadits no 662)

Al-Imam Ahmad berkata,

مَنْ قَالَ بَصَرٌ كَبَصَرِي وَيَدٌ كَيَدِي وَقَدَمٌ كَقَدَمِي فَقَدْ شَبَّهَ اللهَ بِخَلْقِهِ
"Barangsiapa yang berkata : Penglihatan Allah seperti penglihatanku dan tangan Allah seperti tanganku, serta kaki Allah seperti kakiku maka ia telah mentasybiih (menyerupakan) Allah dengan makhlukNya" (Diriwayatkan oleh Al-Khollaal dengan sanadnya dalam kitabnya "As-Sunnah" sebagaimana telah dinukil oleh Ibnu Taimiyyah dalam Dar At-Ta'aarudl 2/32 dan Ibnul Qoyyim dalam Ijtimaa al-Juyuusy al-Islaamiyah hal 162 )

Karenanya menyatakan bahwa Allah memiliki sifat ilmu, qudroh, penglihatan, pendengaran, berbicara, akan tetapi tidak sama dengan ilmu manusia, qudroh manusia, penglihatan dan pembicaraan manusia, maka ini bukanlah tasybiih atau tajsiim, bahkan ini adalah tauhid kepada Allah. Yaitu menetapkan sifat-sifat Allah yang termaktub dalam Al-Qur'an dan Sunnah akan tetapi sifat-sifat tersebut maha tinggi dan tidak akan sama dengan sifat-sifat makhluk.

Allah berfirman :
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ (١١)
"Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat" (QS Asy-Syuuroo : 11)

Perhatikanlah dalam ayat ini, Allah menyatakan bahwa Allah Maha mendengar dan Maha Melihat, akan tetapi tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Allah, sehingga penglihatan dan pendengaran Allah tidaklah seperti penglihatan dan pendengaran manusia ataupun makhluk yang lain.

Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah tentang sifat-sifat Allah dibangun di atas mensifati Allah sesuai dengan apa yang Allah sifatkan tentang diriNya dalam Al-Qur'an atau melalui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits-haditsnya tanpa adanya (1) tahriif dan (2) ta'thiil serta tanpa (3) takyiif dan (4) tamtsiil. (lihat Al-Aqidah Al-Washithiyyah bersama syarah Kholil Harroos hal 47-48)

Tahriif secara bahasa adalah merubah atau mengganti (lihat Mu'jam Maqooyiis Al-Lughoh 2/42 dan Lisaanul 'Arob 10/387), adapun tahriif secara terminology (yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah) adalah merubah lafal-lafal nash yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah atau merubah makna dari lafal-lafal tersebut (lihat As-Showaa'iq Al-Mursalah 1/215-216)

Ta'thiil secara terminology adalah menolak sifat-sifat Allah yang datang dalam nash-nash al-Qur'an mapun hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, baik menolak sebagian sifat (sebagaimana dilakukan oleh kaum Asyaa'iroh dan Al-Maaturiidiyah) ataupun menolak seluruh sifat-sifat Allah (sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Al-Jahmiyah dan Al-Mu'tazilah)

Takyiif secara terminology adalah membagaimanakan sifat-sifat Allah, seperti menyatakan bahwa sifat Allah begini dan begitu tanpa dalil, dan tanpa menyamakan dengan makhluk (Lihat Al-Qowaa'id Al-Mutslaa beserta syarhnya Al-Mujalaa hal 206)

Adapun Tamtsiil secara terminology adalah membagaimanakan sifat Allah dengan menyamakan sifat Allah seperti sifat makhluk, seperti menyatakan bahwa tangan Allah sama seperti tangan manusia, turunnya Allah sama seperti turunnya manusia, penglihatan Allah seperti penglihatan manusia, dan seterusnya. (Lihat Al-Qowaa'id Al-Mutslaa beserta syarhnya Al-Mujalaa hal 202)

Aqidah inilah yang disepakati oleh para imam salaf umat ini. Ibnu Abdil Barr rahimahullah (salah seorang ulama besar madzhab Maliki yang wafat pada tahun 463 H) telah menukil ijmak (konsensus) ahlus sunnah atas aqidah ini. Beliau berkata dalam kitabnya yang sangat masyhuur At-Tamhiid Limaa fi Al-Muwattho' min al-Ma'aaniy wa al-Asaaniid:


"Ahlus Sunnah ijmak (berkonsensus) dalam menetapkan seluruh sifat-sifat Allah yang datang dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, dan sepakat untuk beriman kepada sifat-sifat tersebut. Adapun Ahlul Bid'ah, Jahmiyah dan Mu'tazilah seluruhnya, demikian juga kaum khawarij seluruhnya mengingkari sifat-sifat Allah, mereka tidak membawakan sifat-sifat Allah pada makna hakekatnya, dan mereka menyangka bahwasanya barang siapa yang menetapkan sifat-sifat tersebut maka ia adalah musyabbih. Mereka ini di sisi para penetap sifat-sifat Allah adalah para penolak Allah (yang disembah). Dan al-haq (kebenaran) ada pada apa yang dikatakan oleh mereka yang mengatakan sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Qur'an dan sunnah rasulNya, dan mereka adalah para imam Jama'ah, Alhamdulillah" (At-Tamhiid 7/145)

Sebagaimana hal ini juga telah disebutkan oleh Al-Imam At-Thirmidzi dalam sunannya. Imam At-Thirmidzi meriwayatkan sebuah hadits yang menyebutkan tentang sifat tangan kanan Allah, ia berkata


Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya Allah menerima sedekah dan mengambilnya dengan tangan kanannya, lalu Allah mentarbiayahnya (mengembangkannya) untuk salah seorang dari kalian sebagaimana salah seorang dari kalian mengembangkan kuda kecilnya. Sampai-sampai sesuap makanan benar-benar  menjadi seperti gunung Uhud" (HR At-Thirmidzi no 662)

Setelah meriwayatkan hadits ini lalu kemudian At-Thirmidzi berkata : 


"Telah berkata lebih dari satu dari kalangan ahli ilmu tentang hadits ini dan riwayat-riwayat hadits yang lain tentang sifat-sifat Allah, dan turunnya Allah setiap malam ke langit dunia, mereka berkata : Telah tetap riwayat-riwayat tentang sifat-sifat Allah dan diimani, tidak boleh dikhayalkan, serta tidak boleh dikatakan bagaimana sifat-sifat tersebut??(3/41)


Demikianlah diriwayatkan dari Imam Malik, Sufyan bin 'Uyainah, dan Abdullah bin Al-Mubaarok bahwasanya mereka berkata tentang hadits-hadits ini : "Tetapkan hadits-hadits tersebut tanpa membagaimanakannya". Dan demikianlah perkataan para ulama Ahlus Sunnah wal Jama'ah.

Adapun Jahmiyah maka mereka mengingkari riwayat-riwayat ini dan mereka berkata bahwasanya hal ini adalah tasybiih.


Lebih dari satu tempat dalam Al-Qur'an Allah menyebutkan : Tangan, pendengaran, dan penglihatan. Maka kaum Jahmiyah mentakwil ayat-ayat ini dan menafsirkannya dengan tafsiran yang tidak sesuai dengan tafsirang para ahli ilmu. Jahmiyah berkata, "Sesungguhnya Allah tidak menciptakan Adam dengan tanganNya", dan Jahmiyah berkata, "Makna Tangan di sini adalah kekuatan")) (demikian perkataan At-Thirmidzi dalan Sunannya 3/42)

Menetapkan sifat-sifat Allah sebagaimana lahiriyahnya tanpa mentasybih dengan sisfat-sifat makhluk merupakan aqidah para imam 4 madzhab.

Imam Abu Haniifah rahimahullah berkata :

وَلَهُ يَدٌ وَوَجْهٌ وَنَفْسٌ كَمَا ذَكَرَهُ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ، فَمَا ذَكَرَهُ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ مِنْ ذِكْرِ الْوَجْهِ وَالْيَدِ وَالنَّفْسِ فَهُوَ لَهُ صِفَاتٌ بِلاَ كَيْفَ وَلاَ يُقَالُ إِنَّ يَدَهُ قُدْرَتُهُ أَوْ نِعْمَتُهُ لِأَنَّ فِيْهِ إِبْطَالَ الصِّفَةِ وَهُوَ قَوْلُ أَهْلِ الْقَدَرِ وَالاِعْتِزَالِ وَلَكِنَّ يَدَهُ صِفَتُهُ بِلاَ كَيْفَ وَغَضَبَهُ وَرِضَاهُ صِفَتَانِ مِنْ صِفَاتِ اللهِ تَعَالَى بِلاَ كَيْفَ
"Allah memiliki tangan, wajah, dan jiwa sebagaimana yang Allah sebutkan dalam Al-Qur'an. Apa yang disebutkan oleh Allah di Al-Qur'an berupa penyebutan tentang wajah, tangan, dan jiwa maka itu adalah sifat-sifat Allah, tanpa membagaimanakannya. Dan tidak boleh dikatakan sesungguhnya tangannya adalah qudroh (kemampuan)Nya atau nikmatNya, karena hal ini menolak sifat dan ini adalah perkataan Para penolak taqdir dan kaum mu'tazilah, akan tetapi tanganNya adalah sifatNya tanpa membagaimanakannya. KemarahanNya dan keridhoanNya adalah dua sifat yang termasuk sifat-sifat Allah tanpa membagaimanakannya" (Lihat Syarh al-Fiqh al-Akbar karya Syaikh Abu al-Muntahh Ahmad bin Muhammad Al-Hanafi hal 120-122, dan juga As-Syarh Al-Muyassar li Al-Fiqh al-Akbar karya Al-Khomiis hal 42)

Imam Maalik rahimahullah tatkala ditanya tentang bagaimananya istiwaa Allah maka beliau berkata :

الاِسْتِوَاءُ غَيْرُ مَجْهُوْلٍ، وَالْكَيْفُ غَيْرُ مَعْقُوْلٍ، وَالإِيْمَانُ بِهِ وَاجِبٌ، وَالسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ
"Istiwaa diketahui (tidak dijahili maknanya), dan bagaimananya tidak bisa dipikirkan, dan mengimaninya adalah wajib, serta bertanya tentang bagaimananya adalah bid'ah" (Atsar perkataan Imam Malik ini shahih dari banyak jalan, silahkan melihat takhriij atsar ini secara detail dalam buku : "Al-Atsar Al-Masyhuur 'an Al-Imaam Maalik fi sifat Al-Istiwaa' hal 35-51, karya Syaikh Abdur Rozzaaq Al-'Abbad bisa didownload disini)

Ibnu Qudamah meriwayatkan atsar dari Imam Syafii, Ibnu Qudamah berkata :


"Yunus bin 'Abdil A'la berkata, aku mendengar Abu Abdullah Muhammad bin Idris As-Syafii tatkala ditanya tentang sifat-sifat Allah dan apa yang diimani oleh As-Syafii maka As-Syafii berkata, "Allah memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang datang dalam kitabNya (al-Qur'an) dan dikabarkan oleh NabiNya shallallahu 'alaihi wa sallam kepada umatnya, tidak boleh seorangpun dari makhluk Allah yang telah tegak hujjah kepadanya untuk menolaknya, karena Al-Qur'an telah menurunkan nama-nama dan sifat-sifat tersebut, dan telah sah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang nama-nama dan sifat-sifat tersebut sebagaimana diriwayatkan oleh para perawi yang adil (*tsiqoh/terpercaya). Jika seseorang menyelisihinya setelah tetapnya hujjah kepadanya maka ia kafir, adapaun sebelum tegaknya hujjah maka ia mendapat udzur karena kejahilan, karena ilmu tentang hal ini (*nama-nama dan sifat-sifat Allah) tidak bisa diketahui dengan akal, atau dengan pemikiran, dan kami tidak mengkafirkan seorangpun  yang jahil (tidak tahu), kecuali setelah sampai kabar tentang hal tersebut kepadanya. Kami menetapkan sifat-sifat ini dan kami menolak tasybih dari sifat-sifat tersebut sebagaimana Allah telah menolah tasybih dari diriNya" (kitab Itsbaat Sifat al-'Uluw karya Ibnu Qudamah hal 181 dan juga dalam kitab beliau Dzam at-Ta'wiil hal 21)

Ibnu Qudaamah berkata dalam kitabnya Dzam At-Takwil (hal 20)

"Abu Bakr Al-Marwadzi berkata, "Dan telah mengabarkan kepadaku Ali bin Isa bahwasanya Hambal telah menyampaikan kepada mereka, ia berkata, "Aku bertanya kepada Abu Abdillah (*Al-Imam Ahmad) tentang hadits-hadits yang diriwayatkan ((Sesungguhnya Allah turun setiap malam ke langit dunia)) dan ((Sesungguhnya Allah dilihat)), dan ((Sesungguhnya Allah meletakkan kakinya)) dan hadits-hadits yang semisal ini maka Abu Abdillah (*Al-Imam Ahmad) berkata:

"Kami beriman dengan hadits-hadits ini dan kami membenarkannya, tanpa ada bagaimanannya dan tanpa memaknakannya (*mentakwilnya) dan kami tidak menolak sedikitpun dari hadits-hadits ini, dan kami mengetahui bahwasanya apa yang datang dari Rasulullah adalah benar, jika datang dengan sanad-sanad yang shahih, dan kami tidak menolak sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan tidaklah Allah disifati lebih dari apa yang Allah sifati dirinya sendiri, atau pensifatan RasulNya tentang Allah, tanpa adanya batasan

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
"Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat"


Dan orang-orang yang mensifati (Allah) tidak akan sampai sampai kepada sifatNya (*yang sebenarnya) dan sifat-sifatNya dariNya. Kami tidak melebihi Al-Qur'an dan Hadits, maka kami mengatakan sebagaimana yang dikatakan oleh Allah, dan kami mensifati sebagaimana yang Allah sifati diriNya, kami tidak melampauinya, kami beriman kepada seluruh al-Qur'an, yang muhkam maupun yang mutasyabih, dan kami tidak menghilangkan satu sifatpun dari sifat-sifat Allah hanya karena celaan"

Demikianlah aqidah 4 imam madzhab ahlus sunnah, bahwasanya mereka menetapkan sifat-sifat Allah sebagaimana yang ditunjukkan oleh ayat-ayat dan hadits-hadits yang shahih, akan tetapi mereka menafikan tasybih dan penyamaan dengan sifat-sifat makhluk. Mereka menetapkan sifat tangan Allah akan tetapi tidak seperti tangan makhluk, demikian pula wajah Allah, sebagaimana penglihatan dan pendengaran Allah tidak seperti penglihatan dan pendengaran makhluk.

Meskipun Ahlus Sunnah menetapkan sifat-sifat Allah akan tetapi mereka menyerahkan hakikat bagaimana sifat-sifat tersebut hanya kepada Allah. Karena akal dan ilmu manusia tidak akan mampu menangkap bagaimananya hakikat sifat-sifat Allah. Allah telah berfirman

وَلا يُحِيطُونَ بِهِ عِلْمًا
"Ilmu mereka tidak dapat meliputi Nya" (QS Thoohaa : 110)

Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :

فمذهب السلف رضوان الله عليهم إثبات الصفات وإجراؤها على ظاهرها ونفي الكيفية عنها، لأن الكلام في الصفات فرعٌ عن الكلام في الذات، وإثبات الذات إثبات وجودٍ لا إثبات كيفيةٍ، فكذلك إثبات الصفات، وعلى هذا مضى السلف كلهم
"Madzhab salaf –semoga Allah meridhoi mereka- adalah menetapkan sifat-sifat Allah dan memperlakukan sifat-sifat tersebut sebagaimana dzohirnya (lahiriahnya) dan menafikan bagaimanaa hakikat sifat-sifat tersebut. Karena pembicaraan tentang sifat-sifat Allah adalah cabang dari pembicaraan tentang dzat Allah. Dan penetapan dzat Allah adalah menetapkan adanya wujudnya dzat Allah bukan menetapkan bagaimananya dzat Allah, maka demikianpula penetapan sifat-sifat Allah. Dan ini inilah madzhab para salaf seluruhnya" (Majmuu' Al-Fataawaa 4/6-7)

Hal ini berbeda dengan musyabbihah yang membagaimanakan sifat-sifat Allah atau menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk.

Kaum mu'atthilah menolak sifat-sifat Allah, ada diantara mereka yang menolak sebagian sifat seperti kaum Asyaa'iroh dan Maturidiah, dan ada diantara mereka yang menolak seluruh sifat seperti kaum Jahmiyah dan Mu'tazilah.

Mereka menganggap penetapan setiap sifat Allah melazimkan telah mentasybiih (menyerupakan) Allah dengan makhluknya. Padahal menyatakan Allah dan makhluk sama-sama memiliki pendengaran dan penglihatan bukanlah tasybiih atau tajsiim yang merupakan kekufuran, hanyalah merupakan kekufuran jika kita menyatakan bahwa penglihatan dan pendengaran Allah seperti penglihatan dan pendengaran manusia –sebagaimana telah lalu penjelasannya-.

Sampai-sampai jahmiyah dan mu'tazilah (yang menolak seluruh sifat Allah) menamakan Asyairoh sebagai musyabbihah karena telah menetapkan sebagian sifat Allah.

Diantara tuduhan Mu'attilah (para penolak sifat-sifat Allah) adalah menuduh Ahlus Sunnah sebagai Mujaasim dan Musyabbih. Hal ini telah jauh-jauh hari diingatkan oleh para ulama salaf.

Abu Zur'ah Ar-Roozi (wafat 264 H) berkata :

الْمُعَطِّلَةُ النَّافِيَةُ الَّذِيْنَ يُنْكِرُوْنَ صِفَاتِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ الَّتِي وَصَفَ بِهَا نَفْسَهُ فِي كِتَابِهِ وَعَلَى لِسَانِ نَبِيِّهِ > وَيُكَذِّبُوْنَ بِالأَخْبَارِ الصِّحَاحِ الَّتِي جَاءَتْ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ > فِي الصِّفَاتِ وَيَتَأَوَّلُوْنَهَا بَآرَائِهِمْ الْمَنْكُوْسَةِ عَلىَ مُوَافَقَةِ مَا اعْتَقَدُوْا مِنَ الضَّلاَلَةِ، وَيَنْسِبُوْنَ رُوَاتَهَا إِلَى التَّشْبِيْهِ. فَمَنْ نَسَبَ الْوَاصِفِيْنَ رَبَّهُمْ تَبَارَكَ وَتَعَالَى -بِمَا وَصَفَ بِهِ نَفْسَهُ فِي كِتَابِهِ وَعَلَى لِسَانِ نَبْيِّهِ مِنْ غَْيِر تَمْثِيْلٍ وَلاَ تَشْبِيْهٍ- إِلَى التَّشْبِيْهِ فَهُوَ مُعَطِّلٌ نَافٍ، ويُستَدَلُّ عَلَيْهِمْ بِنِسْبَتِهِمْ إِيَّاهُمْ إِلَى التَّشْبِيْهِ أَنَّهُمْ مُعَطِّلَةٌ نَافِيَةٌ، كَذلِكَ كَانَ أَهْلُ الْعِلْمِ يَقُوْلُوْنَ، مِنْهُمْ عَبْدُ اللهِ بْنُ الْمُبَارَكِ وَوَكِيْعُ بْنُ الْجَرَّاحِ
"Mu'atthilah para penolak sifat yang mengingkari sifat-sifat Allah azza wa jalla, yang Allah telah mensifati diriNya di Al-Qur'an dan melalui lisan NabiNya, dan mereka (mu'attilah) mendustakan hadits-hadits yang shahih yang datang dari Rasulullah tentang sifat-sifat, lalu mereka mentakwilnya dengan pemikiran mereka yang terbalik agar sesuai dengan keyakinan mereka yang sesat, lalu mereka menisbahkan para perawi hadits-hadits tersebut kepada tasybiih. Maka barangsiapa yang menisbahkan orang-orang yang mensifati Rob mereka tabaroka wa ta'aala dengan sifat-sifat -yang Allah mensifati dirinya di al-Qur'an dan melalui lisan Nabi Nya tanpa tamtsiil dan tasybiih- kepada tasybiih maka ia adalah seorang mu'attil yang menafikan sifat. Dan mereka (para mu'atthil) diketahui dengan sikap mereka yang menisbahkan para penetap sifat-sifat Allah kepada tasybiih. Demikianlah yang para ulama katakan, diantaranya Abdullah bin al-Mubaarok (*wafat 181 H) dan Wakii' bin Al-Jarooh (*wafat 197 H)" (Al-Hujjah fi bayaan Al-Mahajjah 1/187 dan 1/196-197)

Ishaaq bin Rohuuyah (wafat 238 H) berkata :

عَلاَمَةُ جَهْم وَأَصْحَابِهِ دَعْوَاهُمْ عَلَى أَهْلِ الْجَمَاعَةِ وَمَا أُوْلِعُوا بِهِ مِنَ الْكَذِبِ أَنَّهُمْ مُشَبِّهَةٌ، بَلْ هُمُ الْمُعَطِّلَةُ
"Tanda Jahm (bin Shofwan) dan para sahabatnya –yang gemar berdusta- adalah mereka menuduh Ahlu Sunnah wal Jamaa'ah bahwasanya mereka adalah musyabbihah. Bahkan justru merekaitulah (Jahm dan pengikutnya) mu'atthilah" (Syarh Ushuul I'tiqood Ahli as-Sunnah wa al-Jamaa'ah 2/588)

Abu Bakar Abdullah bin Az-Zubair Al-Humaidi As-Syafii (wafat 219) berkata

وَمَا نَطَقَ بِهِ الْقُرْآنُ وَالْحَدِيْثُ مِثْلُ ((وَقَالَتِ الْيَهُودُ يَدُ اللَّهِ مَغْلُولَةٌ غُلَّتْ أَيْدِيهِمْ)) وَمِثْلُ ((وَالسَّماوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ)) وَمَا أَشْبَهَ هَذَا مِنَ الْقُرْآنِ وَالْحَدِيْثِ لاَ نَزْيِدُ فِيْهِ وَلاَ نفسِّره وَنَقِفُ عَلَى مَا وَقَفَ عَلَيْهِ الْقُرآنُ وَالسُّنَّةُ وَنَقُوْل ((الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى)) وَمَنْ زَعَمَ غَيْرَ هَذَا فَهُوَ مُعَطِّلٌ جَهْمِيٌّ
"Dan apa yang diucapkan oleh Al-Qur'an dan hadits seperti,

وَقَالَتِ الْيَهُودُ يَدُ اللَّهِ مَغْلُولَةٌ غُلَّتْ أَيْدِيهِمْ
"Orang-orang Yahudi berkata: "Tangan Allah terbelenggu", Sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu" (QS Al-Maaidah : 64), dan seperti :

وَالسَّماوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ
"Dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya" (QS Az-Zumar : 67)

Dan yang semisal ayat-ayat ini dalam Al-Qur'an dan hadits, maka kami tidak menambah-nambahnya dan kami tidak menafsirkannya (*dengan takwil-takwil), dan kami berhenti sesuai diamana berhentinya Al-Qur'an dan Al-Hadits dan kami berkata,

الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
"(yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang ada di atas 'Arsy" (QS Thoohaa : 5)

Dan barang siapa yang menyangka selain dari ini maka ia adalah mu'atthil jahmiah" (Dzamm at-Takwiil 1/24)

Inilah kaum yang telah jauh-jauh diperingatkan oleh para imam kaum muslimin akan bahaya mereka.  

Ternyata idahram salah satu dari kaum tersebut !!!

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

VIII.  TAKFIR (MENGKAFIRKAN)

Diantara tuduhan idahram yang sangat keji terhadap kaum salafy wahabi bahwasanya mereka suka mengkafirkan kaum muslimin. Dan ini salah satu argumen Idahram untuk mengkafirkan kaum salafy wahabi

Padahal, perkaranya adalah sebaliknya, justru kaum wahabi yang sangat berhati-hati dalam mengkafirkan, mereka tidaklah mengkafirkan kecuali setelah terpenuhi syarat pengkafiran. Tidak seperti idahram yang membabi buta mengkafirkan kaum salafy wahabi.

Aqidah "Hobi mengkafirkan" adalah ciri kaum khawarij yang suka mengkafirkan kaum muslimin hanya karena mereka terjerumus dalam dosa besar yang tidak sampai mengeluarkan pelakunya dari Islam. Aqidah khawarij ini telah diperangi dengan keras oleh kaum Salafy Wahabi. Silahkan para pembaca sekalian membaca sebuah disertasi Dr. Muhammad Hisyaam Thoohir yang berjudul

تَقْرِيْرَاتُ أَئِمَّةِ الدَّعْوَةِ فِي مُخَالَفَةِ مَذْهَبِ الْخَوَارِجِ وَإِبْطَالِهِ

(Penjelasan dan penetapan para imam dakwah dalam menyelishi dan membatilkan madzhab khawarij)

Sebagai bukti akan kehati-hatian dan jauhnya kaum salafy wahabi dari sikap suka mengkafirkan kaum muslimin, maka berikut ini saya nukilkan perkataan dua ulama yang merupakan gembong kaum wahabi, Ibnu Taimiyyah dan Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahumallahu ta'aalaa.

Sikap Ibnu Taimiyyah terhadap takfiir

Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :

فلهذا كان أهل العلم والسنة لا يكفرون من خالفهم وإن كان ذلك المخالف يكفرهم لأن الكفر حكم شرعي فليس للإنسان أن يعاقب بمثله كمن كذب عليك وزنى بأهلك ليس لك أن تكذب عليه وتزني بأهله لأن الكذب والزنا حرام لحق الله تعالى وكذلك التكفير حق لله فلا يكفر إلا من كفره الله ورسوله وأيضا فإن تكفير الشخص المعين وجواز قتله موقوف على أن تبلغه الحجة النبوية التي يكفر من خالفها وإلا فليس كل من جهل شيئا من الدين يكفر
"Karenanya para ahlu al-ilmi dan as-sunnah tidaklah mengkafirkan orang yang menyelisihi mereka, meskipun penyelisih tersebut mengkafirkan mereka, karena kekufuran adalah hukum syar'i. Maka tidak boleh seseorag menghukum dengan balasan yang semisalnya, sebagaimana jika seseorang berdusta kepadamu dan berzina dengan istrimu maka tidak boleh engkau berdusta kepadanya dan menzinahi istrinya, karena dusta dan zina diharamkan karena hak Allah. Demikian pula halnya dengan takfir (mengkafirkan) merupakan hak Allah, maka tidaklah dikafirkan kecuali orang yang telah dikafirkan Allah dan RasulNya. Selain itu mengkafirkan seseorang tertentu dan bolehnya membunuhnya tergantung kepada sampainya hujjah nabawiyah kepadanya yang mana orang yang menyelisihinya dikafirkan, jika tidak maka tidak boleh dikafirkan seseorang yang jahil (tidak tahu) tentang sesuatu permasalahan agama" (Al-Istighootsah fi ar-Rod 'ala al-Bakry 256-257)

Ibnu Taimiyyah juga berkata ;


"Padalah –orang yang bermajelis denganku mengetahui hal ini dariku- bahwa aku selalu termasuk orang yang paling melarang untuk memvonis kekafiran, kefasikan, dan kemaksiatan kepada orang tertentu, kecuali jika diketahui bahwasanya telah tegak kepadanya hujjah risalah yang barang siapa menyelisihinya maka bisa jadi kafir atau fasiq atau 'aashi (pelaku maksiat). Dan sungguh aku menetapkan bahwasanya Allah telah mengampuni kesalahan umat ini. Dan kesalahan ini mencakup kesalahan dalam permasalahan-permasalahan khobariah berupa perkataan dan juga permasalahan-permasalahan 'ilmiyah (*seperti permasalahan aqidah). Dan para salaf berselisih dalam banyak permasalahan akan tetapi tidak seorangpun dari mereka yang mempersaksikan akan kekafiran seseorang atau kefasikan atau kemaksiatan" (Majmuu' Al-Fatawaa 3/229)

Beliau juga berkata :


"Dan yang benar dalam permasalahan ini bahwasanya sebuah perkataan/pendapat bisa jadi merupakan kekufuran sebagaimana perkataan-perkataan Jahmiyah yang berkata : "Sesungguhnya Allah tidak berbicara, tidak dilihat di akhirat", akan tetapi terkadang sebagian orang tidak mengetahui bahwasanya perkataan ini adalah kekafiran, maka diitlaq-kan pendapat dengan kafirnya pengucapnya, sebagaimana perkataan salaf : "Barangsiapa yang mengatakan al-Qur'an makhluk maka ia telah kafir, barang siapa yang mengatakan bahwasanya Allah tidak dilihat di akhirat maka ia telah kafir", dan tidaklah dikafirkan seseorang tertentu hingga ditegakkan hujjah –sebagaimana telah lalu-. Sebagaimana dengan seseorang yang menentang kewajiban sholat dan zakat, menghalalkan khomr dan zina dan mentakwil, sesungguhnya kejelasan perkara-perkara ini (*wajibnya sholat dan zakat, serta haramnya khomr dan zina) di kalangan kaum muslimin lebih jelas daripada perkara-perkara tadi (*kufurnya perkataan al-quran adalah makhluk, dan kufurnya pengingkaran Allah dilihat di akhirat). Jika pentakwil yang salah dalam perkara-perakara ini (*wajibnya sholat, dll) tidak dihukumi kafir hingga diberikan penjelasan baginya dan dimintai taubat, sebagaimana yang dilakukan oleh para sahabat terhadap sebagian orang yang menghalalkan khomr, maka pada perkara-perkara yang lain lebih utama (*untuk tidak dikafirkan kecuali setelah ditegakkan hujjah). Dan pada pemahaman inilah dibawakan makna sebuah hadits yang shahih tentang lelaki yang berkata, "Jika aku mati maka bakarlah jasadku lalu tebarkanlah debuku di lautan, sungguh kalau Allah mampu untuk menghidupkan aku kembali maka Allah akan mengadzabku dengan 'adzab yang pedih yang tidak pernah mengadzabnya kepada seorangpun di alam ini". Dan Allah telah mengampuni lelaki ini padahal ia ragu akan qudroh Allah dan ragu akan penghidupannya kembali" (Majmuu' Al-Fataawaa 7/619)

Sikap Muhammad bin Abdil Wahhab terhadap takfir

Sebagaimana Ibnu Taimiyyah yang sangat berhati-hati dalam masalah pengkafiran maka demikian pula dengan Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab.

Asy-Syaikh Abdul Lathiif bin Abdirrohman Aalu Syaikh berkata :

والشيخ محمد رحمه الله من أعظم الناس توقفاً وإحجاماً عن إطلاق الكفر، حتى أنه لم يجزم بتكفير الجاهل الذي يدعو غير الله من أهل القبور أو غيرها إذا لم يتيسر له من ينبهه

"Dan Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah termasuk orang yang paling berhenti dan menahan diri dari menyatakan kekafiran, bahkan sampai-sampai beliau tidak memastikan kafirnya seorang yang jahil yang berdoa kepada selain Allah dari kalangan penghuni kuburan atau yang lainnya, jika tidak dimudahkan baginya adanya orang yang mengingatkannya" (Minhaaj At-Ta'siis hal 98)

Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhaab berkata

ومسألة تكفير المعين مسألة معروفة، إذا قال قولا يكون القول به كفرا، فيقال: من قال بهذا القول فهو كافر، لكن الشخص المعين، إذا قال ذلك لا يحكم بكفره، حتى تقوم عليه الحجة التي يكفر تاركها

"Dan permasalahan memvonis kafir orang tertentu adalah permasalahan yang ma'ruf (dikenal), jika seseorang mengucapkan suatu perkataan yang menimbulkan kekafiran, maka dikatakan : "Barang siapa yang mengatakan perkataan ini maka ia kafir", akan tetapi orang tertentu jika mengucapkan perkataan tersebut maka tidak dihukumi menjadi kafir hingga ditegakkan hujjah kepadanya yang seseorang menjadi kafir karena meniggalkan hujjah tersebut" (Ad-Duror As-Saniyyah 10/432-433)

Beliau juga berkata:


"Adapun kedustaan maka seperti perkataan mereka bahwasanya kami mengkafirkan secara umum, kami mewajibkan orang yang mampu untuk menampakkan agamanya untuk berhijroh kepada kami, kami mengkafirkan orang yang tidak mengkafirkan, juga mengkafirkan orang yang tidak berperang, dan kedustaan seperti ini banyak dan berlipat-lipat ganda. Semua ini adalah kedustaan yang menghalangi manusia dari agama Allah dan RasulNya.

Jika kami tidak mengkafirkan orang-orang yang menyembah berhala yang ada pada Abdul Qodir, dan berhala yang ada di kuburan Ahmad Al-Baidawai dan yang semisal mereka berdua dikarenakan kejahilan mereka dan tidak adanya orang yang mengingatkan mereka, maka bagaimana kami lantas mengkafirkan orang yang tidak berbuat kesyirikan kepada Allah??, jika ia tidak berhijrah kepada kami?? Atau tidak mengkafirkan dan tidak berperang??, Maha suci Allah, ini merupakan kedustaan besar" (Ad-Duror As-Saniyyah 1/104)

Beliau juga berkata:


"Adapun takfir (pengkafiran) maka aku mengkafirkan orang yang mengetahui agama Rasulullah kemudian setelah ia mengetahui agama Rasul lalu ia mencelanya dan melarang manusia dari agama tersebut serta memusuhi orang yang menjalankan agama Rasul, maka orang inilah yang aku kafirkan. Dan mayoritas umat –alhamdulillah- tidak seperti ini" (Ad-Duror As-Saniyyah 1/73)

Dari pernyataan-pernyataan dua ulama kaum salafy wahabi diatas dapat kita simpulkan beberapa perkara berikut ini:

Pertama : Kaum salafy Wahabi memandang bahwa takfir (pengkafiran) adalah hak Allah, karenanya tidak boleh mengkafirkan kecuali orang yang telah dikafirkan oleh Allah dan RasulNya. Yaitu pengkafiran harus dibangun di atas dalil syar'i

Kedua : Kaum Salafy Wahabi hanya mengkafirkan dengan perkara-perkara yang merupakan ijmak ulama.

As-Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab berkata :


Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhaab rahimahullah ditanya, "Atas apa ia berperang?, apa yang menyebabkan seseorang dikafirkan?", maka beliau menjawab:

"Rukun-rukun Islam yang lima, yang pertama adalah dua syahadat, kemudian empat rukun. Adapun keempat rukun jika dia mengakuinya namun meninggalkan melaksanakannya karena lalai maka kami –meskipun kami memeranginya agar ia mengerjakan keempat rukun- akan tetapi kami tidak mengkafirkannya karena ia meninggalkannya, sementara para ulama berselisih tentang kafirnya orang yang meninggalkan keempat rukun karena malas tanpa menentang wajibnya empat rukun tersebut. Dan kami tidak mengkafirkan kecuali perkara yang disepakati oleh seluruh ulama, yaitu dua syahadat. Selain itu kami juga mengkafirkannya setelah memberi penjelasannya kepadanya, jika ia telah tahu dan tetap mengingkari" (Ad-Duror As-Saniyyah 1/102, lihat juga 11/317)

Ketiga : Kaum salafy memandang perbedaan antara takfir mutlaq dan takfir mu'ayyan. Takfir mutlaq seperti perkataan para ulama "Barang siapa yang mengatakan al-Qur'an makhluk maka dia kafir", akan tetapi tidak serta merta setiap orang yang mengatakan al-Quran makhluq lantas kita kafirkan.

Tidak diragukan bahwa perkataan al-Qur'an makhluq merupakan kekufuran. Imam Malik bin Anas ketika ditanya tentang orang yang mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah mahluk, beliau menjawab: “Orang itu adalah zindiq(*), maka bunuhlah dia”. (Dinukil dari Siyar A’alam An Nubala’ 8/99). Imam As Syafi’i ketika mendengar Hafes Al Fared berkata: “Al-Qur’an adalah mahluk” beliau langsung berkata kepadanya: “Engkau telah kufur kepada Allah”. (Dinukil Dari Siyar A’alam An Nubala’ 10/30, & Mujmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah 23/349)

Abu Bakr bin ‘Ayyasy berkata: “Barang siapa yang beranggapan bahwa Al-Qur’an adalah mahluk, maka menurut kami, dia itu adalah kafir dan zindiq.” Abu Nu’aim berkata: Aku pernah berjumpa dengan delapan ratus tujuh puluh sekian orang syeikh, diantaranya Al A’amasy dan orang yang setelahnya. Dan aku tidaklah menjumpai orang yang berkeyakinan dengan ucapan ini yaitu “Al-Qur’an adalah Mahluk” atau berbicara dengannya, melainkan ia dituduh sebagai orang zindiq“.

Kemudian Imam Hibatullah Al lalika’i menyebutkan lebih dari seratus nama ulama’ dan kemudian beliau berkata: “Mereka semua berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah, maka barang siapa yang berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah mahluk, maka ia telah kafir”. (Syarah Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah 2/277 dst)

Al Imam Abul Hasan Al ‘Asy’ari berkata: “Dan saya berpendapat: sesungguhnya Al-Qur’an adalah Kalamullah dan bukan mahluk, dan barang siapa yang mengatakan “Al-Qur’an adalah mahluk” maka ia adalah orang kafir”. (Al Ibanah oleh Abul Hasan Al ‘Asy’ary hal 20 & Tabyiin Kazibul Muftary oleh Ibnu ‘Asakir hal 159). Dan masih banyak lagi deretan ulama’ yang menyatakan dengan tegas bahwa perkataan “Al-Qur’an adalah mahluk” sebagai kekufuran.

Akan tetapi pada kenyataannya Imam Ahmad tidak mengkafirkan setiap orang yang menyatakan bahwa al-Qur'an makhluq. Oleh karena itu Imam Ahmad tidak mengkafirkan para khalifah (Al-Makmun, Al-Mu’tasihm, dan Al-Waatsiq) yang telah beraqidah bahwasanya Al-Qur’an adalah mahluk serta telah menyiksa beliau dan juga para ulama yang lain semasa beliau karena para khalifah tersebut masih terbelenggu oleh syubhat atau takwil.

Ibnu Taimiyah berkata, “Sesungguhnya orang yang menyeru kepada perkataan (Al-Qur’an adalah mahluk -pen) lebih parah dibandingkan dengan orang yang (hanya sekedar) berpendapat demikian. Dan orang yang menghukumi orang yang menyelisihinya lebih parah lagi dibandingkan orang yang hanya sekedar menyeru kepada pendapatnya. Dan yang mengkafirkan orang yang menyelisihinya lebih parah lagi dari yang (hanya sekedar) menghukumi (orang yang menyelisihinya yang tidak mengatakan Al-Qur’an mahluk-pen). Meskipun demikian mereka yang merupakan para penguasa berpendapat dengan perkataan Jahmiyah bahwasanya Al-Qur’an adalah mahluk dan bahwasanya Allah tidak dapat dilihat di akhirat serta yang lainnya, mereka menyeru rakyat untuk berpendapat demikian. Mereka menguji rakyat dan menghukum mereka jika mereka tidak setuju dengannya.

Mereka mengkafirkan orang yang tidak memenuhi (seruan mereka/mengkafirkan orang yang tidak mengatakan Al-Qur’an adalah mahluk -pen). Sampai-sampai jika mereka menangkap seseorang tawanan, maka tidak akan mereka lepaskan hingga ia mengakui pendapat Jahmiyah bahwa Al-Qur’an adalah mahluk dan yang lainnya.

Mereka tidak akan mengangkat seorang pejabat, serta tidak akan memberi pembagian dari baitul mal kecuali kepada orang yang berpendapat demikian.

Meskipun demikian Imam Ahmad –rahimahullah- tetap mendoakan kerahmatan bagi mereka dan memohon ampun bagi mereka, karena beliau beranggapan bahwa mereka belum sampai pada tingkatan mendustakan Rasulullah dan menentang syari’at yang beliau emban. Akan tetapi mereka bertakwil dan mereka keliru, serta mereka hanya sekedar taqlid/ikut-ikutan dengan orang lain yang mengajarkan hal itu (aqidah Jahmiyah) kepada mereka”. (Majmuu’ al-Fataawaa 23/348-349)

Ibnu Taimiyyah juga berkata, “Padahal Imam Ahmad tidaklah mengkafirkan setiap orang Jahmiyah, tidak juga mengkafirkan setiap orang yang beliau vonis sebagai anggota sekte Jahmiyah, tidak juga setiap orang yang setuju dengan sebagian bid’ah-bid’ah Jahmiyah.

Bahkan beliau tetap menjalankan sholat di belakang orang-orang Jahmiyah yang menyeru kepada perkataan mereka dan menguji masyarakat dan menghukum orang yang tidak setuju dengan mereka dengan hukuman yang berat, akan tetapi Imam Ahmad dan yang lainnya belum mengkafirkan mereka. Bahkan Imam Ahmad meyakini bahwa mereka masih sebagai orang-orang yang beriman dan beliau tetap meyakini kepemimpinan mereka. Beliau mendoakan kebaikan bagi mereka, dan memandang (bolehnya) bermakmum di belakang mereka ketika sholat, berhaji dan berperang bersama mereka. Beliau melarang pemberontakan terhadap mereka sebagaimana inilah pandangan orang-orang yang semisal beliau (para imam salaf yang lain). Beliau mengingkari bid’ah yang mereka munculkan yaitu perkataan batil yang merupakan kekafiran yang besar meskipun para pelakunya tidak menyadari bahwa perbuatannya itu (perkataan Al-Qur’an adalah mahluk) merupakan kekafiran.

Beliau mengingkari hal ini dan bersungguh-sungguh dalam membantah mereka semampu beliau. Dengan demikian beliau telah menyatukan antara ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya yaitu dengan menampakkan sunnah dan agama serta mengingkari bid’ah Jahmiyah Mulhidin dengan sikap memperhatikan hak-hak orang-orang beriman dari kalangan para penguasa dan umat meskipun mereka adalah orang-orang jahil, para mubtadi’, dzolim dan fasik”. (Majmuu’ al-Fataawaa 7/507-508)

Keempat : Kaum Salafy Wahabi meyakini bahwa seseorang yang melakukan kekafiran atau mengucapkan kekafiran tidaklah langsung divonis kafir kecuali setelah memenuhi persyaratan (seperti ditegakkannya hujjah dan berusaha menghilangkan syubhat yang bercokol di kepalanya) serta tidak adanya perkara-perkara yang menghalangi pengkafiran (seperti kebodohan, baru masuk islam, tinggal di daerah pedalaman sehingga tidak mengerti, atau karena dipaksa mengucapkan/melakukan kekafiran, dll).

Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :

وليس لأحد أن يكفر أحدا من المسلمين وإن أخطأ وغلط حتى تقام عليه الحجة وتبين له المحجة ومن ثبت إسلامه بيقين لم يَزُلْ ذلك عنه بالشك ؛ بل لا يزول إلا بعد إقامة الحجة وإزالة الشبهة

"Dan tidak seorangpun boleh mengkafirkan seorangpun dari kaum muslimin meskipun ia keliru atau bersalah hingga ditegakkah hujjah kepadanya dan jelas baginya hujjah. Barang siapa yang secara yakin islamnya tegak maka tidaklah islam tersebut hilang darinya hanya dengan keraguan, akan tetapi bisa hilang jika setelah menegakkan hujjah dan menghilangkan syubhat' (Majmuu Al-Fataawaa 12/466)

Ibnu Taimiyyah juga berkata :

وأما الحكم على المعين بأنه كافر أو مشهود له بالنار : فهذا يقف على الدليل المعين فإن الحكم يقف على ثبوت شروطه وانتفاء موانعه

"Adapun memvonis orang tertentu dengan hukum kafir atau disaksikan masuk neraka maka hal ini berhenti/tergantung kepada dalil yang tertentu (khusus), karena pemvonisan tersebut tergantung pada adanya persyaratan dan hilangnya halangan-halangan" (Majmuu al-Fataawaa 12/498)

Dengan ini sangatlah jelas bahwa kaum salafy wahabi adalah kaum yang sangat berhati-hati dalam mengkafirkan. (Silahkan para pembaca membaca sebuah desertasi karya Dr. Abdul Majiid al-Masy'abi yang berjudul Manhaj Ibni Taimiyyah fi mas'alah at-Takfiir bisa di download di http://www.waqfeya.com/book.php?bid=1492, dan juga sebuah tesis karya Ahmad bin Jazzaa' Ar-Rudhoimaan yang berjudul Manhaj Al-Imam Muhammad bin Abdil Wahhaab fi mas'alah at-Takfiir, bisa di download di http://www.alkutob.net/aqeedah/manhag-emam-mohammad/manhag-emam-mohammad.pdf)

Karenanya tuduhan Idahram bahwasanya kaum salafi wahaby suka mengkafirkan kaum muslimin maka ini merupakan tuduhan dusta, justru idahram termakan dengan tuduhannya sendiri, jadilah ia hobi mengkafirkan kaum salafy wahabi tanpa dalil dan hanya mengikuti hawa nafsunya, Allahu al-Musta'aan.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------

IX. SEJARAH DUSTA VERSI IDAHRAM 

Senjata yang paling utama yang digunakan oleh orang-orang yang hasad terhadap dakwah salafy wahabi adalah tuduhan bahwasanya Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab dan para pengikutnya mengkafirkan kaum muslimin dan menghalalkan untuk memerangi mereka. Tuduhan inilah yang selalu digembar-gemborkan oleh mereka, dan tuduhan inilah yang menjadi pembahasan utama idahram untuk menggambarkan karakter bengis yang haus darah dari sosok seorang wahabi.

Akan tetapi yang benar adalah, barang siapa yang memperhatikan sejarah dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab maka ia akan mendapati perkara-perkara berikut:

Pertama : Syaikh Muhammad bin Abdil Wahab dan para pengikutnya seperti Alu Sa'uud mereka berada di atas manhaj salaf dalam hal tidak bolehnya menghalalkan darah kaum muslimin kecuali dengan dalil syar'i. Secara umum mereka berpegang teguh dengan manhaj ini dan tidak keluar dari jalan ini, kecuali mungkin dalam beberapa peristiwa yang sangat jarang, dan yang merupakan kesalahan atau kesalahan praktek dari sebagian pengikut mereka. Akan tetapi mereka sendiri mengingkari kesalahan-kesalahan dalam praktek-praktek yang keliru.

Kedua : Musuh-musuh merekalah (salafiyyah) yang pertama kali memulai mengangkat pedang dan senjata untuk melawan mereka. Bahkan sejak awal kali muncul dakwah Syaikh Muhammad di daerah Uyainah, dimana Gubernur Ahsaa' (dari Bani Kholid) telah mengancam gubernur Uyainah Utsman bin Mu'ammar untuk membunuh Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab (sebagaimana akan datang penjelasannya lebih lanjut). Sebagaimana juga yang dilakukan oleh ibnu Syamis al-'Anazi.

Kemudian tatkala dakwah Syaikh sudah mantap di daerah Dir'iyah maka pemimpin kota Riyadh –tatkala itu- Dahhaam bin Dawwaas dialah yang pertama kali memulai peperangan.

Ketiga : Para musuh sering kali menipu dan mengkhianati para pengikut dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab. Beliau mengirim para dai, para ulama, para pengajar di kampung-kampung untuk mengajarkan syari'at Islam, akan tetapi para musuh di kampung-kampung tersebut berkhianat. Padahal mereka telah menyatakan berbai'at kepada Muhammad bin Sa'ud rahimahullah. Mereka lalu menyatakan pembangkangan secara terang-terangan dan membatalkan bai'at dan perjanjian. Kondisi seperti ini mengkonsekuensikan adanya penyerangan terhadap para pembangkang dan pemberontak tersebut untuk memberi pelajaran bagi mereka.

Keempat : Para penguasa Hijaz (Mekah dan Madinah) sering kali menyatakan secara terang-terangan permusuhan mereka terhadap dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab. Permusuhan yang mereka lancarkan bervariasi baik yang berkaitan dengan agama maupun politik. Bahkan terkadang mereka membunuh sebagian ulama dan dai, serta utusan yang dikirim oleh para pengikut Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab dari Dir'iyah.

Kelima : Mereka para pemimpin kota Mekah sering kali menghalangi hak-hak para pengikut Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab. Seperti melarang mereka untuk berdakwah dan melarang mereka untuk menunaikan ibadah haji. Syarif Gholib telah melarang mereka untuk berhaji selama bertahun-tahun, hingga akhirnya ia mengizinkan pada tahun 1198 H. Lalu ia kembali melarang untuk yang kedua kalinya pada tahun 1203 dan tahun-tahun selanjutnya, hingga akhirnya ia pun menyerang para pengikut Syaikh Muhammad. Syarif Gholib dan penguasa lainnyalah yang pertama kali memulai peperangan untuk menyerang para pengikut dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab.

(Lihat penjelasan kelima perkara di atas dalam kitab "Islaamiyah Laa Wahhaabiyah", karya Prof. DR Nashir bin Abdil Kariim al-'Aql  hal 241-242, terbitan Daar Kunuuz Isybiliyaa, cetakan kedua 1425 H/2004 M)

          Maka jika ternyata justru musuh-musuh dakwah Wahabi yang memulai peperangan dan permusuhan maka sangatlah wajar jika kemudian para pengikut dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahab kemudian memilih metode tegas dan juga menyerang tatkala kondisi mengharuskan demikian, memandang kekuatan musuh dan juga bercokolnya hawa nafsu dalam hati-hati mereka sehingga tidak mau menerima kebenaran.

Dongeng Idahram

Buku Idahram yang berjudul "Sejarah Berdarah Sekte Salafy Wahabi, Mereka Telah Membunuh Semuanya, Termasuk Para Ulama", ternyata berisi terlalu banyak kedustaan dan manipulasi –sebagaimana yang akan kita simak bersama- koleksi kedustaan-kedustaan tersebut. Idahram mengambil sumber sejarahnya dari beberapa sumber:

Pertama : Dari buku-buku karya orang kafir, seperti buku God's Terrorits, karya sejarawan Inggris kelahiran india, yang disinyalir beragama budha, karena telah menulis sebuah buku yang membela agama budha, sebagaimana akan datang penjelasannya.

Diantaranya juga buku As-Sijil At-Taarikhi li al-Khaliij wa 'Umman wa Awshoth al-jazirah al-'Arabiyah. Buku ini adalah buku terjemahan dari sebuah buku yang berjudul Gazetteer of the Persian Gulf, Oman, and Central Arabia karya Seorang sejarawan Inggris yang bernama J.G Lorimer, yang bekerja di pemerintahan Inggris di India.

Dan disebutkan para peneliti buku ini, bahwasanya sang penulis dalam ungkapan-ungkapannya sangat nampak mendukung adanya penjajahan yang dilakukan oleh negaranya Inggris, hal ini juga sebagaimana diingatkan oleh para penerjemah buku ini di bagian muqoddimah buku ini. (silahkan lihat penjelasan hal ini di http://www.almajara.com/forums/showthread.php?6770-quot-). Karenanya buku ini memang awalnya dicetak oleh pemerintah Inggris untuk kepentingan pemerintahan (lihat http://ar.wikipedia.org/wiki/دليل_الخليج)

Kedua : Dari buku-buku karya orang syi'ah. Diantaranya buku Kasyf al-Irtiyaab karya Muhsin Al-Amiin, dan akan datang penjelasannya tentang hakekat orang ini. Idahram juga menukil dari website milik orang-orang syi'ah.

Ketiga : Dari buku-buku musuh dakwah salafy wahabi dari kalangan sufiah dan lain-lain. Diantaranya kitab Ad-Duror As-Saniyyah fi ar-rod 'ala Al-Wahhabiyah dan kitab Khulaasot al-Kalaam fi 'Umaroo al-Balad al-Haroom, yang kedua kitab ini adalah karya Ahmad Zaini Dahlan yang sangat membenci dakwah salafy wahabi. Akan datang penjelasan lebih dalam tentang hakekat orang ini. Juga buku Sidq al-Khobar fi Khawarij al-Qorn ats-Tsaani 'Asyar, karya Syarif Abdullah

Keempat : Dari buku-buku kaum wahabi sendiri, seperti buku Ad-Duror As-Saniyyah, kitab Unwaan al-Majd fi Taariikh Najd, karya Ibnu Bisyr, dan kitab Taariikh Najd karya Ibnu Ghonnaam.

          Adapun buku-buku karya orang kafir orang yang membela agama budha atau pembela penjajahan Inggris maka saya tidak tertarik untuk membacanya apalagi membahasnya. Demikian juga buku-buku kaum syi'ah yang terkenal dengan gemar berdusta. Adapun buku-buku para musuh dan pembenci dakwah salafy wahabi maka jika saya mendapati kitab aslinya maka saya akan berusaha mengecek keotentikannya, akan tetapi jika saya tidak mendapatkannya maka tidak akan saya bahas.

Adapun buku-buku kaum wahabi yang dijadikan sumber berita idahram maka saya berusaha untuk meneliti dan mencocokkan serta mengecek kebenaran nukilan-nukilan idahram dari kitab-kitab tersebut.

Berikut ini beberapa penggal sejarah yang diuraikan oleh idahram yang menggambarkan kebengisan dan keganasan kaum salafy wahabi, beserta dengan pembongkaran kedustaan-kedustaan idahram dalam versi sejarah dongengnya !!!

KISAH PENYERANGAN KOTA KARBALA

Idahram berkata,
Sumber lain menyebutkan, salafy wahabi telah melakukan keganasan dan kekejaman di kota Karbala dengan pembunuhan yang tidak mengenal batas perikemanusiaan dan tidak bisa dibayangkan. Mereka telah membunuh puluhan ribu orang islam, selama kurun waktu 12 tahun ketika mereka menyerang dan menduduki kota Karbala serta kawasan sekitarnya, termasuk Najaf. Al-Amir Sa'ud menyudahi perbuatan keji dan kekejamannya di sana dengan merampas khazanah harim al-Imam al-Husain ibnu Ali k.w. yang di sana terdapat banyak barang berharga, harta, perhiasan dan hadiah yang dikaruniakan oleh raja, pemerintah, dan lain-lain kepada makam suci ini. Selepas melakukan keganasan itu, dia kemudian menaklukkan Karbala untuk dirinya sehingga para penyair menyusun kasidah-kasidah penuh dengan rintihan, keluhan, dukacita mereka. Para penulis Syi'ah bersepakat bahwa serangan dan sebuan itu terjadi pada hari 'Id al-Ghadir ketika umat Islam Iraq sedang memperingati wasiat Nabi saw. kepada Sayidina Ali k.w. yang berisi penunjukannya sebagai khalifah setelah beliau wafat (www.annabaa.org/nbanews/63/95.htm...)
demikian perkataan idahram dalam bukunya hal 71-72

Sangat jelas dari pemaparan ini beberapa perkara :

PERTAMA : idahram mengambil berita ini dari orang-orang syi'ah, karenanya idahram menyebutkan situs sekte syi'ah www.annabaa.org

Tentunya para pembaca yang budiman mengetahui bagaimana dahsyatnya kedustaan kaum sekte syi'ah. Sampai-sampai Imam As-Syafii berkata :

لَمْ أَرَ أَحَدًا أَشْهَدَ بِالزُّورِ مِنَ الرَّافِضَةِ

"Aku tidak melihat seorangpun yang paling bersaksi dusta lebih dari para Rofidhoh" (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam As-Sunan al-Kubro no 21433)

Adapun lafal yang diriwayatkan oleh Abu Nu'aim al-Asbahani adalah :

لَمْ أَرَ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ الْأَهْوَاءِ أَشْهَدَ بِالزُّورِ مِنَ الرَّافِضَةِ

"Aku tidak pernah melihat seorangpun dari para pengikut hawa nafsu yang lebih bersaksi dusta dari Rofidhoh' (Hilyatul Awliyaa' 9/114)

KEDUA : idahram menyebutkan bahwa kaum yang diserang oleh Sa'ud bin Abdil Aziz adalah kaum Syi'ah, dan penyerangan tersebut terjadi pada hari perayaan 'id Al-Ghodiir, yaitu hari peringatan tentang wasiat Nabi saw. kepada Sayidina Ali k.w. yang berisi penunjukannya sebagai khalifah setelah beliau wafat. Tentunya para pembaca dari kalangan ahlus sunnah bisa mengetahui keburukan-keburukan yang timbul dibalik perayaan ini, seperti pengkafiran Abu Bakar, Umar, dan Utsman yang telah melanggar wasiat Nabi, melangkahi Ali dan merebut kekuasan khalifah dari Ali bin Abi Tholib !!!. Hari perayaan ini adalah hari pendirian agama aqidah Imaamiyah… bahwasanya yang berhak menjadi Imam adalah Ali bin Abi Tholib dan keturunannya, dan barang siapa yang tidak meyakinin aqidah imamiyah ini maka telah kafir menurut kacamata Syi'ah Rofidhoh.

Sebagaimana telah lalu, diantara ibadah kaum syi'ah adalah melaknat dan mengkafirkan para sahabat, terutama Abu Bakar dan Umar yang menurut mereka(Syi'ah Rofidhoh) telah merebut kekuasaan dari Ali bin Abi Thoolib.

KETIGA Idahram menyebutkan bahwa penyerangan tersebut karena merebut barang berharga yang terdapat di "Makam Suci" Al-Husain bin Ali bin Abi Tholib.

Selain mengambil berita dari kaum pembohong Rofidhoh Syi'ah idahram juga mengambil sumber berita dari seorang sejarawan inggris kelahiran india yang bernama Charles Allen dalam bukunya yang berjudul God's Terrorist.

Charles Allen ini sepertinya beragama Budha atau minimal pendukung agama Budha (silahkan lihat biografinya di http://www.martinrandall.com/expert-lecturers/?filter=a-b), karenanya ia juga memiliki sebuah karya tulis yang berjudul "The Buddha and the Sahibs: the Men who Discovered India’s Lost Religion".

Dengan bersumber buku ini idahram berkata,
Mereka mengepung kota Karbala, membunuhi penduduknya, menjarah makam Imam Husain cucu Nabi dan putra Ali bin Abi Talib, dan membantai siapa saja yang berusaha merintangi jalan mereka.
Demikian perkataan idahram dalam bukunya hal 71.

Pernyataan idahram ini jelas mengisyaratkan bahwa penyerangan Karbala disebabkan karena makam suci Husain. Ada apa gerangan di makam suci tersebut??. Ternyata makam tersebut adalah makam yang ditinggikan, dan diatasnya dibangun kubah yang tinggi. Dan sebagaiamana telah lalu (pernyataan-pernyataan Khomeini) bahwasanya agama kaum syi'ah adalah agama kesyirikian dengan meminta dan berdoa kepada para wali dalam kuburan. Karenanya adanya kubbah di atas kuburan Husain merupakan kemungkaran yang harus dihilangkan selama tindakan penghilangan tersebut tidak menimbulkan kemudhorotan yang lebih besar.

Keberadaan kubah besar di atas maka Al-Husain radhiallahu 'anhu telah dijelaskan oleh Ibnu Bisyr dalam kitabnya 'Unwaan al-Majd, sebagaimana juga telah dinukil oleh idahram dalam bukunya hal 72-74.

Ibnu Bisyr berkata :

وهدموا القبة الموضوعة بزعم من اعتقد فيها على قبر الحسين وأخذوا ما في القبة وما حولها ، وأخذوا النصيبة التي وضعوها على القبر ، وكانت مرصوفة بالزمرد والياقوت والجواهر

"Merekapun meruntuhkan kubah yang diletakkan di atas kuburan Al-Husain –karena persangakaan orang-orang yang berkeyakinan pada kubah tersebut-. Dan mereka mengambil apa yang terdapat di kubah dan sekitarnya, mereka mengambil pusara yang diletakkan di atas kuburan, yang pusara tersebut dihiasi dengan zamrud, batu mulia dan berbagai permata indah"  ('Unwaan al-Majd 1/257)

          Dari kesimpulan-kesimpulan di atas bisa kita fahami bahwasanya Sa'ud bin Abdil Aziz menyerang kota Karbala dalam rangka untuk menghacurkan kubah yang dibangun di atas kuburan Al-Husain radhiallahu 'anhu, dimana kubah tersebut sangat diagungkan –seperti halnya ka'bah-. Karena banyak hadiah dan permata yang diletakkan di kubah tersebut. Terlebih lagi kubah tersebut menjadi situsnya kaum syi'ah rofidhoh yang gemar melakukan kesyirikan menyembah para wali yang berada di kuburan. Ternyata penyerangan tersebut juga pas terjadi tatkala hari peringatan wasiat Nabi kepada Ali untuk menjadi khalifah, yang tentunya peringatan tersebut berisi laknat dan pengkafiran kepada Abu Bakar dan Umar secara khusus dan kepada para sahabat secara umum. Maka jika Sa'ud bin Abdil Aziz kemudian berijtihad untuk menghancurkan kubah tersebut maka ini merupakan ijtihad yang baik. Karena meratakan kuburan merupakan sunnah dan perintah Nabi, terlebih lagi jika menjadi icon kesyirikan, wallahu A'lam. Karenanya Sa'ud memerangi penduduk karbala, kaum syi'ah yang hendak menghalangi tekadnya, sehingga terbunuh sekitar 2000 orang diantara mereka .

Menghancurkan Bangunan Tinggi Yang Dibangun Di atas Kuburan Merupakan Perintah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam

Ternyata Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah memerintahkan Ali Bin Abi Thalib –sahabat yang paling diagungkan sekte syi'ah- untuk menghancurkan kuburan yang tinggi

عَنْ أَبِي الْهَيَّاجِ الْأَسَدِيِّ، قَالَ: قَالَ لِي عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ: أَلَا أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِي عَلَيْهِ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ «أَنْ لَا تَدَعَ تِمْثَالًا إِلَّا طَمَسْتَهُ وَلَا قَبْرًا مُشْرِفًا إِلَّا سَوَّيْتَهُ»

Dari Abul Hayyaaj al-Asady rahimahullah berkata, "Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu berkata kepadaku, "Tidakkah aku mengutusmu (menugaskanmu) atas apa yang Rasulullah –shallallahu 'alaihi wa sallam- menugaskanku?, Tidaklah engkau tinggalkan patung kecuali telah engkau hancurkan, dan tidaklah engkau tinggalkan kuburan yang tinggi kecuali telah engkau ratakan" (HR Muslim no 969)

Imam Muslim juga meriwayatkan dalam shahihnya dari Tsumaamah bin Syufay berkata:

كُنَّا مَعَ فَضَالَةَ بْنِ عُبَيْدٍ بِأَرْضِ الرُّومِ بِرُودِسَ، فَتُوُفِّيَ صَاحِبٌ لَنَا، فَأَمَرَ فَضَالَةُ بْنُ عُبَيْدٍ بِقَبْرِهِ فَسُوِّيَ، ثُمَّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَأْمُرُ بِتَسْوِيَتِهَا

Kami bersama Fadholah bin 'Ubaid radhiallahu 'anhu di negeri Romawi, yaitu di Rudis, maka salah seorang sahabat kami meninggal. Fadholah bin 'Ubaid pun memerintahkan agar kuburannya diratakan, kemudian ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk meratakan kuburan" (HR Muslim no 968)

Al-Imam As-Syaukani rahimahullah berkata :


((Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ((Dan tidaklah kau biarkan kuburan yang tinggi kecuali kau ratakan)) menunjukkan bahwa sunnahnya adalah tidak meninggikan sekali kuburan, tanpa ada perbedaan antara mayat orang yang mulia atau yang tidak mulia. Dzohirnya bahwasanya meninggikan kuburan –lebih dari pada ukuran yang diizinkan- hukumnya adalah haram. Sebagaimana telah ditegaskan oleh para sahabat Imam Ahmad, dan sekelompok dari para sahabat Imam As-Syafii, dan juka Imam Malik…


Dan diantara bentuk meninggikan kuburan yang pertama masuk dalam larangan hadits adalah kubah-kubah dan situs-situs kuburan yang dibangun di atas kuburan, dan ini juga termasuk bentuk menjadikan kuburan sebagai masjid yang mana Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah melaknat pelakunya sebagaimana akan datang penjelasannya.

Sungguh betapa banyak mafsadah/kerusakan -yang membuat umat Islam menangis karenanya- yang ditimbulkan akibat membangun dan menghiasi kuburan. Diantara kerusakan tersebut adalah keyakinan orang-orang bodoh terhadap kuburan sebagaimana keyakinan orang-orang kafir terhadap patung-patung mereka.


Dan perkaranya parah, mereka menyangka bahwa kuburan-kuburan tersebut mampu untuk mendatangkan manfaat dan menolak kemudhorotan, maka merekapun menjadikan kuburan-kuburan tersebut tujuan untuk tempat meminta dipenuhinya kebutuhan dan sandaran untuk meraih keberhasilan. Mereka meminta kepadanya apa-apa yang (seharusnya) diminta oleh para hamba kepada Rob mereka, mereka bersafar kepada kuburan-kuburan tersebut, mereka mengusap-ngusapnya dan beristighotsah kepadanya.

Secara umum mereka tidak meninggalkan sesuatupun yang dilakukan oleh kaum jahiliyah terhadap patung-patung mereka kecuali mereka juga melakukannya. Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji'uun.

Meskipun adanya kemungkaran yang sangat buruk ini dan kekufuran yang sangat mengerikan akan tetapi engkau tidak mendapati orang yang marah karena Allah, dan marah karena membela agama yang lurus, engkau tidak mendapati baik orang alim, maupun yang belajar, gubernur, menteri, maupun raja !!! . .
.

Wahai para ulama agama, wahai para raja kaum muslimin, dosa apakah dalam agama Islam yang lebih parah daripada kekufuran??, dan bencana apakah yang menimpa agama ini yang lebih berbahaya daripada  bencana beribadah kepada selain Allah??!!, musibah apakah yang menimpa kaum muslimin yang sebanding dengan musibah ini??! Kemungkaran manakah yang wajib diingkari jika mengingkari kesyirikan ini bukan kewajiban??!!

Sungguh engkau telah memperdengarkan kalau seandainya engkau menyeru orang yang hidup…

Akan tetapi orang yang kau seru tidak memiliki kehidupan…

Kalau seandarinya api yang kau tiup tentu akan memberikan penerangan…

Akan tetapi engkau meniup di debu…)) (Nailul Awthoor 5/164-165)

Sungguh benar perkataan Al-Imam As-Syaukany rahimahullah yang mendapati di masanya orang-orang yang mengagungkan kubah-kubah yang dibangun di atas kuburan.

Ibnu Hajar Al-Haitami rahimahullah (salah seorang ulama besar dari madzhab As-Syafiiah yang dikenal juga sebagai muhaqqiq madzhab setelah zaman Ar-Rofii dan An-Nawawi) telah menjelaskan bahwa pendapat yang menjadi patokan dalam madzhab As-Sayfii adalah dilarangnya membuat bangunan di atas kuburan para ulama dan sholihin.

Dalam Al-fataawaa Al-Fiqhiyah Al-Kubroo Ibnu Hajar Al-Haitami ditanya :

وما قَوْلُكُمْ فَسَّحَ اللَّهُ في مُدَّتِكُمْ وَأَعَادَ عَلَيْنَا من بَرَكَتِكُمْ في قَوْلِ الشَّيْخَيْنِ في الْجَنَائِزِ يُكْرَهُ الْبِنَاءُ على الْقَبْرِ وَقَالَا في الْوَصِيَّةِ تَجُوزُ الْوَصِيَّةُ لِعِمَارَةِ قُبُورِ الْعُلَمَاءِ وَالصَّالِحِينَ لِمَا في ذلك من الْإِحْيَاءِ بِالزِّيَارَةِ وَالتَّبَرُّكِ بها هل هذا تَنَاقُضٌ مع عِلْمِكُمْ أَنَّ الْوَصِيَّةَ لَا تَنْفُذُ بِالْمَكْرُوهِ فَإِنْ قُلْتُمْ هو تَنَاقُضٌ فما الرَّاجِحُ وَإِنْ قُلْتُمْ لَا فما الْجَمْعُ بين الْكَلَامَيْنِ؟
"Dan apa pendapat anda –semoga Allah memperpanjang umar anda dan memberikan kepada kami bagian dari keberkahanmu- tentang perkataan dua syaikh (*Ar-Rofi'i dan An-Nawawi) dalam (*bab) janaa'iz : "Dibencinya membangun di atas kuburan", akan tetapi mereka berdua berkata dalam (*bab) wasiat : "Dibolehkannya berwasiat untuk 'imaaroh kuburan para ulama dan solihin karena untuk menghidupkan ziaroh dan tabaaruk dengan kuburan tersebut". Maka apakah ini merupakan bentuk kontradiksi?, padahal anda mengetahui bahwasanya wasiat tidak berlaku pada perkara yang dibenci. Jika anda mengatakan perkataan mereka berdua kontradiktif maka manakah yang roojih (*yang lebih kuat)?, dan jika anda mengatakan : "Tidak ada kontradikisi (*dalam perkataan mereka berdua)", maka bagaimana mengkompromikan antara dua perkataan tersebut?  (Al-Fataawaa Al-Fiqhiyah Al-Kubro 2/17)

Maka Ibnu Hajr Al-Haitami Asy-Syafii rahimahullah menjawab :

الْمَنْقُولُ الْمُعْتَمَدُ كما جَزَمَ بِهِ النَّوَوِيُّ في شَرْحِ الْمُهَذَّبِ حُرْمَةُ الْبِنَاءِ في الْمَقْبَرَةِ الْمُسَبَّلَةِ فَإِنْ بُنِيَ فيها هُدِمَ وَلَا فَرْقَ في ذلك بين قُبُورِ الصَّالِحِينَ وَالْعُلَمَاءِ وَغَيْرِهِمْ وما في الْخَادِمِ مِمَّا يُخَالِفُ ذلك ضَعِيفٌ لَا يُلْتَفَتُ إلَيْهِ وَكَمْ أَنْكَرَ الْعُلَمَاءُ على بَانِي قُبَّةِ الْإِمَامِ الشَّافِعِيِّ رضي اللَّهُ عنه وَغَيْرِهَا وَكَفَى بِتَصْرِيحِهِمْ في كُتُبِهِمْ إنْكَارًا وَالْمُرَادُ بِالْمُسَبَّلَةِ كما قَالَهُ الْإِسْنَوِيُّ وَغَيْرُهُ التي اعْتَادَ أَهْلُ الْبَلَدِ الدَّفْنَ فيها أَمَّا الْمَوْقُوفَةُ وَالْمَمْلُوكَةُ بِغَيْرِ إذْنِ مَالِكِهَا فَيَحْرُمُ الْبِنَاءُ فِيهِمَا مُطْلَقًا قَطْعًا إذَا تَقَرَّرَ ذلك فَالْمَقْبَرَةُ التي ذَكَرَهَا السَّائِلُ يَحْرُمُ الْبِنَاءُ فيها وَيُهْدَمُ ما بُنِيَ فيها وَإِنْ كان على صَالِحٍ أو عَالِمٍ فَاعْتَمِدْ ذلك وَلَا تَغْتَرَّ بِمَا يُخَالِفُهُ
"Pendapat yang umum dinukil yang menjadi patokan -sebagaimana yang ditegaskan (*dipastikan) oleh An-Nawawi dalam (*Al-Majmuu') syarh Al-Muhadzdzab- adalah diharamkannya membangun di kuburan yang musabbalah (*yaitu pekuburan umum yang lokasinya adalah milik kaum muslimin secara umum), maka jika dibangun di atas pekuburan tersebut maka dihancurkan, dan tidak ada perbedaan dalam hal ini antara kuburan sholihin dan para ulama dengan kuburan selain mereka. Dan pendapat yang terdapat di al-khoodim (*maksud Ibnu Hajar adalah sebuah kitab karya Az-Zarkasyi, Khodim Ar-Rofi'i wa Ar-Roudhoh, wallahu a'lam) yang menyelisihi hal ini maka pendapat tersebut adalah lemah dan tidak dipandang. Betapa sering para ulama mengingkari para pembangun kubah (*di kuburan) Imam Asy-Syafii radhiallahu 'anhu dan kubah-kubah yang lain. Dan cukuplah penegasan para ulama (*tentang dibencinya membangun di atas kuburan) dalam buku-buku mereka sebagai bentuk pengingkaran. Dan yang dimaksud dengan musabbalah –sebagaimana yang dikatakan Al-Isnawiy dan yang ulama yang lain- yaitu lokasi yang biasanya penduduk negeri menguburkan mayat disitu. Adapun pekuburan wakaf dan pekuburan pribadi tanpa izin pemiliknya maka diharamkan membangun di atas dua pekuburan tersebut secara mutlaq. Jika telah jelas hal ini maka pekuburan yang disebutkan oleh penanya maka diharamkan membangun di situ dan harus dihancurkan apa yang telah dibangun, meskipun di atas (*kuburan) orang sholeh atau ulama. Jadikanlah pendapat ini sebagai patokan dan jangan terpedaya dengan pendapat yang menyelisihinya. (al-Fataawaa al-Fiqhiyah al-Kubroo 2/17)

Ibnu Hajar Al-Haitami As-Syafii juga berkata :

وَوَجَبَ على وُلَاةِ الْأَمْرِ هَدْمُ الْأَبْنِيَةِ التي في الْمَقَابِرِ الْمُسَبَّلَةِ وَلَقَدْ أَفْتَى جَمَاعَةٌ من عُظَمَاءِ الشَّافِعِيَّةِ بِهَدْمِ قُبَّةِ الْإِمَامِ الشَّافِعِيِّ رضي اللَّهُ عنه وَإِنْ صُرِفَ عليها أُلُوفٌ من الدَّنَانِيرِ لِكَوْنِهَا في الْمَقْبَرَةِ الْمُسَبَّلَةِ وَهَذَا أَعْنِي الْبِنَاءَ في الْمَقَابِرِ الْمُسَبَّلَةِ مِمَّا عَمَّ وَطَمَّ ولم يَتَوَقَّهُ كَبِيرٌ وَلَا صَغِيرٌ فَإِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إلَيْهِ رَاجِعُونَ
"Dan wajib atas para penguasa untuk menghancurkan bangunan-bangunan yang terdapat di pekuburan umum. Sekelompok ulama besar madzhab syafii telah berfatwa untuk menghancurkan kubah (*di kuburan) Imam As-Syafi'i radhiallahu 'anhu, meskipun telah dikeluarkan biaya ribuan dinar (*untuk membangun kubah tersebut) karena kubah tersebut terdapat di pekuburan umum. Dan perkara ini –maksudku yaitu membangun di pekuburan umum- merupakan perkara yang telah merajalela dan tidak menghindar darinya baik orang besar maupun orang kecil" (al-Fataawa al-Fiqhiyah al-Kubroo 2/25)

(Pembahasan yang lebih dalam tentang permasalahan larangan beribadah di kuburan telah saya kupas dalam buku saya "Ketika Sang Habib Dikritik" diterbitkan oleh penerbit Nashirus Sunnah)

          Intinya bahwa meruntuhkan bangunan yang ditinggikan di atas kuburan merupakan perintah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan yang pertama kali ditugaskan untuk melakukannya adalah Ali bin Abi Tholib radhiallahu 'anhu.

Perintah ini dilanjutkan oleh para ulama sebagaimana yang tercatat dalam sejarah. Diantara contoh praktek yang dilakukan oleh para ulama adalah,

Pertama : Al-Haarits bin Miskin, Abu 'Amr Muhammad bin Yusuf salah seorang ulama besar madzhab Maliki (wafat 250 H)

Ibnu Farhuun Al-Maliki berkata tentang Al-Haarits bin Miskiin


"Imam Ahmad bin Hanbal memujinya dengan baik, Ibnu Ma'iin berkata, "Laa Ba'sa bihi", Ibnu Waddhooh berkata, "Dia adalah tsiqoh-nya para tsiqoot (para perawi yang terpercaya)"

Ia adalah seorang yang faqih dan wara', zuhud dan selalu jujur dalam berkata. Ia adalah seorang hakim yang adil dalam hukum-hukumnya di mesir, sejarahnya baik. Ia telah meruntuhkan sebuah masjid yang dibangun oleh seorang dari Khurosaan, dibangun di antara kuburan. Di sisi Al-Maqthob di padang pasir. Orang-orang dulu berkumpul di masjid tersebut untuk membaca (al-Qur'an), menceritakan kisah-kisah dan nasehat-nasehat" (Ad-Diibaaj Al-Mudzhab fi Ma'rifati A'yaan Ulamaa al-Madzhab, karya ibnu Farhuun Al-Maaliki, tahqiq : DR Muhammad Al-Ahmad Abu An-Nuur, Daar at-Turoots, al-Qoohiroh, Mesir, 1/339)

Kedua : Al-Khalifah Al-'Abbaasi Al-Mutawakkil, pada tahun 236 H meruntuhkan kuburan Al-Husain bin Ali.

Al-Imam Ibnu Katsiir As-Syafi'i rahimahullah berkata dalam kitab sejarah beliau :

"Kemudian masuk tahun 236 H, pada tahun tersebut Al-Mutawakkil memerintahkan untuk meruntuhkan kuburan Al-Husain bin Ali bin Abi Tholib, serta rumah-rmah dan tempat-tempat yang ada di sekitar kuburannya. Lalu diumumkan kepada masyarakat : "Barang siapa yang masih ada di sini setelah tiga hari maka akan dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah". Maka tidak tersisa seorangpun, lalu lokasi tersebut dijadikan sawah perkebunan dan digunakan untuk dimanfaatkan" (Al-Bidaayah wa An-Nihaayah 14/346, tahqiq Abdullah bin Abdilmuhsin At-Turki, Daar Hajr, cetakan pertama)

Lihatlah…, sebelum Sa'ud bin Abdil Aziz ternyata pembongkaran kuburan Al-Husain bin Ali radhiallahu 'anhumaa telah dilakukan atas perintah khalifah Al-Mutawakkil, bahkan dengan tegas barang siapa yang masih ada di lokasi tersebut akan dipenjara !!!

Catatan : Syi'ah akhirnya membalas dendam dengan membunuh Abdul Aziz.

Utsman bin Abdillah bin Bisyr menyebutkan dalam kitabnya 'Unwaan Al-Majd tentang kisah terbunuhnya Abdul Aziz bin Muhammad bin Sa'ud oleh seorang syi'ah pada tahun 1218 H. Beliau terbunuh dalam keadaan sujud pada waktu sholat ashar di masjid Al-Thoriif di kota Ad-Dir'iyah. Pembunuh beliau adalah seorang syi'ah dari Karbala yang mengaku bernama Utsman dan berhijrah menuju kota Ad-Dir'iyah, serta menampakkan bahwasanya ia adalah soerang yang taat. Sehingga orang inipun dimuliakan oleh Abdul Aziz. Abdul Aziz memberikan kepadanya makanan dan pakaian, bahkan Abdul Aziz meminta sebagian alhi ilmu untuk mengajari orang ini.

Tatkala suatu hari ketika sholat ashar berjamaa'ah, ketika jama'ah masjid sedang sujud maka orang inipun dari saf ke tiga menyerang Abdul Aziz lalu menikamkan belatinya (yang ia sembunyikan tatkala sholat) ke lambung Abdul Aziz bin Muhammad bin S'aud, yang menyebabkan beliau meninggal dunia. (Lihat Unwaan Al-Majd 1/264-266)

Maka kita katakan kepada idahram:
  • Lihatlah bagaimana busuknya kaum rofidhoh yang membunuh dengan cara berkhianat, Abdul Aziz telah memuliakan sang pembunuh akan tetapi dibalas dengan cara yang curang, keji, dan pengecut. Hal ini sebagaimana nenek moyang mereka Abu Lu'lu' Al-Majusi yang telah dimuliakan oleh Umar bin Al-Khotthoob malah justru membunuh Umar dengan cara yang pengecut, yaitu tatkala Umar sedang sholat.
  • Sebagaimana yang dikatakan oleh idahram : Apakah Abdul Aziz adalah seorang kafir?, aneh orang kafir kok sholat berjama'ah??, malah dibunuh tatkala sedang sholat??. Namun hal ini tidak mengherankan bagi idahram, karena menurut kacamata idahram kaum salafy wahabi adalah kaum kafir murtad…!!! Innaa lillahi wa inaa ilaihi raji'uun.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
X. WAHABI MEMBUNUH RIBUAN UMAT ISLAM DI THAIF

Idahram berkata, "Salafy Wahaby juga menyerang dan memberangus kota Thaif dengan alasan membebaskannya dari kemusyrikan. Penyerangan ini terjadi pada bulan Dzulqa'dah tahun 1217 Hijriah bertepatan dengan tahun1803 Masehi. Ketika itu kota Thaif berada di bawah pemerintahan as-Syarif Ghalib, gubernur kota Mekah. Padahal sebelumnya, antara as-Syarif Ghalib dan sekte Wahabi telah menjalin kesepakatan, namun mereka melanggarnya. . .

Di kota itu, mereka membunuh ribuan penduduk sipil, termasuk wanita dan anak-anak. Yang paling biadab, mereka turut menyembelih bayi yang masih di pangkuan ibunya dan wanita-wanita hamil, sehingga tiada seorang pun yang terlepas dari kekejaman wahabi" (Muhammad Muhsin al-Amiin ; Kasy al-Irtiyaab h. 18), demikian perkataan idahram dalam bukunya hal 77

Idahram juga berkata, "Maka, pada bulan Muharram 1248 H, Wahabi berhasil memasuki kota Mekah dan menetap di sana selama 14 hari. Dalam tempo masa inilah mereka melakukan perusakan dan membuat ketetapan tentang larangan menziarahi makam para nabi dan orang-orang shaleh" (Rujuk fakta sejarah tersebut dalam kitab berjudul Kasyf al-Irtiyab hal 18 karya Muhammad Muhsin Al-Amiin), demikian perkataan Idahram dalam kitabnya hal 78

Idahram juga menukil perkatan Ahmad Zaini Dahlan :

"Ketika memasuki Thaif, salafy wahabi melakukan pembunuhan secara menyeluruh, termasuk tua renta, tokoh masyarakat dan pemimpinnya, membunuh golongan syarif (ahlul bait), dan rakyat biasa. Mereka menyembelih hidup-hidup bayi-bayi yang masih menyusu di pangkuan ibunya, membunuh umat di dalam rumah dan kedai-kedai kecil. Apabila mereka mendapati satu jama'ah umat Islam mengadakan pengajian al-Qur'an, maka mereka bersegera untuk membunuhnya sehingga tiada lagi yang tinggal di kalangan mereka. Kemudian mereka masuk ke mesjid-mesjid. Di situ mereka membunuhi orang-orang yang sedang rukuk atau sujud, merampas uang dan harta mereka. Lalu mereka menginjak-nginjak mushaf al-Qur'an dengan kaki-kaki mereka, termasuk kitab-kitab Imam Al-Bukhari, Muslim, kitab Fikih, nahwu, dan kitab-kitab lainnya setelah mereka merobek-robek dan menebarkannya di jalan-jalan, gang-gang dan kawasan tanah rendah…." (Ahmad Zaini Dahlan : Umara al-Balad al-Haram, ad-Dar al-Muttahidah lin-Nasyr, hal 297-298), sebagaimana dinukil oleh idahram dalam bukunya hal 79.

Demikianlah Idahram menukil dari dua buku, yang pertama buku Kasyf al-irtiyaab karangan seorang syi'ah Rofidhoh yang bernama Muhsin Al-Amiin, dan yang kedua dari buku Umaroo al-Balad al-Haram, karangan Ahmad Zaini Dahlan, yaitu seorang yang sangat benci kepada kaum salafy wahabi sehingga menjadikannya nekat untuk berdusta.

          Sekilas jika kita membaca penukilan idahram di atas, maka kita sangat yakin kaum salafy wahabi adalah kaum yang kafir…, bagaimana bisa mereka nekat menginjak-nginjak al-Qur'an dengan kaki-kaki mereka??, menginjak-nginjak kitab shahih al-Bukhari dan shahih Muslim??!!. Ini merupakan kekafiran yang nyata. Justru kaum salafy wahabi sangat tegas dalam hal ini, jangankan menginjak al-Qur'an menghina syari'at Islam yang jauh lebih rendah dari Al-Qur'an bisa menyebabkan kekafiran menurut kacamata kaum salafy wahabi.

Karenanya tatkala membaca nukilan idahram di atas, seorang yang berakal sehat tentu tidak serta merta membenarkan hal ini. Jika nukilan di atas adalah tentang perbuatan kebiadaban kaum syi'ah rofidhoh maka mungkin masih diterima oleh akal sehat, mengingat keyakinan mereka bahwa Al-Qur'an menyimpang (dan bahkan benar-benar terjadi, sikap syi'ah Rofidhoh yang menginjak-nginjak al-Qur'an), akan tetapi jika tuduhan ini dituduhkan kepada kaum salafy wahabi yang begitu mengagungkan al-Qur'an dan kitab shahih Al-Bukhari dan Sahih Muslim ??!!. Kalau syia'ah Rofidhoh yang melakukannya sangatlah mungkin, mengingat mereka memiliki versi kitab hadits sendiri yaitu Al-Kaafi karya Al-Kulaini, yang dimata mereka seperti shahih Al-Bukhari di sisi Ahlus Sunnah.

Tentunya kebenaran berita nukilan idahram tadi kembali kepada kebenaran dan kejujuran penyampai berita tersebut. Ternyata dua pembawa berita tersebut yang satu beragama syi'ah rofidhoh, sedangkan yang satunya lagi sufi fanatik yang membolehkan berdoa kepada selain Allah, kepada mayat-mayat yang sudah tidak bisa bergerak dalam kuburan mereka. Ada baiknya jika kita mengenal lebih dekat hakikat kedua pembawa berita ini…

Hakekat Penulis kitab Kasyf al-Irtiyaab

Seperti biasa idahram mengambil informasi tentang kebengisan kaum salafy wahabi dari para penulis syi'ah rofidoh. Penulis kitab Kasy al-Irtiyaab adalah Ayatullah Muhsin Al-Amiin al-'Aamili seorang tokoh Rofidhoh masyhuur (silahkan lihat biografinya di : ar.wikipedia.org/wiki/محسن_الأمين_العاملي)

Karenanya buku Kaysf al-Irtiyaab ini ditampilkan di situs-situs sekte syi'ah Rofidhoh seperti di  http://shiaonlinelibrary.com. Dan Muhsin Al-Amiin juga telah menulis sebuah kitab yang berjudul "أَعْيَانُ الشِّيْعَةِ" dalam rangka membela sekte syi'ah (silahkan lihat muqoddimah putra penulis yang bernama Hasan Al-Amiin, Kasyf al-Irtiyaab hal 5, cetakan Muassasah Daar al-Kitaab al-Islaami, cetakan kedua)


Bahkan muqoddimah yang ditulis oleh Muhsin Al-Amiin di awal kitab Kasyf al-Irtiyaab menunjukkan aqidah syi'ahnya. Ia berkata :


"Tatkala lemah kekuatan para raja islam, maka dampaknya adalah kaum wahabi –yaitu dari kalangan arab badui Najd- menguasai negeri Hijaaz dan Al-Haromain yang mulia (Mekah dan Madinah) dan penghancuran lokasi-lokasi ziarah kaum muslimin, diantaranya adalah kubah para imam Ahlil Bait alaihimus salaam, dan adrihah mereka yang ada di baqi' demikian juga kubah-kubah kedua orang tua Nabi (ص) Abdullah dan Aminah, serta kubah kakek-kakek beliau dan paman-paman beliau dan sahabat-sahabat beliau, serta ummaahatul mukminin, dan Hawaa ibu para manusia, qubah para ulama dan kaum sholihin, kubah anak-anak Nabi (ص) dan sejumlah keluarga dan sahabat-sahabatnya, dan penghancuran seluruh lokasi yang diziarahi dan dicari keberkahannya di hijaaz…. Dan menjadikan kuburan para pembesar kaum muslimin dan para imam agama ini setelah diratakan dengan tanah…." (Kasyf al-Irtiyaab hal 6)

Ia juga berkata:


"Tatkala kaum wahabi masuk ke kota thoif maka merekapun meruntuhkan kubah Ibnu Abbas, sebagaimana yang mereka lakukan pertama kali, dan tatkala mereka masuk ke kota Mekah al-Mukarromah maka mereka meruntuhkan kubah Abdul Muththolib kakek Nabi (ص) dan kubah Abu Tholib paman Nabi" (Kasy al-Irtiyaab hal 53)

Perhatikanlah aqidah sang penulis dari sekte Syi'ah Rofidoh yang hobi beribadah di kuburan dan menyembah para penghuni kuburan. Bahkan sampai kuburan-kuburan orang kafir pun dibela olehnya.
  • Dalil-dalil yang shahih menunjukkan bahwa kedua orang tua Nabi shlalllahu 'alaihi wa sallam meninggal dalam keadaan kafir.
  • Kakek-kakek Nabi manakah yang beragama islam?
Yang dihancurkan juga adalah kubah-kubah kuburan, yang memang telah diperintahkan oleh Nabi untuk dihancurkan dan diratakan, sebagaimana telah lalu penjelasannya.

Memang kaum syi'ah Rofidhoh para penyembah kubur lebih memuliakan kubah-kubah tersebut daripada masjid-masjid rumah-rumah Allah.

Kita mengingatkan kembali kepada para pembaca yang budiman tentang perkataan Al-Imam As-Syafii:

لَمْ أَرَ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ الْأَهْوَاءِ أَشْهَدَ بِالزُّورِ مِنَ الرَّافِضَةِ
"Aku tidak pernah melihat seorangpun dari para pengikut hawa nafsu yang lebih bersaksi dusta dari Rofidhoh' (Hilyatul Awliyaa' 9/114)

Hakekat penulis kitab Khulaashotul Kalaam fi 'Umaroo al-Balad al-Haroom

Penulis kitab ini adalah Ahmad Zaini Dahlan yang sangat benci kepada keberhasilan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab. Selain kitab Khulaashotul Kalaam fi 'Umaroo al-Balad al-Haroom, ia juga menulis kitabnya yang lain yang berjudul "Ad-Duror As-Saniyyah fi ar-Rod 'alaa al-Wahhaabiyah". Kitabnya yang kedua ini telah dibantah oleh seorang ulama india yang bernama Syaikh Muhammad Basyiir As-Sahsawaani al-Hindi dalam kitabnya yang berjudul "Shiyaanatul Insaan 'an waswasah As-Syaikh Dahlaan" (Penjagaan manusia dari igauan syaikh Dahlan). Dalam bukunya beliau mengungkap kejahilan syaikh Dahlan, dan juga membongkar kedustaan Syaikh Dahlan.

Banyak kedustaan-kedustaan Syaikh Dahlan yang telah diungkapkan oleh Syaikh As-Sahsawani Al-Hindi (silahkan para pembaca menelaah sendiri kitab yang sangat bermafaat tersebut, dan bisa di download dihttp://d1.islamhouse.com/data/ar/ih_books/single/ar_Maintenance_rights_and_Sousse_Sheikh_Dahlan.pdf). Bahkan kitab Syaikh As-Sahwaani ini telah diberi kata pengantar oleh Syaikh Muhammad Rasyid Ridlo, salah seorang ulama Mesir yang sangat masyhur.

Akan tetapi –pada kesempatan ini- saya hanya menyampaikan dua kedustaan Dahlan yang terkesan sangat konyol yang nekat diciptakan oleh Syaikh Dahlan untuk merusak citra dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhaab. Yang lucunya ternyata idahram juga ikut-ikutan menukil sebagian kedustaan-kedustaan konyol tersebut. Diantaranya adalah :

Pertama : Tuduhan Dahlan bahwasanya Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab menganggap dirinya adalah seorang Nabi setelah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam

Ahmad Zaini Dahlan berkata :

كانوا يصرحون بتكفير الامة من منذ ستمائة سنة وأوّل من صرح بذلك محمد بن عبدالوهاب فتبعوه على ذلك وإذا دخل انسان في دينهم وكان قد حج حجة الاسلام قبل ذلك يقولون له حج ثانيا فان حجتك الاولى فعلتها و انت مشرك فلا تسقط عنك الحج و يسمون من اتبعهم من الخارج المهاجرين ومن كان من أهل بلدﺗﻬم يسموﻧﻬم الانصار والظاهر من حال محمد بن عبد الوهاب انه يدعي النبوة إلا أنه ما قدر على إظهار التصريح بذلك وكان في اوّل أمره مولعا بمطالعة أخبار من ادعى النبوة كاذبا كمسيلمة الكذاب و سجاح والاسود العنسي و طليحة الاسدي واضراﺑﻬم فكأنه يضمر في نفسه دعوى النبوّة و لو أمكنه إظهار هذه الدعوة لأظهرها وكان يقول لأتباعه إني أتيتكم بدين جديد ويظهر ذلك من أقواله وأفعاله ولهذا كان يطعن في مذاهب الائمة و اقوال العلماء ولم يقبل من دين نبينا صّلى الله عليه وسّلم إلا القرآن ويؤوله على حسب مراده مع انه انما قبله ظاهرا فقط لئلا يعلم الناس حقيقة أمره فينكشفوا عنه بدليل انه هو واتباعه انما يؤولونه على حسب ما يوافق اهواءهم لا بحسب ما فسره به النبي صّلى الله عليه و سّلم و اصحابه و السلف
"Mereka menyatakan dengan jelas akan kafirnya umat semenjak enam ratus tahun, dan orang yang pertama kali terang-terangan dengan pengkafiran umat adalah Muhammad bin Abdil Wahhaab, maka merekapun mengikutinya. Dan jika ada seseorang yang masuk dalam agama mereka –dan ia pernah haji islam sebelumnya- maka mereka berkata kepadanya, "Hajilah engkau lagi, karena hajimu yang pertama engkau laksanakan padahal engkau dalam keadaan musyrik, maka kewajiban hajimu belum gugur". Mereka menamakan orang-orang yang mengikuti mereka dari daerah luar dengan nama "Muhaajirin", dan orang-orang yang berasal dari daerah mereka, mereka namakan kaum "Anshoor".

Yang dzohir (nampak) dari kondisi Muhammad bin Abdil Wahhab bahwasanya ia mengaku sebagai nabi, hanya saja ia tidak mampu untuk menyerukannya terang-terangan.

Perkara pertama yang disenanginya adalah membaca kabar-kabar tentang orang-orang yang mengaku dusta sebagai nabi, seperti Musailamah Al-Kadzdzaab, Sijaah, Al-Aswad Al-'Anasi, Tulaihah Al-Asadi, dan semisal mereka. Maka seakan-akan ia menyimpan dalam hatinya pengakuannya sebagai nama, dan jika memungkinkannya untuk menampakkannya maka akan ia nampakkan. Ia berkata kepada para pengikutnya, "Sesungguhnya aku telah datang kepada kalian dengan membawa agama baru". Hal ini nampak dari perkatan-perkataan dan perbuatan-perbuatannya. Oleh karenanya beliau mencela madzhab para imam dan mencela perkataan para ulama, dan ia tidak menerima dari agama Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam kecuali hanya al-Qur'an, dan ia menta'wil al-Qur'an berdasarkan keinginannya, padahal ia hanya menerima al-Qur'an secara lahiriah saja agar orang-orang tidak mengetahui hakekat dirinya yang sesungguhnya (bahwa ia mengaku nabi-pen) sehingga akhirnya mereka akan membongkar rahasianya. Buktinya ia dan para pengikutnya hanyalah menafsirkan al-Qur'an sesuai dengan yang menyepakati hawa nafsu mereka bukan berdasarkan penafsiran Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, para sahabatnya dan para salaf" (Ad-Duror As-Saniyyah fi ar-rod 'alaa al-wahhaabiyah hal 50)


Subhaanallah… begitu kejinya Dahlan menuduh Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab mengaku sebagai seorang nabi??.

          Sungguh terlalu banyak perkataan Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab yang tegas menyatakan bahwa Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah nabi yang terakhir, penutup para nabi. Diantara perkataan beliau tersebut :

يعرف الإنسان أن الله لما خلقنا ما تركنا هملاً، بل أرسل إلينا الرسل، أولهم نوح، وآخرهم محمد عليهم السلام، وحقنا منهم خاتمهم، وأفضلهم محمد صلى الله عليه وسلم، ونحن آخر الأمم
"Manusia mengetahui bahwasanya tatkala Allah menciptakan kita Allah tidak membiarkan kita begitu saja, akan tetapi Allah mengutus para rasul kepada kita. Rasul yang pertama adalah Nuh, dan yang terakhir adalah Muhammad 'alaihimus sallam. Dan dari para rasul tersebut kita kebagian Rasul yang terakhir dan yang paling mulia yaitu Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, dan kita adalah umat yang terakhir" (Ad-Duror as-Saniyyah 1/168)

Beliau juga berkata :

وأولهم نوح عليه السلام وآخرهم محمد صلى الله عليه وسلم وهو خاتم النبيين، لا نبي بعده، والدليل قوله تعالى : ( ما كان محمد أبا أحد من رجالكم ولكن رسول الله وخاتم النبيين)
"Rasul yang pertama adalah Nuh 'alaihis salam, dan yang terakhir adalah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, dan ia adalah penutup para nabi, tidak ada lagi nabi setelahnya. Dan dalilnya adalah firman Allah ta’ala (Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi.) [QS. Al Ahzab: 40]" (Ad-Duror As-Saniyyah 1/135)

Bahkan Syaikh mengkafirkan orang yang mengaku sebagai nabi setelah nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Bahkan yang membenarkan adanya nabi setelah Nabi Muhammad shallalahu 'alaihi wa sallam juga dihukumi kafir oleh Syaikh.

Beliau berkata :

فمن أشرك بالله تعالى كفر بعد إسلامه . . . أو ادعى النبوة، أو صدق من ادعاها بعد النبي صلى الله عليه وسلم
"Barang siapa yang berbuat syirik kepada Allah maka ia telah kafir setelah islamnya… atau mengaku sebagai nabi, atau membenarkan orang yagn mengaku sebagai nabi setelah Nabi (Muhammad) shallallahu 'alaihi wa sallam" (Ad-Duror As-Saniyyah 10/88)

Beliau juga berkata :

هؤلاء أصحاب رسول الله - صلى الله عليه وسلم - قاتلوا بني حنيفة ، وقد أسلموا مع النبي - صلى الله عليه وسلم - وهم يشهدون أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله ، ويؤذنون ويصلون . فإن قال : إنهم يقولون : إن مسيلمة نبي ، فقل : هذا هو المطلوب ، إذا كان من رفع رجلا إلى رتبة النبي - صلى الله عليه وسلم - كفر وحل ماله ودمه ولم تنفعه الشهادتان ولا الصلاة ، فكيف بمن رفع شمسان أو يوسف ، أو صحابيَاَ ، أو نبيا إلى مرتبة جبار السماوات والأرض؟
"Mereka para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerangi Bani Hanifah –padahal Banu Hanifah telah masuk Islam di masa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam- dan mereka bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah dan bahwasanya Muhammad adalah Rasulullah, mereka mengumandangkan adzan dan mereka sholat.

Jika ada yang berkata : "Akan tetapi Banu Hanifah (*dikafirkan dan diperangi karena) mereka mengatakan bahwa Musailamah adalah Nabi", maka katakanlah : "Inilah yang dimaksud, jika seseorang yang mengangkat seseorang hingga derajat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjadi kafir dan halal darah dan hartanya serta tidak bermanfaat dua kalimat syahadatnya dan juga sholatnya, maka bagaimana lagi dengan orang yang mengangkat Syamsan, atau Yusuf, atau sahabat, atau Nabi ke derajat Allah penguasa langit dan bumi ??!!" (Kasyf As-Subhaat hal 32)

Kedua : Tuduhan Dahlan bahwa Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab mengkafirkan seluruh umat di atas muka bumi.

Berkata Ahmad Zaini Dahlan :

فكان يقول لهم : "إِنَّمَا أَدعوكم إلى التوحيد و ترك الشرك بالله" ويزين لهم القول وهم بوادي في غاية الجهل لا يعرفون شيئا من أمور الدين فاستحسنوا ما جاءهم به وكان يقول لهم "إني أدعوكم إلى الدين وجميع ما هو تحت السبع الطباق مشرِكٌ على الإِطلاق ومن قتل مشركا فله الجنة"
"Muhammad bin Abdil Wahab berkata kepada mereka, "Sesungguhnya aku menyeru kalian kepada tauhid dan meninggalkan kesyirikan kepada Allah". Lalu Muhammad bin Abdil wahhab menghiasi perkataannya padahal mereka adalah orang-orang badui yang sangat bodoh dan sama sekali tidak memahami perkara-perkara agama. Maka merekapun menganggap baik apa yang dibawanya. Ia juga berkata, "Aku menyeru kalian kepada agama, dan seluruh yang ada dibawah tujuh lapis langit secara mutlak adalah musyrik, dan barang siapa yang membunuh seorang musyrik maka ia masuk surga" (Ad-Duror As-Saniyyah fi Ar-Rod 'ala al-Wahhaabiyah hal 46-47, buku ini bisa di download di http://www.4shared.com/rar/luyiTrMA/_____.html). Perkataan Ahmad Zaini Dahlan ini dinukil oleh Idahram dalam bukunya pada halaman 68.

Ini adalah kedustaan yang nyata dan konyol…. Sejauh itukah kebencian Dahlan kepada dakwah Salafy sehingga nekat menuduh dengan tuduhan seperti ini !!!. Telah lalu penjelasan sikap Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab terhadap takfiir (pengkafiran), silahkan para pembaca kembali membaca ulasannya.

Inilah sosok Ahmad Zaini Dahlan yang dijadikan rujukan oleh idahram dalam menggambarkan kekejian kaum salafy wahabi. Yang semua tuduhan kebengisan tersebut semuanya hanyalah dusta.

Para pembaca yang budiman jangan heran dengan sikap Ahmad Zaini Dahlan yang nekat menuduh dengan tuduhan keji… semua ini dikarenakan ia sangat benci kepada kaum wahabi dan menganggap kaum wahabi seperti yahudi dan munafiq. (sebagaimana akan datang penjelasnnya)


Nukilan Idahram dari kitab Al- Jibrati.

Idahram berkata, ((Ulama sejarah terkenal berfaham wahabi yang bernama Syaikh Abdurrahman al-Jibrati mengakui kenyataan itu. Dalam bukunya yang berjudul Taariikh 'Ajaib al-Atsar fi at-Taroojum wa al-Akhbaar, ia menyatakan :
حاربوا الطائف وحاربَهم أهلُها ثلاثة أيام حتّى غلبوا فأخذ البلدةَ الوهابيون، واستولوا عليها عنوة، وقتلوا الرجال وأسروا النساء والأطفال، وهذا رأيهم مع من يحاربهم
 "Mereka (salafy Wahabi) menyerang Thaif dan memerangi penduduknya selama tiga hari, sehingga mereka takluk. Lalu orang-orang wahabi ini mengambil alih kota itu dan menguasainya secara semena-mena. Mereka membunuh kaum lelakinya, menyandera perempuan dan anak-anaknya. Begitulah pendapat mereka terhadap orang-orang yang mereka perangi"
(Muhammad Adib Ghalib : Min akhbaar al-Hijza wa an-Najd fi Taariikh al-Jibrati, Dar al-Yamamah li al-Bahts wa at-Tarjamah, cet-1, hal 90)
, demikian perkataan Idahram dalam bukunya hal 81

Idahram membawakan nukilan ini dalam rangka untuk menguatkan bahwasanya kaum wahabi memang bengis dalam berperang.

Akan tetapi pada nukilan ini ada catatan-catatan berikut :

Pertama : Penukilan langsung dari kitab aslinya sebagai berikut :


"Pada tanggal 15 Dzulhijjah –bertepatan tangga 18 April 1803 M- tiba surat utusan dari negeri Hijaz mengabarkan dalam surat tersebut bahwasanya kaum wahabi telah menuju ke arah kota Thoif. Maka Syarif gebernur Mekah –syarif Gholib- pun keluar menuju mereka dan memerangi mereka, maka merekapun mengalahkannya, maka iapun kembali ke kota Thaif lalu membakar rumahnya yang ada di sana, lalu kabur menuju Mekah. kaum wahabipun masuk ke kota Thaif dan pimpinan merea Al-Mudhooyifi adalah iparnya syarif Gholib (*suami saudara perempuan syarif Gholib), dan telah terjadi jarak/ketidak cocokan maka iapun pergi bersama kaum wahabi dan meminta kepada Su'ud al-Wahhabi untuk mengangkatnya sebagai pemimpin pasukan perang untuk memerangi syarif. Maka dikabulkanlah permintaannya. Maka mereka (kaum wahabi) pun memerangi kota Thaif, dan penduduk kota Thaif memerangi mereka selama tiga hari namun mereka kalah. Maka kaum wahabipun mengambil alih kota Thaif dan menguasainya dengan paksa/kekerasan, mereka membunuh para lelaki, dan menawan para wanita dan anak-anak. Dan inilah kebiasaan mereka terhadap orang-orang yang memerangi mereka" (Min Akhbaar al-Hijaaz wa Najd, hal 90)

Pada nukilan di atas sangat jelas bahwasanya kaum wahabi tatkala menyerang kota Thaif tidaklah membunuh wanita dan anak-anak.

Kedua : Idahram melakukan perubahan dalam penukilannya, dalam kitab aslinya tertulis هذا دَأْبُهُمْ مع من يحاربهم  "Dan inilah kebiasaan mereka terhadap orang yang memerangi mereka". Hal ini menunjukkan bahwa dalam setiap pertempuran mereka melawan musuh-musuh mereka, kaum wahabi tidak pernah membunuh para wanita, apalagi membunuh anak-anak !!!, karena itulah kebiasaan mereka tatkala menyikapi orang yang memerangi mereka.

Akan tetapi idahram merubah nukilan diatas sbb هذا رَأْيُهُمْ مع من يحاربهم "Begitulah pendapat mereka terhadap orang-orang yang mereka perangi"

Ada dua kesalahan yang dilakukan idahram, pertama yaitu merubah kata "kebiasaan mereka" menjadi "pendapat mereka", tentunya jika diartikan "pendapat mereka" bisa jadi pendapat mereka adalah tidak membunuh kaum wanita dan anak-anak akan tetapi prakteknya bisa jadi berbeda. Akan tetapi jika diartikan "kebiasaan mereka" menunjukkan itulah praktek yang terjadi dalam peperangan mereka melawan musuh-musuh mereka, bahwasanya mereka sama sekali tidak pernah membunuh para wanita apalagi anak-anak.

Ketiga : Kesalahan kedua, idahram menerjemahkan " orang yang memerangi mereka" dengan "orang-orang yang mereka perangi". Tentunya ada perbedaan antara dua terjemahan ini. Karena kaum wahabi mereka tidak memerangi kecuali orang yang menentang dan melawan mereka. Adapun orang yang tidak menentang tidak mereka perangi. Kaum wahabi tidak membunuh dari kaum lelaki kecuali kaum lelaki yang menentang dan memerangi mereka, adapun yang tunduk maka tidak dibunuh.

Keempat : Bahkan Al-Jibrati menjelaskan kaum wahabi tidak mengejar kaum lelaki yang lari. Tatkala menjelaskan tentang peristiwa tahun 1226 H bulan dzulhijjah, Abdurrahman bin Hasan  al-Jibrati berkata :


"… karena mereka (pasukan Baasyaa) telah mempersiapkan perahu-perahu di pinggiran pantai Al-Buraik untuk kehati-hatian (*digunakan untuk kabur jika mereka kalah-pen). Maka timbulah rasa takut dalam hati mereka, dan mereka menyangka bahwasanya kaum wahabi mengejar mereka, akan tetapi kenyataannya tidak seorangpun dari kaum wahabi yang mengejar mereka, karena mereka (kaum wahabi) tidaklah mengejar orang yang lari. Kalau seandainya kaum wahabi mengejar mereka tentunya tidak tersisa seorangpun dari mereka" ('A 4/222)

Sebagaimana dalam nukilan di atas juga sangatlah jelas, tatkala syarif Gholib kabur maka tidaklah di kejar oleh kaum wahabi untuk dibunuh. Jadi kaum wahabi hanya memerangi orang yang menentang.

Kelima : Adapun menawan/menyandera para wanita dan anak-anak maka ini merupakan kedustaan yang nyata. Sama sekali tidak pernah terjadi dalam peperangan manapun. Bahkan mereka menyikapi orang-orang yang tidak memerangi mereka sesuai syar'i. Sebagaimana hal ini telah dijelaskan oleh Muhammad Adiib Gholib dalam kitabnya "Min Akhbaar al-Hijaaz wa Najd" hal. 90-91

Penjelasan Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab Tentang Tuduhan-Tuduhan Dusta

Berikut pemaparan Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab tentang pemahaman beliau dan bantahan terhadap tuduhan dusta terhadap beliau. beliau berkata :

 ونحن أيضاً : في الفروع، على مذهب الإمام أحمد بن حنبل، ولا ننكر على من قلد أحد الأئمة الأربعة، دون غيرهم، لعدم ضبط مذاهب الغير ؛ الرافضة، والزيدية، والإمامية، ونحوهم ؛ ولا نقرهم ظاهراً على شيء من مذاهبهم الفاسدة، بل نجبرهم على تقليد أحد الأئمة الأربعة .
Dan kami dalam permasalahan furuu' berada diatas madzhab Al-Imam Ahmad bin Hanbal, dan kami tidak mengingkari siapapun yang taqlid kepada salah seorang dari empat imam madzhab bukan selain mereka, karena madzhab selain 4 madzhab tidak teratur. Adapun rofidhoh, zaidiyah, dan Imamiyah, serta yang semisalnya maka kami tidak membenarkan mereka –secara terang-terangan- atas sedikitpun dari madzhab-madzhab mereka yang rusak ini, akan tetapi kami memaksa mereka untuk bertaqlid kepada salah satu dari empat imam madzhab.

ولا نستحق مرتبة الاجتهاد المطلق، ولا أحد لدينا يدعيها، إلا أننا في بعض المسائل، إذا صح لنا نص جلي، من كتاب، أو سنة غير منسوخ، ولا مخصص، ولا معارض بأقوى منه، وقال به أحد الأئمة الأربعة : أخذنا به، وتركنا المذهب، كارث الجد والأخوة، فإنا نقدم الجد بالإرث، وإن خالف مذهب الحنابلة .
Kami tidak berhak mendapatkan tingkatan mujtahid mutlaq, dan tidak ada seorangpun dari kami yang mengaku-ngaku sebagai mujtahid mutlaq, hanya saja kami dalam sebagian permasalahan –jika telah shahih di sisi kami dalil yang jelas dan terang dari al-Qur'an ataupun sunnah yang tidak mansuukh dan tidak dikhususkan, serta tidak ada dalil yang lebih kuat yang menghalangi, dan pendapat tersebut merupakan pendapat dari salah satu dari empat imam madzhab-, maka kami mengambil pendapat tersebut, dan kami tinggalkan madzhab hanbali. Seperti permasalahan warisan kakek dan ikhwah, maka kami mendahulukan kakek untuk mendapatkan warisan, dan kami menyelisihi madzhab hanbali

ولا نفتش على أحد في مذهبه، ولا نعترض عليه، إلا إذا اطلعنا على نص جلي، مخالفاً لمذهب أحد الأئمة ، وكانت المسألة مما يحصل بها شعار ظاهر، كإمام الصلاة، فنأمر الحنفي، والمالكي مثلاً، بالمحافظة على نحو الطمأنينة في الاعتدال، والجلوس بين السجدتين، لوضوح دليل ذلك ؛ بخلاف جهر الإمام الشافعي بالبسملة، فلا نأمره بالأسرار، وشتان ما بين المسألتين ؛ فإذا قوي الدليل : أرشدناهم بالنص، وإن خالف المذهب، وذلك يكون نادراً جداً، ولا مانع من الاجتهاد في بعض المسائل دون بعض، فلا مناقضة لعدم دعوى الإجتهاد، وقد سبق جمع من أئمة المذاهب الأربعة، إلى اختيارات لهم في بعض المسائل، مخالفين للمذهب، الملتزمين تقليد صاحبه .
Dan kami tidak memeriksa seorang pun tentang apa madzhabnya, dan kami tidak memprotesnya, kecuali jika kami mendapati nash/dalil yang sangat jelas yang menyelisihi madzhab salah satu dari para imam, dan selain itu permasalahannya menimbulkan syi'ar agama yang nampak. Seperti imam sholat, maka kami memerintahkan imam yang bermadzhab hanafi dan yang bermadzhab maliki –contohnya- untuk tetap menjaga tuma'ninah tatkala I'tidal dalam sholat, tatkala duduk diantara dua sujud, karena dalilnya sangat jelas. Berbeda dengan permasalahan menjaharkan membaca basmalah, maka kami tidak memerintahkannya untuk membaca dengan sir. Tentunya ada perbedaan antara dua permasalahan ini. Maka jika dalil kuat kami mengarahkan mereka untuk mengikuti nash/dalil meskipun menyelisihi madzhab, dan yang seperti ini jarang sekali terjadi. Dan tidak ada halangan untuk berijtihad dalam sebagian permasalahan dan tidak berijtihad pada permasalahan yang lain, dan tidak ada pembatalan dengan dalil ijtihad. Sejumlah ulama madzhab telah mendahului dalam pilihan-pilihan fiqih mereka pada sebagian permasalahan fiqih, mereka menyelisihi madzhab mereka, dengan tetap berpegang pada mengikuti imam madzhab.

ثم إنا نستعين على فهم كتاب الله، بالتفاسير المتداولة المعتبرة، ومن أجلها لدينا : تفسير ابن جرير، ومختصره لابن كثير الشافعي، وكذا البغوي، والبيضاوي، والخازن، والحداد، والجلالين، وغيرهم . وعلى فهم الحديث، بشروح الأئمة المبرزين : كالعسقلاني، والقسطلاني، على البخاري، والنووي على مسلم، والمناوي على الجامع الصغير .
ونحرص على كتب الحديث، خصوصاً : الأمهات الست، وشروحها ؛ ونعتني بسائر الكتب، في سائر الفنون، أصولاً، وفروعاً، وقواعد، وسيراً، ونحواً، وصرفاً، وجميع علوم الأمة .
Kemudian untuk memahami al-Qur'an kami memanfaatkan kitab-kitab tafsir yang tersebar dan teranggap, untuk membantu pemahaman kami. Dan yang paling baik adalah tafsir Ibnu Jarir dan ringkasannya karya Ibnu Katsir As-Syafii, demikian juga Al-Baghowi, Al-Baidhowi, Al-Khozin, Al-Haddaad, al-Jalaalain dan selainnya.

Untuk memahami hadits Nabi kami menggunakan penjelasan para imam yang terkenal seperti Ibnu Hajr al-'Asqolaani, al-Qostholaani untuk shahih Al-Bukhari, dan Imam An-Nawawi untuk shahih Muslim, penjelasan Al-Munaawi untuk memahami al-Jaami' as-Shaghiir. Dan kami sangat perhatian untuk kitab-kitab hadits khususnya al-Kutub as-Sittah dan syarah-syarahnya, dan kami juga perhatian dengan kitab-kitab lainnya dalam bidang-bidang ilmu lainnya, baik permasalahan ushul (pokok) atau furuu' (cabang), baik dalam ilmu qowa'id, shirah, nahwu, shorf, dan seluruh cabang ilmu umat ini.

ولا نأمر باتلاف شيء من المؤلفات أصلاً، إلاّ ما اشتمل على ما يوقع الناس في الشرك، كروض الرياحين، أو يحصل بسببه خلل في العقائد، كعلم المنطق، فإنه قد حرمه جمع من العلماء، على أنا لا نفحص عن مثل ذلك، وكالدلائل، إلاّ إن تظاهر به صاحبه معانداً، أتلف عليه ؛ وما اتفق لبعض البدو، في اتلاف بعض كتب أهل الطائف، إنما صدر منه لجهله، وقد زجر هو، وغيره عن مثل ذلك .
Dan kami sama sekali tidak pernah memerintahkan untuk merusak kitab-kitab, kecuali kitab yang mengandung perkara yang bisa menjerumuskan masyarakat kepada kesyirikan, seperti kitab Roud ar-Royaahiin, atau kitab yang menyebabkan kerancuan dalam aqidah seperti ilmu filsafat, karena sejumlah ulama telah mengharamkan mempelajari filsafat. Meskipun kami tidak mengecek/memeriksa masyarakat untuk mencari kitab-kitab yang seperti ini. Demikian juga kitab ad-Dalaail. Kecuali jika pemilik kitabnya menampakkan penentangan maka akan dirusak kitab tersebut.

Adapun perkara yang kebetulan terjadi yang dilakukan oleh arab badui yang merusak sebagian buku-buku penduduk Thaif maka itu hanyalah karena kebodohannya, ia dan yang lainnya telah diperingatkan keras dari perbuatan seperti itu.

مما نحن عليه : أنا لا نرى سبي العرب، ولم نفعله، ولم نقاتل غيرهم، ولا نرى قتل النساء والصبيان .
وأما ما يكذب علينا : ستراً للحق، وتلبيساً على الخلق، بأنا نفسر القرآن برأينا، ونأخذ من الحديث ما وافق فهمنا، من دون مراجعة شرح، ولا معول على شيخ، وأنا نضع من رتبة نبينا محمد صلى الله عليه وسلم بقولنا، النبي رمة في قبره، وعصا أحدنا أنفع له منه، وليس له شفاعة، وأن زيارته غير مندوبة، وأنه كان لا يعرف معنى لا إلَه إلا ّ الله، حتى أنزل عليه فاعلم أنه لا إلَه إلا ّ الله، مع كون الآية مدنية، وأنا لا نعتمد على أقوال العلماء، ونتلف مؤلفات أهل المذاهب، لكون فيها الحق والباطل، وأنا مجسمة، وأنا نكفر الناس على الإطلاق أهل زماننا، ومن بعد الستمائة، إلا من هو على ما نحن عليه .
Dan termasuk yang kami yakini adalah kami tidak memandang bolehnya menawan kaum arab, dan kami tidak pernah melakukannya, dan kami tidak pernah memerangi selain mereka. Kami tidak memandang bolehnya membunuh para wanita dan anak-anak.

Adapun apa yang mereka dustakan tentang kami –dalam rangka menutup kebenaran dan merancukan kebenaran terhadap masyarakat- yaitu bahwasanya kami menafsirkan al-Quran dengan pemikiran kami saja, dan kami hanya mengambil hadits-hadits yang sesuai dengan hawa pemahaman kami tanpa kembali kepada syarah/penjelasan dan tidak kembali kepada seorang gurupun,  bahwasanya kami merendahkan kedudukan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan perkataan kami "Nabi hanyalah bangkai di kuburan, dan tongkat salah seorang dari kami lebih bermanfaat daripada beliau, bahwasanya beliau tidak memiliki syafaat, dan menziarahi beliau tidak dianjurkan, bahwasanya beliau tidak memahami makna laa ilaah illallah hingga diturunkan kepada beliau firman Allah

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ
"Maka ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah" (QS Muhammad : 19)

Padahal ayat ini adalah madaniyah (diturunkan di kota Madinah), dan bahwasanya kami tidak memandang perkataan para ulama, dan kami merusak kitab-kitab madzhab karena dalam kitab-kitab tersebut tercampur kebenaran dan kebatilan, dan kami adalah kaum mujassimah, serta mengkafirkan secara mutlak seluruh penduduk di zaman kami, dan kami mengkafirkan sejak tahun 600 hijriyah, kecuali orang-orang yang sesuai dengan pemahaman kami.

ومن فروع ذلك : أنا لا نقبل بيعة أحد إلا بعد التقرير عليه بأنه كان مشركاً، وأن أبويه ماتا على الإشراك بالله، وإنا ننهى عن الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم، ونحرم زيارة القبور المشروعة مطلقاً، وأن من دان بما نحن عليه، سقطت عنه جميع التبعات، حتى الديون، وأنا لا نرى حقاً لأهل البيت – رضوان الله عليهم – وأنا نجبرهم على تزويج غير الكفء لهم، وأنا نجبر بعض الشيوخ على فراق زوجته الشابة، لتنكح شاباً، إذا ترافعوا إلينا، فلا وجه لذلك ؛ فجميع هذه الخرافات، وأشباهها لما استفهمنا عنها من ذكر أولاً، كان
جوابنا في كل مسألة من ذلك، سبحانك هذا بهتان عظيم ؛ فمن روى عنا شيئاً من ذلك، أو نسبه إلينا، فقد كذب علينا وافترى
Dan diantara pengembangan kedustaan-kedustaan tentang kami yaitu bahwasanya kami tidak menerima bai'at seorangpun kecuali setelah ia mengaku bahwasanya ia dahulu seorang musyrik, dan bahwasanya kedua orang tuanya meninggal dalam keadaan musyrik, dan bahwasanya kami melarang untuk bershalawat kepada Nabi shallallahu 'alahi wa sallam, kami melarang secara mutlak untuk meziarahi kuburan yang disyariat'akan, dan barangsiapa yang beragama dengan keyakinan kami maka segala tuntutan dan tanggungannya gugur, bahkan hutang-hutangnya gugur. Bahwasanya kami tidak memandang hak-hak para ahlul bait –semoga Allah meridhoi mereka-, dan kami memaksa mereka untuk menikah dengan orang-orang yang tidak sekufu (setara/semartabat) dengan mereka. Bahwasanya kami memaksa seorang tua untuk menceraikan istrinya yang muda agar istrinya yang muda tersebut menikah dengan lelaki yang muda juga, jika mereka mengangkat permasalahan mereka kepada kami maka semua ini tidak benar, dan yang semirip dengan ini, semuanya adalah khurofat.

Tatkala ada yang bertanya kepada kami tentang tuduhan-tuduhan dusta di atas maka jawaban kami terhadap setiap tuduhan : "Maha suci Engkau Yaa Allah, ini adalah kedustaan yang sangat besar".

Barang siapa yang meriwayatkan dari kami sebagian dari kedustaan-kedustaan di atas, atau menisbahkannya kepada kami maka ia telah berdusta dan mengada-ngada atas nama kami.

ومن شاهد حالنا، وحضر مجالسنا وتحقق ما عندنا، علم قطعاً : أن جميع ذلك وضعه، وافتراه علينا، أعداء الدين، وإخوان الشياطين، تنفيراً للناس عن الإذعان، بإخلاص التوحيد لله تعالى بالعبادة، وترك أنواع الشرك، الذي نص الله عليه، بأن الله لا يغفره ( ويغفر ما دون ذلك لمن يشاء ) [ النساء :48] فإنا نعتقد : أن من فعل أنواعاً من الكبائر، كقتل المسلم بغير حق، والزنا، والربا، وشرب الخمر، وتكرر منه ذلك : أنه لا يخرج بفعله ذلك عن دائرة الإسلام، ولا يخلد في دار الانتقام، إذا مات موحداً بجميع أنواع العبادة .
Barang siapa yang menyaksikan kondisi kami, dan menghadiri majelis-majelis dan berusaha mengecek keyakinan kami maka pasti ia akan mengetahui bahwasanya seluruh tuduhan-tuduhan di atas merupakan kreasi musuh-musuh agama dan teman-teman para syaitan, dalam rangka untuk menjauhkan manusia dari sikap tunduk kepada Allah dengan mengikhlaskan tauhid kepada Allah dalam beribadah, dan meninggalkan berbagai macam kesyirikan, yang telah ditegaskan oleh Allah bahwasanya Allah tidak akan mengampuninya dan Allah mengampuni dosa-dosa selain kesyirikan bagi yang Allah kehendaki.

Kami meyakini bahwasanya barang siapa yang melakukan bermacam-macam dosa besar seperti membunuh muslim tanpa hak, berzina, praktik riba, minum khomr, dan hal ini ia lakukan berulang-ulang maka orang ini dengan perbuatannya tersebut tidak keluar dari lingkaran Islam, dan tidak kekal di tempat pembalasan (neraka) jika ia meninggal dalam keadaan bertauhid dengan seluruh jenis ibadah)). Demikian pernyataan Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab dalam Ad-Duror as-Saniyyah 1/227-230.

Inilah aqidah kaum salafy wahabi, aqidah yang murni dan dibangun di atas al-haq.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------

XI. WAHABI MEMBUNUH RIBUAN UMAT ISLAM DI MEKKAH DAN MADINAH

Idahram berkata ;

((Setelah Wahabi menyerang kota Thaif dan membunuh umat Islam serta ulamanya, mereka menyerang tanah mulia Makkah al-Mukarromah tahun 1803 M-1804 M (1218 H-1219 H). Hal ini seperti dinyatakan oleh pengkaji sejarah, Abdullah ibnu Asy-Syariif Husain dalam kitabnya yang berjudul Sidqu al-Akhbaar fi Khawaarij al-Qorni 'Asyar. Sedangkan pengkaji sejarah berfaham wahabi, Utsman ibnu Abdillah ibnu Bisyr al-Hanbali an-Najdi (dalam kitabnya 'Unwan al-Majd fi Taarikh Najd) menyatakan, prahara tersebut terjadi pada tahun 1220 H. Dalam kedua kitab sejarah tersebut, diceritakan kezaliman Wahabi di tanah suci Makah, diantaranya adalah :

  • Pada bulan Muharram 1220 Hijriah, bertepatan dengan 1805 Masehi, Wahabi di Makah membunuh ribuan umat Islam yang sedang menunaikan ibadah haji (Ibnu Bisyr : Unwan al-Majd fi tarikh Najd, Darot al-Malik Abdul Aziz, jilid 1, op.cit, h.135-137)
  • Dalam Tariikh al-Aqthaar al-'Arabiyah al-Hadits hal 179 disebutkan bahwa pembunuhan bukan hanya terjadi pada jama'ah haji, melainkan juga pada masyarakat sipil. Mereka bukan hanya ditindas dan dibunuh, tetapi juga banyak diantara mereka yang disiksa terlebih dahulu dengan dipotong tangan dan kakinya
  • Ibu-ibu penduduk kota Makah dipaksa menjual hartanya untuk menebus kembali anak-anaknya yang masih kecil yang telah disandera oleh Wahabi.
  • Penduduk kota Makah dilanda penyakit busung lapar akibat kezaliman yang telah dilakukan oleh Wahabi. Anak-anak dan orang tua mati kelaparan, sehingga mayat bergelimpangan di mana-mana karena Wahabi telah merampas semua harta umat Islam Makah yang mereka klaim sebagai harta ghanimah. Bukan hanya itu, mereka juga tidak segan-segan untuk membunuh siapa saja yang menghalanginya.
  • Utsman ibnu Abdillah ibnu Bisyr an-Najdi, pengkaji sejarah berfaham wahabi, menyatakan bahwa Wahabi menjual daging-daging keledai, daging anjing, dan bangkai kepada umat Islam Makah dengan harta yang tinggi dalam keadaan mereka kelaparan. Banyak diantara mereka yang meninggalkan kota Makah karena takut dari kekejaman Wahabi, sementara bangkai manusia membusuk bergelimpangan di sana sini (Ibnu Bisyr, Unwan al_majd fi Tarikh Najd, jilid 1, op.cit, h. 135-137)
  • Pendudukan Haramain ini berlangsung sekitar enam setengah tahun. Periode kekejaman ini ditandai dengan pembantaian dan pemaksaan ajaran Wahabi kepada penduduk Haramain, penghancuran bangunan-bangunan bersejarah dan pekuburan, pembakaran buku-buku selain Al-Qur'an dan hadis…))
(demikian perkataan Idahram dalam bukunya hal 83-84).

Komentar:

Sebelum menjelaskan kedustaan idahram dalam nukilan di atas, maka ada baiknya jika para pembaca mengetahui bagaimana sikap Syarif Gholib beserta para ulama sufiah yang mendukungnya terhadap para pengikut dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab.

Dalam kitabnya Khulaashotul Kalam fi 'Umaroo al-Balad al-Haroom Syaikh Ahmad Zaini Dahlan menyatakan bahwa wahabi adalah kaum yang kafir dan mulhid. Dahlan berkata dalam kitabnya tersebut :

ونظروا الى عقائدهم فاذا هي مشتملة على كثير من المكفرات فبعد أن أقاموا عليهم البرهان والدليل أمر الشريف مسعود قاضي الشرع ان يكتب حجة بكفرهم الظاهر ليعلم به الاول والآخر وأمر بسجن أولئك الملاحدة الانذال ووضعهم في السلاسل والاغلال فسجن منهم جانبا وفر الباقون ووصلوا الى الدرعية
"Mereka (*para ulama yang sefaham dgn Dahlan-pen) melihat kepada aqidah (para ulama wahabi), ternyata aqidah mereka mengandung banyak perkara yang mengkafirkan. Dan setelah mereka (para ulama Dahlan) menegakkan hujjah dan dalil kepada para ulama wahabi maka As-Syariif Mas'uud Qodi syari'at memerintahkan untuk menulis hujjah tentang kekafiran (ulama wahabi) yang nyata, agar diketahui oleh orang-orang sekarang dan mendatang, dan beliau memerintahkan untuk memenjarakan para mulhidin yang terhinakan tersebut, dan membelenggu mereka dengan rantai besi, maka sebagian mereka dipenjara, dan sisanya lari ke kota Dir'iyyah" (Khulaashotul Kalam fi Umaroo al-balad al-Haroom, karya Ahmad Zaini Dahlan jilid 2 hal 7, pada sub judul : Permulaan fitnah wahhabiyah, silahkan mendownload kitab ini di http://search.4shared.com/postDownload/4x1Yg2zG/________2.html)

Ahmad Zaini Dahlan juga berkata pada halaman yang sama:

أرسل أمير الدرعية جماعة من علمائه كما أرسل في المدة السابقة فلما اختبرهم علماء مكة وجدوهم لا يتدينون إلا بدين الزنادقة فأبى أن يقر لهم في حمى البيت الحرام قرار ولم يأذن لهم في الحج بعد أن ثبت عند العلماء أﻧﻬم كفار
"Gubernur kota Dir'iyyah mengutus sekelompok ulama mereka (*ke Mekah) sebagaimana mereka telah mengirimkan pada waktu yang lalu. Maka tatkala para ulama Mekah menguji mereka, para ulama Mekah mendapati bahwasanya mereka (*ulama wahabi dari Dir'iyyah) tidaklah beragama kecuali dengan agama kaum zindiq, maka Gubernur Mekah As-Syarif Musaa'id bin Sa'id enggan memberikan mereka kesempatan untuk menetap di sekitar Ka'bah, dan tidak mengizinkan mereka untuk berhaji setelah jelas di sisi ulama bahwasanya mereka adalah kafir" (Khulaashotul Kalam fi Umaroo al-Balad al-Haroom hal 7)

Ahmad Zaini Dahlan juga dalam kitabnya menukil fatwa As-Sayyid Mahmuud Al-Hanafi Al-Kazhimi yang membabi buta mengkafirkan kaum wahabi.

As-Sayyid Mahmuud berkata :

فتنة الوهابية حقيقة فتنة اليهودية قد بدت البغضاء من أفواههم وما صدورهم أكبر فكل فرد على عقيدة الوهابية أو اليهودية خبيث ومن يؤمن بالله ورسوله طيّب. . . فقد تحقق اعتزالهم عن المسلمين ظاهرا وباطنا حتى في التوحيد والرسالة أصولا وفروعا فلا يجوز الصلاة خلفهم . . .
"Fitnah Wahabi hakikatnya adalah fitnah Yahudi, telah nampak permusuhan dari mulut-mulut mereka, dan apa yang mereka sembunyikan dalam dada-dada mereka lebih besar lagi. maka setiap orang yang berada di atas aqidah wahabi atau yahudi adalah khobiits (buruk), dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan RasulNya adalah baik….Sungguh telah jelas terpisahnya mereka (kaum wahabi) dari kaum muslimin baik secara dzohir dan batin, bahkan dalam masalah tauhid dan risalah kenabian, baik dalam ushul mapun furuu', maka tidak boleh sholat (bermakmum) di belakang mereka…

فان الوهابية في غاية اساءة العقيدة والعمل حتى صاروا اضرّ الناس لنا فاﻧﻬم قد كفروا بالله ورسوله باظهار الاسلام ولا شبهة إﻧﻬم من المنافقين والخطاب لأحدهم بلفظ التعظيم والاكرام موجب سخط الاله ورسوله . . . فهم الذين كفروا وارتدوا من الله ورسوله ودين الاسلام قديما وحديثا فاﻧﻬم اشد كفرا ونفاقا ولا شك اﻧﻬم عبد الطاغوت من أتباع ابن تيمية وابن عبد الوهاب وغيرهما في العرب والعجم
Sesungguhnya kaum wahabi sangat buruk aqidah dan amal mereka, hingga mereka adalah orang yang paling memberi kemudhorotan kepada manusia bagi kita dengan menampakkan Islam, karena mereka telah kafir kepada Allah dan rasulNya. Dan tidak ada keraguan bahwasanya mereka termasuk orang-orang munafik. Berbicara kepada mereka dengan kalimat penghormatan dan pemuliaan mendatangkan kemurkaan Allah dan RasulNya…

Mereka adalah orang-orang yang kafir dan murtad (keluar) dari jalan Allah dan RasulNya dan agama Islam dulu dan sekarang. Mereka paling parah kekufuran dan kemunafikannya, dan tidak diragukan lagi bahwsanya mereka adalah para penyembah thoghut, para pengikut Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Abdil Wahhab dan selain mereka, baik di Arab maupun selain Arab" (Khulaashotul Kalaam fi Umaroo al-balad al-Haroom 2/234)

Dari nukilan-nuklan diatas maka kesimpulan hukum yang diberikan oleh Syaikh Dahlan cs kepada para pengikut dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab sbb :
  • Kaum wahabi adalah kafir, murtad
  • Mereka juga mulhid (atheis)
  • Mereka juga zindiq (munafiq), penyembah thoghut
  • Tidak boleh bermakmum dalam sholat di belakang mereka
  • Utusan mereka dipenjara dan dibelenggu dengan belenggu besi, bahkan hal ini dilakukan juga pada utusan yang datang untuk kedua kalinya
  • Mereka dilarang untuk melaksanakan ibadah haji
Inilah sikap penguasa Mekah Syarif Gholib kepada para pengikut dakwah, dengan menuduh mereka sebagai orang mulhid dan melarang mereka untuk melaksanakan ibadah haji yang merupakan rukun Islam yang kelima. Jadi syarif Gholib cs lah yang memulai permusuhan dan menzolimi para pengikut dakwah sebagaimana diakui oleh ulama mereka Ahmad Zaini Dahlan. Sungguh aneh… mereka menuduh kaum salafy wahabi khawarij takfiri (suka mengkafirkan) ternyata mereka justru terjerumus dalam takfiir !!!

Adapun kedustaan idahram maka setelah merujuk langsung ke dua kitab yang disebutkan oleh idahram, yaitu kitab Unwan al-Majd fi Tarikh Najd, karya Ibnu Bisyr dan juga kita Sidq al-Khobar fi Khawarij al-Qorn ats-Tsaani 'Asyr karya As-Syarif Abdullah bin Hasan Baasyaa, maka saya semakin menemukan kedustaan-kedustaan idahram.


Kedustaan-kedustaan tersebut sebagai berikut :

Pertamaidahram menyatakan bahwa kitab unwan al-Majd menyebutkan bahwa pembantaian ini terjadi pada peristiwa tahun 1220 Hijriyah pada bulan Muharrom. Dan idahram menyebutkan bahwa peristiwa itu disebutkan oleh ibnu Bisyr an-Najdi dalam kitabnya jilid 1 hal 135-136.

Hal ini merupakan kedustaan, dari dua sisi :
  • Setelah merujuk langsung kepada kitab unwan al-majd sesuai dengan pustaka yang dijadikan sumber oleh idahram (yaitu cetakan Darat al-Malik Abdul Aziz) ternyata pada jilid 1 hal 135-136 ibnu Bisyr sedang menceritakan peristiwa tahun 1191 dan 1192, maka sama sekali tidak disebutkan tentang masuknya kaum wahabi ke kota Makah, apalagi sampai terjadi pembantaian.
  • Idahram menyatakan bahwa Ibnu Bisyr menyatakan peristiwa pembantaian ribuan penduduk Makah terjadi pada tahun1220 H. Akan tetapi setelah merujuk kitab Unwan al-Majd, ternyata tatkala Ibnu Bisyr menyebutkan tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tahun1220 H (mulai jilid 1 hal 284 hingga hal 291), sama sekali beliau tidak menyebutkan adanya peristiwa pembantaian di kota Makah al-Mukarromah. Justru yang ada adalah gubernur Makah Syarif Gholib meminta perdamaian kepada Amir Sa'ud al-wahabi (silahkan lihat Unwan al-Majd 1/285-286), bahkan Syarif Gholib memberikan hadiah kepada utusan Amir Sa'ud. Justru setelah itu Syarif Gholib melakukan hal-hal yang meragukan, seperti membiarkan adanya pasukan perang dari Turki dan dan Maghrib 

Kedua : idahram menyebutkan bahwa dalam kitab Sidqu Al-Khobar bahwasanya peristiwa pembantaian ini terjadi pada tahun 1218-1219 H. Hal ini sungguh aneh !!!
  • Jelas ini bertentangan antara dua khabar, manakah yang benar terjadinya peristiwa pembantaian kota Makah itu, apakah pada tahun 1220 H?, ataukah tahun 1218-1219 H?
  • Setelah merujuk langsung kepada kitab Sidq Al-Khobar (cetakan Mathba'ah Al-Kaumain Al-Laadziqiyah) pada hal 136 tentang masuknya Wahabi ke Mekah pada tahun 1218 H, sang penulis Syarif Abdullah bin Hasan (yang sangat benci kepada Wahabiah, dan telah menganggap wahabiyah sebagai Khawarij abad 12) meskipun kebenciannya yang begitu mendalam namun ia tidak nekat berdusta seperti idahram. Sama sekali ia tidak menyebutkan adanya pembantaian penduduk kota Makah, apalagi sampai ribuan orang, apalagi sampai menyiksa dan memotong-motong anggota tubuh mereka sebelum di bunuh???. Sungguh ini merupakan kedustaan yang sangat memalukan yang berulang-ulang kali nekat dilakukan oleh idahram
  • Bahkan sang penulis Syarif Abdullah bin Hasan menyebutkan pada hal 137 sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Bisyr, bahwasanya justru Syarif Gholib malah meminta Amir Sa'ud untuk berdamai, dan Amir Sa'ud memberikan perdamaian dan keamanan kepada Syarif Gholib. 
Ketiga : idahram berkata ((Utsman ibnu Abdillah ibnu Bisyr an-Najdi, pengkaji sejarah berfaham wahabi, menyatakan bahwa Wahabi menjual daging-daging keledai, daging anjing, dan bangkai kepada umat Islam Makah dengan harta yang tinggi dalam keadaan mereka kelaparan. Banyak diantara mereka yang meninggalkan kota Makah karena takut dari kekejaman Wahabi, sementara bangkai manusia membusuk bergelimpangan di sana sini (Ibnu Bisyr, Unwan al-majd fi Tarikh Najd, jilid 1, op.cit, h. 135-137)) demikian perkataan idahram dalam kitabnya hal 85.

Sungguh ini merupakan kedustaan yang sangat-sangat memalukan…., sama sekali tidak ada penukilan seperti ini dalam kitab Unwan al-Majd. Bagaimana bisa masuk akal kaum wahabi menjual daging anjing dan bangkai kepada umat Islam??? Idahram memang benar-benar pendusta…, bahkan untuk memantapkan kedustaannya ia menampilkan scan sampul kitab Unwan al-Majd di dalam bukunya pada hal 75, sehingga para pembaca benar-benar menyangka bahwa idahram benar-benar telah menukil langsung dari buku tersebut. Akan tetapi kenyataannya idahram hanyalah pendusta kelas kakap… Sungguh menyedihkan pula, buku yang isinya kedustaan ini diberi kata pengantar oleh tokoh sekelas Arifin Ilham dan DR Said Aqil Siroj !!!

Justru dalam kitab Unwan al-Majd ibnu Bisyr menyebutkan bahwa pada tahun 1220 terjadi musim paceklik dan kemarau baik di Makah maupun di Majd. Dan setelah Syarif Gholib meminta perdamaian kepada Amir Sau'd dan diterima oleh Amir Sa'ud maka keadaan kembali membaik, harga-harga barang di Makah menurun.

Keempat : Pernyataan Idahram ((Pada bulan Muharram 1220 Hijriah, bertepatan dengan 1805 Masehi, Wahabi di Makah membunuh ribuan umat Islam yang sedang menunaikan ibadah haji)), sungguh ini merupakan kedustaan idahram yang tidak punya malu….!!!, sama sekali tidak ada dalam sejarah baik dalam buku Unwan Al-Majd maupun dalam buku sejarawan yang membenci wahabi yaitu Sidq al-Khobar karya Syarif Abdullah bin Hasan.

Berikut ini saya paparkan sejarah yang sebenarnya, sebagaimana dituturkan oleh Al-Jibrati:

"Dan sampailah kabar dari negeri Hijaz tentang permintaan As-Syarif Gholib kepada wahabiyin untuk berdamai, hal ini disebabkan karena kerasnya penekanan dan terputusnya sumber pemasukan mereka dari segala penjuru. Sampai satu ardab (*sejenis ukuran volume) beras 500 real, dan gandum 310 real, dan demikian pula halnya harga as-Saman dan madu, dan yang lainnya juga melonjak. Maka as-Syarif Gholib mau tidak mau akhirnya meminta perdamaian dan berada dibawah ketaatan wahabiyin, mengikuti jalan mereka, serta mengambil perjanjian terhadap para dai wahabi dan pemimpin mereka di dalam ka'bah. Serta memerintahkan untuk melarang terjadinya kemungkaran-kemungkaran dan melarang menampakkannya, melarang orang-orang yang mengisap tembakau di mas'a(tempat melakukan sa’i) antara shofa dan marwah. Memerintahkan untuk melazimi pelaksanaan sholat berjama'ah, membayar zakat, meninggalkan pemakaian sutra (*bagi kaum pria), dan peniadaan pajak dan kezoliman. Dan mereka dahulunya keluar dari batasan-batasan dalam hal ini, sampai-sampai mereka mengambil pajak dari mayat berdasarkan kondisi mayat, kalau keluarganya tidak membayar maka mereka tidak bisa untuk menguburkan sang mayat, dan pemandi mayat tidak bisa mendekati si mayat untuk memandikannya hingga datang izin. Dan bid'ah-bid'ah yang lainnya, demikian juga pajak-pajak yang mereka ada-adakan pada barang-barang perdagangan, yang mereka tarik dari para penjual dan pembeli. Demikian juga penyitaan harta dan rumah-rumah masyarakat. Hingga akhirnya seseorang tatkala sedang duduk di rumahnya tanpa ia sadari tiba-tiba pasukan syarif memerintahkannya untuk melepaskan rumahnya dan agar ia keluar dari rumahnya, mereka berkata kepadanya, "Sesungguhnya seorang pemimpin membutuhkan rumah ini, engkau keluar dari rumah ini sehingga jadilah rumah ini menjadi kepemilikian as-Syarif, atau engkau membayar perdamaian sesuai harga rumah ini atau lebih sedikit atau lebih banyak".

Maka syarif Gholib berjanji kepada wahabi untuk meninggalkan seluruh praktik-praktik tersebut dan mengikuti apa yang diperintahakn oleh Allah dalam al-Qur'an berupa keikhlasan dan mentauhidkan Allah saja, serta mengikuti sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan petunjuk para khulafaa ar-Roosyidin, para sahabat, para tabi'in, dan para imam mujtahid hingga akhir abad ke tiga. Dan meninggalkan apa yang dibuat-buat oleh masyarakat seperti bersandar kepada selain Allah, kepada makhluk baik yang hidup maupun para mayat tatkala dalam kondisi genting, demikian juga meninggalkan pembuatan kubah-kubah di atas kuburan, gambar-gambar dan hiasan-hiasan, bersikap tunduk, menyeru kepada penghuni kuburan, thowaf, nadzar kepada penghuni kubur, menyembelih dan memberikan kurban kepada penghuni kubur, demikian juga pengadaan perayaan ke kuburan-kuburan, berkumpulnya masyarakat dan percampuran para lelaki dan para wanita (di kuburan-kuburan), serta perkara-perkara yang ada kesyirikannya dalam tauhid uluhiyah yang Allah telah mengutus para rasul untuk memerangi orang yang menyelisihi tauhid ini agar agama seluruhnya miliki Allah. Maka syarif Gholib berjanji untuk melarang seluruh hal ini, dan untuk menghancurkan kubah-kubah yang di bangun di atas kuburan demikian juga bangunan-bangunan tinggi di atas kuburan karena hal ini merupakan perkara-perkara yang baru yang tidak terdapat di zaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Perjanjian ini disampaikan oleh Syarif Gholib setelah terjadi perdebatan kaum wahabi terhadap para ulama setempat dan penegakkan hujjah kepada mereka dengan dalil-dalil yang tegas dari al-Qur'an dan Sunnah, yang bisa ditakwil. Maka tatkala itu jalan-jalanpun menjadi aman, jalan-jalan antara Mekah dan Madinah bisa ditempuh, demikian juga antara Mekah dan Jedah dan Thoif. Harga-harga barangpun menjadi murah, dan banyak terdapat makanan, demikian juga hadiah yang diberikan oleh orang-orang Arab daerah timur kepada Mekah dan Madinah berupa kambing, minyak, dan madu. Hingga akhirnya satu ardab gandum harganya turun menjadi 4 real. Sementara syarif Gholib masih terus mengambil pajak dari para pedangan 20 persen. Jika ia ditegur maka ia menjawab, "Mereka para pedagang adalah musyrikin, aku menarik pajak dari musyrikin dan bukan dari muwahidin" ('Ajaaib al-Aatsaar fi at-Taroojum wa al-Akhbaar 4/8-9, karya Abdurrahman bin Hasan Al-Jibrati, tahqiq : Prof. DR Abdurrohim Abdurrahman, Mathba'ah Daar al-Kutub al-Mishriyah, al-Qoohiroh, cetakan tahun 1998 M)


PENCURIAN HARTA DI KOTA MADINAH

Idahram berkata, ((Setelah menguasai Mekah, pada akhir bulan Dzulqo'dah 1220 H, mereka juga berhasil menguasai kota Madinah. Setibanya di Madinah, mereka melabrak dan menggeledah rumah Nabi Saw., lalu mengambil semua harta benda yang ada di dalamnya, termasuk lampu dan tempat air yang terbuat dari emas dan perak yang dihiasi permata dan zamrud yang tidak ternilai harganya. Di sana mereka melakukan beberapa perbuatan keji dan sadis, sehingga menyebabkan banyak dari kalangan ulama melarikan diri, diantaranya adalah Syaikh Ismail al-Barzanji, Syaikh Dndrawi, dan lainnya. Kemudian mereka menghancurkan semuah kubah di Pekuburan Baqi, seperti kubah Ahlul Bait (istri-istri Nabi, anak keturunannya) serta pekuburan kaum muslimin….

Mereka juga telah memecahkan lampu-lampu Kota Madinah dan mengambilnya untuk dibagikan kepada para pengikut setia mereka. Kota Madinah akhirnya ditinggalkan dalam keadaan sepi selama beberapa hari tanpa adzan, iqomah, dan sholat)) (Silahkan rujuk fakta sejarah di atas dalam karya ulama Wahabi sendiri yang bernama Utsman bin Bisyr al-Hanbali an-Najdi dalam kitabnya Unwan al-Majd fi Tarikh Najd, jilid 1, op.cit., h.135)
Demikian penuturan Idahram dalam kitabnya hal 86-87

Setelah mengecek langsung kitab Unwaan al-Majd pada peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tahun 1220 H, saya tidak menemukan apa yang disebutkan oleh idahram di atas, kecuali hanya permasalahan pembongkaran kubah-kubah yang dibangun di atas kuburan. (silahkan lihat Unwaan al-Majdi 1/288). Adapun pemecahan lampu-lampu, kemudian lampu-lampu yang pecah tersebut dibagi-bagikan kepada para pengikut setia mereka….ini hanyalah dongeng idahram. Terlebih lagi kondisi kota Madinah beberapa hari tanpa ada adzan, iqomah, dan sholat ??. Seandainya yang menyerang kota Madinah adalah Khawarij Asli, maka tentu mereka akan menegakkan sholat..!!! ini jelas-jelas dongeng idahram !!!

Adapun mengenai perkataan idahram "mereka melabrak dan menggeledah …mengambil semua harta benda…., melakukan perbuatan keji dan sadis…dst" maka idahram tidak menjelaskan jenis perbuatan keji dan sadis yang dilakukan oleh kaum wahabi??, apakah pembunuhan?, pemerkosaan?, atau yang lainnya. Yang jelas semua ini hanyalah bagian dari kumpulan dongeng pengantar tidur yang dibuat-buat oleh idahram.

Adapun mengenai pengambilan harta dari kuburan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, maka berikut ini saya sebutkan penjelasan dari seorang sejarawan Mesir yang sangat terkenal yang bernama Abdurrahman bin Hasan al-Jabarti, dalam kitabnya "Ajaaibu Al-Atsaar fi At-Taroojum wa al-Akhbaar",




Buku sejarah ini telah dicetak berkali-kali di Mesir, mengingat ini adalah buku yang menjadi pegangan oleh para sejarawan dalam sejarah Mesir modern. Adapun cetakan buku ini yang saya jadi pegangan adalah cetakan yang diberi kata pengantar oleh Prof DR Abdul 'Azhim Romadon, kepala lembaga ilmiyah pengawas markaz dokumen dan sejarah Mesir Modern.

Al-Jabarti berkata:

"Mereka menyebutkan bahwsanya si wahabi (*yaitu Su'ud bin Abdil Aziz) telah menguasai apa yang berada di dalam rumah Nabi berupa harta benda dan permata, si wahabi telah memindahkannya dan mengambilnya. Mereka memandang bahwasanya mengambil harta tersebut merupakan dosa besar. Sesungguhnya harta-harta ini telah dikirimkan dan diletakan oleh orang-orang pandir dari kalangan konlomerat, para raja, dan para sultan 'ajam (selain Arab) dan juga selain mereka. Dikarenakan semangat mereka terhadap dunia dan kebencian mereka jika harta tersebut diambil oleh penguasa yang datang setelah mereka, atau untuk persiapan jika terjadi kesulitan/bencana, maka harta tersebut menjadi simpanan yang terjaga hingga waktu dibutuhkannya. Maka harta tersebut digunakan untuk jihad dan mengusir musuh. Dan tatkala zaman semakin berlalu, tahun semakin bertambah, dan orang-orang awam semakin banyak, dan harta tersebut semakin bertambah-tambah, maka harta tersebut hanya tersimpan tanpa ada faedahnya, dan tertancap dalam pemikiran bahwasanya harta tersebut diharamkan untuk diambil dan telah menjadi harta Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam maka tidak boleh diambil dan tidak boleh disalurkan. Padahal Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam suci dari hal ini, dan tidak pernah menyimpan sesuatupun dari perkara dunia selama hidup beliau. Allah telah menganugrahkan kepada beliau kedudukan yang mulia, yaitu berdakwah di jalan Allah, kenabian, dan al-Qur'an. Dan beliau telah memilih untuk menjadi seorang Nabi dan Hamba Allah, dan tidak memilih untuk menjadi Raja. Dalam shahih al-Bukhari dan shahih Muslim Rasulullah bersabda :

اللَّهُمَّ ارْزُقْ آلَ مُحَمَّدٍ قُوْتًا

"Yaa Allah jadikanlah rizki keluarga Muhammad pas-pasan" (HR Al-Bukhari no 6460 dan Muslim no 1055). . .

Kemudian jika mereka meletakan harta benda dan permata-permata sebagai sedekah kepada Nabi dan sebagai bentuk rasa cinta kepada Nabi maka hal ini merupakan kerusakan karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الصَّدَقَةَ لاَ تَنْبَغِي لآلِ مُحَمَّدٍ إِنَّمَا هِيَ أَوْسَاخِ النَّاسِ

"Sesungguhnya sedekah tidak pantas bagi keluarga Muhammad, sesungguhnya ia hanyalah sisa-sisa kotoran harta manusia" (HR Muslim no 1072)

Rasulullah melarang bani Hasyim untuk mengambil sedekah dan mengharmkan sedekah atas mereka.

Dan yang dimaksud adalah memanfaatkan harta tatkala masih hidup bukan setelah meninggal, karena harta diciptakan oleh Allah untuk urusan dunia dan bukan urusan akhirat. . ..

Dan kecintaan kepada Rasulullah adalah dengan membenarkannya serta mengikuti syari'atnya dan bukan dengan menyelisihi perintahnya, dan bukan dengan menyimpan harta di rumah beliau dan menghalangi kaum faqir miskin yang berhak atas harta tersebut …

Dan jika harta di rumah Nabi tidak dimanfaatkan oleh seorangpun –kecuali yang dicuri oleh para budak….sementara para fuqoroo' yang merupakan keturunan Nabi, para ulama, orang-orang yang membutuhkan, para musafir meninggal karena kelaparan, sementara harta ini terisolasi dan tidak bisa digunakan oleh mereka tercegah dari memanfaatkan harta tersebut hingga datanglah sang wahabi dan menguasai Madinah dan mengambil harta- harta tersebut… " (4/141-143)

Demikianlah kaum wahabi mengambil harta yang disimpan di rumah Nabi untuk dimanfaatkan bagi kaum miskin yang membutuhkannya.

MEMBERANGUS KOTA UYAINAH DAN MEMBUNUHI PENDUDUKNYA

Demikianlah idahram memberi judul yang sangat provokatif, sehingga  menggambarkan kepada para pembaca betapa bengisnya kaum wahabi.

Idahram berkata :

"Di awal masa penyebaran dakwahnya, Muhammad ibnu Abdul Wahhab telah melampiaskan dendam lamanya kepada amir kota Uyainah, Utsman ibnu Hamad ibnu Mu'ammar, yang telah mengusirnya dari daerah tersebut. Pada tahun 1163 Hijriah, Salafy Wahabi menyerang dan memporak-porandakan kampung asal Muhammad ibnu Abdil Wahab itu, serta berhasil membunuh Utsman ibnu Hamad ibnu Mu'ammar saat dia sedang sholat di dalam mesjidnya pada hari Jum'at. Bahkan Muhammad ibnu Abdil Wahab menuduhnya kafir. Merasa belum puas dengan terbunuhnya Utsman ibnu Hamad, Muhammad ibnu Abdil Wahab pun memerintahkan untuk menghabiskan nyawa penduduk kampung itu, menghancurkan rumah-rumah, membakar ladang, menumbangkan segala pepohonan yang ada di sana, dan merampas semua kekayaan kampung itu, bahkan menjadikan para wanitanya sebagai budak belian. Tidak cukup sampai di situ, Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab pun membuat kebohongan yang nyata dengan melarang orang-orang membangun kembali kampung Uyainah itu selama 200 tahun, dengan alasan, Allah Swt, akan mengirim jutaan belalang yang akan meluluhlantakan kampung tersebut beserta segala yang ada di dalamnya" (Ibnu Bisyr : Unwan al-Majd, op.cit.., jilid 1 h. 23. Juga lihat : Ibnu Ghannam ; Taarikh Najd, op.cit, jilid 2 hal 57). Demikian pernyataan idahram dalam kitabnya hal 87-89

Diantara tipu muslihat idahram, ia ingin menjelaskan bahwa buku-buku terbitan kaum wahabi sendiri menyatakan bahwa Muhammad bin Abdil Wahhab adalah seorang yang takfiri (suka mengkafirkan kaum muslimin). Idahram menukil peryataan-pernyataan Muhammad bin Abdil Wahhab dari dua buku kaum salafy wahabi. diantaranya kitab Unwan al-Majd karya Ibnu Bisyr dan kitab Taariikh Najd karya Ibnu Ghonnam.

Akan tetapi setelah meneliti nukilan-nukilan idahram dari kedua buku tersebut maka nampak sangat jelas jika Idahram ternyata hanya menipu kaum muslimin. Sungguh keji si idahram ini…, tidak punya malu berdusta berulang-ulang, selalu berdusta dan bertipu muslihat.

EMPAT KEDUSTAAN LAIN OLEH IDAHRAM TERHADAP KITAB UNWAAN AL-MAJD

Kedustaan Pertama : Pernyataan idahram bahwa Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab membunuh Ibnu Bisyr karena dendam, karena di awal dakwahnya, beliau telah diusir oleh Utsman dari kota Uyainah.

Ini adalah tuduhan dusta, dan tidak pernah tercantum dalam kitab Unwan al-Majd dan juga kitab Taarikh Najd. Bahkan sangat jelas dalam kitab Unwan al-Majd bahwasanya Utsman bin Mu'ammar dibunuh karena ia telah berkhianat berulang-ulang kali, dan ia justru ingin bekerjasama dengan musuh-musuh untuk mencelakakan kaum muslimin.

Berikut ini saya akan menukil tentang sejarah yang sebenarnya sebagaimana ditulis oleh Ibnu Bisyr dalam kitabnya Unwan al-Majd fi Taariikh Najd. Ibnu Bisyr berkata :


"Maka syaikh Muhammad bin Abdil Wahab pun berpindah ke negeri Uyainah. Dan gubernur Uyainah tatkala itu adalah Utsman bin Hamd bin Mu'ammar. Maka Utsmanpun menerima syaikh dengan baik dan memuliakannya. Syaikh pun menikah di Uyainah dengan Al-Jauharoh putri Abdullah bin Mu'ammar. Lalu syaikhpun menyampaikan kepada Utsman tentang apa yang ia dakwahkan tentang tauhid. Syaikh berusaha agar Utsman menolongnya dan syaikh berkata kepadanya, "Aku berharap jika engkau menegakkan laa ilaaha illaallah maka Allah akan menjadikanmu unggul, dan engkau akan menguasai Najd dan penduduk Arabnya". Maka Utsmanpun membantu syaikh dalam dakwahnya. Syaikhpun terang-terangan dengan dakwah kepada Allah dan menegakkan amar ma'ruf nahi mungkar.


"Beliaupun diikuti orang-orang dari penduduk Uyainah. Dan di Uyainah ada pohon-pohon yang diagungkan dan digantungkan benda-benda padanya (*untuk mencari barokah). Maka syaikhpun mengirim orang untuk memotong pohon-pohon tersebut alau ditebanglah. Dan di Uyainah ada sebuah pohon yang paling diagungkan oleh penduduk Uyainah. Disebutkan kepadaku bahwasanya Syaikh yang langsung pergi ke pohon tersebut dan langsung menebangnya sendiri. Setelah itu dakwah syaikh semakin berkembang, hingga beliau diikuti oleh 70 orang, diantara mereka ada para pembesar-pembesar dari keluarga Mu'ammar


"Kemudian syaikh ingin meruntuhkan kubah yang ada di kuburan Zaid bin Al-Khotthoob radhiallahu 'anhu. Beliaupun pergi ke daerah al-jubailah, lalu beliau berkata kepada 'Utsman : "Biarkanlah aku meruntuhkan kubah ini yang dibangun di atas kebatilan, dan masyarakan menjadi tersesat karena kubah ini". Utsman berkata, "Silahkan, runtuhkanlah !'. maka syaikh berkata, "Sesungguhnya aku khawatir jika penduduk daerah Al-Jubailah akan membela kubah tersebut, lantas memberi kemudorotan kepada kami, sehingga akupun tidak mampu untuk meruntuhkannya, kecuali jika engkau bersamaku". Maka utsmanpun berangkat bersama syaikh dengan sekita 600 orang. Penduduk al-Jubailah pun hendak mencegah mereka dari menghancurkan kubah. Akan tetapi tatkala mereka melihat Utsman dan tekadnya untuk memerangi mereka jika mereka tidak membiarkannya menghancurkan kubah, maka akhirnya mereka (penduduk al-jubailah) pun menahan diri, dan membiarkan mereka untuk menghancurkan kubah. Maka syaikh langsung meruntuhkan kubah dengan tangan beliau tatkala orang-orang yang bersamanya takut untuk meruntuhkannya. Maka orang-orang bodoh dari penduduk al-Jubailah menanti-nanti apa yang akan menimpa syaikh akibat meruntuhkan kubah. Ternyata syaikh pada pagi harinya dalam kondisi yang terbaik.


Setelah itu datang seorang wanita kepada syaikh dan mengaku di sisi syaikh bahwasanya ia telah berzina setelah jelas bahwasanya ia wanita muhsonah (telah menikah). Wanita tersebut berulang-ulang mengaku. Lalu diperiksa tentang akal wanita tersebut, ternyata ia wanita yang waras. Maka syaikh berkata kepadanya, "Mungkin saja engkau diperkosa?", akan tetapi ia mengaku telah melakukan perbuatan yang mewajibkannya untuk dirajam. Maka syaikhpun memerintahkan untuk merajam wanita tersebut, lalu dirajam.

Setelah itu perkara syaikh semakin berkembang, kerajaannya semakin besar, tersebarlah tauhid dan amar ma'ruf nahi mungkar.


Tatkala berita tentang syaikh tersebar di penjuru-penjuru maka sampailah kabar tersebut ke Salman bin Muhammad gubernur Ahsaa' dan juga Bani Kholid. Dan dikatakan kepadanya bahwa di daerah Uyainah ada seorang alim yang melakukan demikian dan demikian, dan berkata demikian dan demikian. Maka Salmanpun mengirim tulisan kepada Utsman yang berisi ancaman didalamnya, jika Utsman tidak membunuh syaikh atau mengusirnya dari Uyainah. Jika ia (Utsman) tidak melaksanakannya maka akan terputus upeti pemasukan/harta yang biasanya dikirim dari Ahasaa' ke Utsman. Upeti tersebut sangatlah banyak….selain itu juga makanan dan pakaian. Maka tatkala tulisan tersebut sampai kepada Utsman maka iapun merasa perkara tersebut besar, padahal tulisan tersebut dari makhluk, dan iapun lalai dari perintah Pencipta yang disembah. Maka Utsmanpun mengirim surat kepada syaikh dan menjelaskan apa yang terjadi. Lalu syaikhpun menasehatinya bahwasanya ini adalah agama Allah dan RasulNya. Barang siapa yang menegakkan agama Allah maka pasti ia akan diuji, namun setelah itu kemenangan dan kekuasaan akan ia raih, dan kejayaan adalah bagi wali-wali Allah. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an.


Utsman pun malu, lalu ia berpaling dari syaikh. Akan tetapi teman-temannya yang buruk kembali menakut-nakuti Utsman dengan ancaman gubernur Ahsaa'. Lalu Utsman pun mengirim surat kepada syaikh untuk kedua kalinya dan berkata, "Sesungguhnya Sulaiman telah memerintahkan aku untuk membunuhmu, dan kami tidak mampu untuk membuat ia murka, dan tidak mampu untuk melawan perintahnya, karena tidak ada kemampuan bagi kami untuk memeranginya. Dan bukanlah kebiasaan kami untuk mengganggumu di negeri kami, mengingat ilmu dan kekerabatanmu, maka uruslah dirimu dan biarkanlah negeri kami". Maka Utsmanpun memerintahkan seorang tentara berkuda yang namanya Al-Furaid Adz-Dzofiri dan juga pasukan berkuda, diantaranya adalah Thiwaalh Al-Hamrooni, lalu Utsman berkata kepada mereka, "Berangkatlah bersama lelaki ini (yaitu syaikh Muhammad bin Abidl Wahhab) dan pergilah bersamanya kemana saja ia mau". Maka syaikh pun berangkat bersama pasukan berkuda hingga beliau sampai ke daerah Dir'iyah.

Disebutkan kepadaku, bahwasanya selama dalam perjalanan menuju Dir'iyah Syaikh senantiasa berdzikir berkata Subhaanallah, walhamdulillah, wa laa ilaah illallah wallahu akbar, dan membaca firman Allah

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (٢)وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. (QS At-Tholaaq : 2-3)….)) demikian uraian ibnu Bisyr an-Najdi dalam kitabnya Unwan al-Majd fi Taariikh Najd 1/38-40)

Di sini Ibnu Bisyr menjelaskan sebab kenapa Syaikh diusir dari Uyainah, dikarenakan perintah Salman kepada Utsman untuk membunuh syaikh. Dan sama sekali tidak disebutkan bahwasanya syaikh setelah itu sakit hati dan ingin membalas dendam.

Ibnu Bisyr juga menceritakan pada jilid 1 hal 48 akhirnya Utsman bin Mu'ammar pun membai'at Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab atas islam dan dan jihad di jalan Allah, bai'at ini terjadi pada tahun 1158 atau 1159 Hijriyah. Setelah itu Utsman bin Mu'ammar pun diangkat menjadi pemimpin perang.

Akan tetapi setelah itu terjadi pengkhianatan Utsman yang terjadi berkali-kali, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Bisyr (silahkan lihat Unwan al-Majd jilid 1 hal 49-59), dan yang terakhir adalah sangat nampak hubungan dekat antara Utsman dengan musuh Syaikh Muhammad bin Abdil Wahab.

Ibnu Bisyr berkata :


"Kemudian masuk tahun 1163, dan pada tahun tersebut  terbunuh Utsman bin Mu'ammar, hal ini dikarenakan tatkala nampak jelas darinya pertolongannya kepada ahlul batil, dan perendahannya terhadap kaum muslimin yang ada di sisinya, dan kedekatannya kepada musuh-musuh mereka. Dan tersohor darinya perpecahan dan penyelisihan. Hal itu nampak jelas di sisi Syaikh Muhammad bin Abdil Wahab. Dan penduduk Uyainah datang menemui syaikh dan mengeluhkan kepada syaikh bahwasanya mereka takut sikap pengkhianatan Utsman bin Mu'ammar". (Unwan al-Majd 1/60)

Hal inilah yang menyebabkan syaikh Muhammad bin Abdil Wahab memerintahkan untuk membunuh Utsman.

Lebih dalam lagi dijelaskan dalam kitab Taarikh Najd karya Ibnu Ghonnam, beliau berkata :


"Tatkala kejahatan 'Utsman bin Mu'ammar terhadap ahli tauhid semakin bertambah-tambah, dan nampak kebenciannya terhadap mereka serta wala' nya kepada ahlul batil, dan jelas di sisi syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab kebenaran apa yang diceritakan tentang Utsman. Dan datang banyak penduduk Uyainah kepada syaikh mengadukan kekhawatiran mereka terhadap pengkhianatan Utsman terhadap kaum muslimin. Maka syaikh pun berkata kepada penduduk Uyainah yang datang kepadanya, "Aku ingin dari kalian bai'at di atas agama Allah dan RasulNya dan atas berwala' (menolong) orang yang berwala kepada Allah dan memusuhi orang yang memerangi dan memusuhi Allah, meskipun amir kalian adalah Utsman"

Maka penduduk Uyainah pun mengambil janji tersebut dan mereka sepakat untuk berbai'at. Maka hal ini menjadikan hati Utsman dipenuhi rasa takut, dan semakin bertambah kedengkiannya. Maka setanpun menghiasinya untuk mencelakakan kaum muslimin dan mengusir mereka ke negeri terjauh. Maka iapun mengirim surat kepada Ibnu Suwaith dan Ibrahim bin Sulaiman –pemimpin kota Tsarmad yang murtad- , ia meminta mereka berdua untuk datang kepadanya untuk menjalankan tekadnya untuk mencelakakan kaum muslimin.

Tatkala jelas bagi kaum muslimin hal ini (niat buruk Utsman ini) maka beberapa orang bersepakat untuk membunuhnya, diantara mereka adalah Hamd bin Rosyid dan Ibrahim bin Zaid. Tatkala selesai sholat jum'at maka merekapun membunuhnya di tempat sholatnya di masjid, pada bulan rojab tahun 1263 H" (Taarikh Najd hal 103)

Kedustaan Kedua : Idahram menyatakan bahwa Utsman dibunuh tatkala sedang sholat. Idahram berkata ((serta berhasil membunuh Utsman ibnu Hamad ibnu Mu'ammar saat dia sedang sholat di dalam mesjidnya pada hari Jum'at))
Ini jelas kedustaan, karena dalam kitab Unwan al-Majd bahwasanya Utsman dibunuh setelah sholat jum'at, bukan tatkala sholat

Kedustaan Ketiga : Idahram berkata ((Memberangus Kota Uyainah dan Membunuhi Penduduknya)), idahram juga berkata ((Pada tahun 1163 Hijriah, Salafy Wahabi menyerang dan memporak-porandakan kampung asal Muhammad ibnu Abdil Wahab itu))

          Ini jelas merupakan kedustaan yang sangat nyata, karena sama sekali tidak ada penyerangan terhadap kota Uyainah, apalagi membunuhi penduduknya, apalagi memberangus Kota Uyaianah !!!, ini semua kedustaan besar yang dilontarkan oleh idahram yang tidak memiliki rasa malu dalam berdusta. Yang terjadi adalah hanyalah pembunuhan Utsman bin Mu'ammar disebabkan pengkhianatan Utsman.

Kedustaan Keempat : Idahram berkata ((Merasa belum puas dengan terbunuhnya Utsman ibnu Hamad, Muhammad ibnu Abdil Wahab pun memerintahkan untuk menghabiskan nyawa penduduk kampung itu, menghancurkan rumah-rumah, membakar ladang, menumbangkan segala pepohonan yang ada di sana, dan merampas semua kekayaan kampung itu, bahkan menjadikan para wanitanya sebagai budak belian. Tidak cukup sampai di situ, Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab pun membuat kebohongan yang nyata dengan melarang orang-orang membangun kembali kampung Uyainah itu selama 200 tahun, dengan alasan, Allah Swt, akan mengirim jutaan belalang yang akan meluluhlantakan kampung tersebut beserta segala yang ada di dalamnya" (Ibnu Bisyr : Unwan al-Majd, op.cit.., jilid 1 h. 23. Juga lihat : Ibnu Ghannam ; Taarikh Najd, op.cit, jilid 2 hal 57).)) demikian perkataan idahram

          Hal ini jelas-jelas kedustaan, sama sekali tidak terdapat dalam kitab Unwan al-Majd maupun kita Taarikh Najd. Entah dari mana Idahram mengambil dongeng ini !!!.

Bukankah idahram juga menukilkan bahwasanya setelah Utsman bin Mu'ammar terbunuh makah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahab mengangkat saudara Utsman yang bernama Musyari bin Mu'ammar sebagai gubernur kota Uyainah???, lantas buat apa merampas kekayakan penduduk kampung??, buat apa membakar ladang, menebang semua pohon…memperbudak para wanita…melarang untuk membangun kembali kota Uyainah..!??!!. ini semua tuduhan keji idahram kepada Kaum Wahabi, dan ia akan bertanggung jawab di hadapan Allah kelak pada hari akhirat. Idahram menggambarkan kebengisan kaum wahabi, seakan-akan mereka adalah kaum Ya'juj dan Ma'juj !!!

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------

XII. TIGA KEDUSTAAN IDAHRAM ATAS BUKU TARIKH NAJD

Idahram berkata

((disebutkan :
إن عثمان بن معمر مشرك كافر، فلما تحقق أهل الإسلام من ذلك تعاهدوا على قتله بعد انتهائه من صلاة الجمعة وقتلناه وهو في مصلاه بالمسجد في رجب 1163هـ وفي البوم الثالث لمقتله جاء محمد بن عبد الوهاب إلى العيينة فعيّن عليهم مشاري بن معمر وهو من أتباع محمد بن عبد الوهاب
"Sesungguhnya Utsman ibnu Mu'ammar –penguasa Uyainah- adalah seorang musyrik yang kafir. Maka ketika orang-orang Islam menyadari itu, mereka bersepakat untuk membunuhnya setelah selesai melaksanakan sholat jum'at. Kami telah berhasil membunuhnya di dalam masjid bulan Rajab tahun 1163 H. Pada hari ketiga dari peristiwa pembunuhan itu, Muhammad ibnu Abdil Wahhab mengungjungi Uyainah untuk mengangkat Musyari ibnu Mu'ammar yang merupakan pengikut Muhammad ibnu Abdil Wahab" (Ibnu Ghannam ; Taariikh Najd, op.cit., h.97)
Setelah membaca kalimat-kalimat di atas, nalar penulis terasa buntu memahaminya. Bagaimana mungkin orang kafir melaksanakan sholat jum'at, bahkan tewas dibunuh dalam masjid?!. Apakah –barangkali- dalam kacamata salafi wahabi seseorang dapat dikatakan kafir meskipun dia sholat, puasa, zakat, bahkan haji sekalipun jika tidak mengikuti faham mereka?.
Bahkan pada halaman selanjutnya, yaitu halaman 98 dari buku tersebut, Ibnu Abdul Wahab jelas-jelas mengatakan bahwa seluruh penduduk Najd pada masa itu adalah orang-orang kafir. Dia berkata :
كفرة تباح دماؤهم، ونساؤهم وممتكاتهم، والمسلم هو من آمن بالسنة التي يسير عليها محمد بن عبد الوهاب ومحمد بن سعود
"Mereka semua (penduduk Najd-pen) adalah kafir, darah mereka halal. Begitu juga dengan wanita-wanita mereka, segala harta milik mereka halal (adalah halal untuk dijarah). Karena, orang Islam adalah orang yang percaya dengan sunnah Muhammad ibnu Abdil Wahhab dan Muhammad ibnu Saud")), demikian perkataan Idahram dalam bukunya hal 89-91.
Dalam nukilan di atas, idahram telah melakukan kedustaan yang berturut-turut. Satu nukilan mengandung 3 kedustaan.

Bantahan terhadap pernyataan Idahram di atas dari beberapa sisi:

Kedustaan Pertama : Idahram menukil perkataan Ibnu Ghonnam إِنَّ عُثْمَانَ بْنَ مُعَمَّر مُشْرِكٌ كَافِرٌ Sesungguhnya Utsman  bin Mu'ammar musyrik dan kafir"

Ini sungguh merupakan perkara yang sangat memalukan dari Idahram, kedustaan yang bertubi-tubi, semua itu ia lakukan hanya karena ingin menipu dan menggambarkan kepada kaum muslimin bahwa Muhammad bin Abdil Wahhab adalah suka mengkafirkan kaum muslimin jika tidak mengikuti alirannya.

Setelah mengecek langsung kitab Taariikh Najd ternyata saya tidak menemukan nukilan yang disampaikan oleh Idahram di atas. Ternyata idahram nekat berdusta.

Dalam kitab Taarikh Najd sama sekali pernyataan bahwa 'Utsman bin Mu'ammar seorang musyrik dan kafir !!!, lafal yang yang disampaikan oleh idahram semuanya karangan idahram sendiri.

Telah lalu penjelasan bahwa Utsman bin Mu'ammar dibunuh karena berkhianat hendak bekerja sama dengan pemimpin Tsarmad untuk mencelakakan kaum muslimin para ahli tauhid. Karenanya para pengikut Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab segera membunuh 'Utsman sebelum ia yang membunuh kaum muslimin. Dan peristiwa ini adalah perkara yang wajar, yaitu seseorang membunuh musuh sebelum musuh menyerang dan melakukan aksinya.

Telah lalu penjelasan tentang sikap Muhammad bin Abdil Wahhaab dalam masalah "takfiir" (mengkafirkan), dimana beliau sangat berhati-hati dan tidak sembarang mengkafirkan. Tidaklah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab mengkafirkan kecuali setelah memenuhi persyaratan dan hilangnya penghalang pengkafiran.

Adapun keheranan idahram kok bisa orang yang sholat dibunuh, maka kita katakan :
  • Orang yang dibunuh adalah orang yang murtad atau orang yang melakukan pelanggaran yang menyebabkan darahnya halal untuk dibunuh, meskipun ia sholat dan haji. Seperti orang yang berzina padahal sudah menikah, atau orang memberontak berhak untuk diperangi dan dibunuh (sebagaimana khawarij yang memberontak kepada Ali bin Abi Tholib), orang hendak membunuh lantas yang hendak dibunuh membela diri sehingga membunuhnya, dll.
  • Saya justru yang heran, bukankah idahram nekat memvonis kaum salafy wahabi kafir murtad??!!, tanpa dalil dan hanya dengan hawa nafsu !!!. Bukankah ini berarti idahram menghalalkan darah kaum salafy wahabi, bahwasanya kaum salafy wahabi berhak untuk dibunuh. Bukankah idahram tahu bagaimana semangat ibadah kaum wahabi, sholat mereka, puasa mereka, hafalan al-Qur'an mereka?, ilmu mereka??
  • Jelas dalam cerita yang termaktub kitab Taariikh Najd bahwasanya Utsman bin Mu'ammar dibunuh karena melakukan makar hendak mencelakakan kaum muslimin ahli tauhid pengikut dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab??.
  • Dan dalam kitab Tariikh Najd tidak disebutkan secara tegas status 'Utsman bin Mu'ammar, apakah ia seorang musyrik atau kafir. Bahkan yang disebutkan dalam kitab tersebut justru Utsman bin Mu'ammar berkali-kali memiliki niat busuk terhadap pengikut dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab, dan pura-pura menampakkan kesepakatannya kepada dakwah Syaikh Muhammad. Ini menunjukkan bahwa 'Utsman bin Mu'ammar tidak dinyatakan kafir atau musyrik oleh Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab.
  • Kalaupun 'Utsman bin Mu'ammar dinyatakan kafir tentunya ada sebab-sebab yang menyebabkan pengkafiran tersebut, yang tidak dijelaskan dalam buku Taarikh Najd secara detail

Kedustaan Kedua : Kedustaan Idahram dalam nukilannya ((Pada hari ketiga dari peristiwa pembunuhan itu, Muhammad ibnu Abdil Wahhab mengungjungi Uyainah untuk mengangkat Musyari ibnu Mu'ammar yang merupakan pengikut Muhammad ibnu Abdil Wahab)).

Sungguh ini perkara yang sangat memalukan, memalsukan isi buku, mengarang sendiri, kemudian mencela orang lain dengan dalil karangan kedustaannya sendiri. Yang termaktub dalam Taariikh Najd sama sekali tanpa penyebutan apakah Musyari bin Mu'ammar pengikut Muhammad bin Abdil Wahhab atau bukan.


"Tatkala Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab mengetahui wafatnya 'Utsman bin Mu'ammar maka beliaupun bersegera berjalan menuju 'Uyainah karena khawatir timbulnya perselisihan dan pertikaian masyarakat. Maka beliapun datang kepada mereka pada hari ke 3 setelah terbunuhnya Utsman. Maka tenanglah masyarakat, dan terjadilah dialog dan musyawarah dalam menentukan siapa pengganti Utsman bin Mu'ammar sebagai pemimpin dan penguasa. Maka para ahli tauhid –khususnya yang ikut serta membunuh 'utsman- ingin agar tidak seorangpun dari keluarga Mu'ammar yang menjadi pemimpin. Akan tetapi Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab tidak setuju, lalu menjelaskan kepada mereka cara yang benar dengan dalil yang memuaskan. Maka Syaikhpun mengangkat Musyaari bin Mu'ammar sebagai penguasa. Peristiwa ini terjadi pada pertengahan bulan Rajab" (Taariikh Najd hal 103)

Justru dalam nukilan yang benar di atas ini menjelaskan bahwasanya karena sikap bijak dan hikmah dari Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab akhirnya saudara Utsman bin Mu'ammar yang bernama Musyaari bin Mu'ammar tetap diangkat menjadi penguasa, padahal keputusan Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab ini pada awalnya tidak disetujui, karena Musyari masih kerabat dengan 'Utsman bin Mu'ammar.
Kedustaan Ketiga : Dusta ketiga idahram adalah pada perkataannya ((Bahkan pada halaman selanjutnya, yaitu halaman 98 dari buku tersebut, Ibnu Abdul Wahab jelas-jelas mengatakan bahwa seluruh penduduk Najd pada masa itu adalah orang-orang kafir. Dia berkata :
كفرة تباح دماؤهم، ونساؤهم وممتلكاتهم، والمسلم هو من آمن بالسنة التي يسير عليها محمد بن عبد الوهاب ومحمد بن سعود
"Mereka semua (penduduk Najd-pen) adalah kafir, darah mereka halal. Begitu juga dengan wanita-wanita mereka, segala harta milik mereka halal (adalah halal untuk dijarah). Karena, orang Islam adalah orang yang percaya dengan sunnah Muhammad ibnu Abdil Wahhab dan Muhammad ibnu Saud"))


Setelah saya mengecek halaman selanjutnya dari kisah terbunuhnya Utsman bin Mu'ammar maka saya sama sekali tidak menemukan lafal yang dinukil oleh idahram ini. Sungguh sangat memalukan dan menunjukkan buruknya perangai idahram yang tukang berdusta. Tidak malu untuk berdusta tiga kali berturut-turut dalam satu tempat !!!!

Bagaimana mungkin Muhammad bin Abdil Wahhab sampai mengatakan bahwasanya seorang muslim adalah seorang yang mengimani sunnah yang ditempuh oleh Muhammad bin Abdil Wahhab dan Muhammad bin Sa'uud !!!!

Kami yang lebih dari 10 tahun menimba ilmu dari para ulama –"salafy wahabi"- sama sekali tidak pernah mendengarkan hal seperti ini. !!!

PENYERANGAN KOTA RIYADH

Idahram menyatakan dalam kitabnya hal 93 bahwasanya pada tahun 1187 tatkala Abdul Aziz menyerang kota Riyadh ia ((membunuh banyak penduduk muslim dari kaum lelaki, perempuan, dan anak-anak))

Setelah itu untuk memantapkan kedustaannya ia menyandarkan semua informasi ini kepada kitab Unwan al-Majd

Ini jelas merupakan kedustaan besar. Dan seperti biasa Idahram selalu berdusta untuk menggambarkan kebengisan kaum wahabi. Setelah membaca langsung kitab Unwan al-Majd pada jilid 1 hal 119-121 tentang sejarah peristiwa tahun 1187, maka ternyata Ibnu Bisyr berkata :


"Dan terjadi antara mereka peperangan. Beberapa orang lelaki terbunuh dari penduduk Riyadh, dan dari pasukan perang Abdul Aziz terbunuh 12 orang lelaki, diantaranya adalah 'Aqil bin Nashir…" (Unwan al-Majd 1/119, pada peristiwa tahun 1187)

Ternyata justru yang lebih banyak terbunuh adalah dari pasukan perang Abdul Aziz. Sama sekali tidak ada pembunuhan para wanita, apalagi anak-anak. Ini hanyalah dongengan idahram si pendusta.

PELARANGAN JAMA'AH HAJI

Idahram mengatakan dalam bukunya dibawah sub judul "(Wahabi) Melarang dan Menghalangi Umat Islam dari Menunaikan Ibadah Haji:

((Sejarawan Wahabi Ibnu Bisyr, dengan bangganya menceritakan tentang kejadian di tahun 1221 itu :
"Ketiga keluarga Sa'ud keluar dari Dir'iyah untuk memantau kondisi kota Makah, dia mengutus Farraj ibnu Syar'an al-'Utaibi dan beberapa orang bersamanya untuk melarang rombongan haji asal Syam, Istambul, dan sekitarnya memasuki kota Makah. Padahal rombongan haji tersebut telah sampai di kota Madinah menuju Makah. Rombongan yang dipimpin oleh Gubernur Abdullah al-Uzham Pasya dan para petinggi negeri itu terpaksa menelan pil pahit untuk kembali ke negerinya masing-masing guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan" (Ibnu Bisyr; Unwan al-Majd fi Tarikh an-Najd, op.cit, jilid 1.h. 139)
Lalu dengan begitu senangnya dia (*ibnu Bisyr) berkata :
وَلَمْ يحجّ في هذه السنة أحد من أهل الشام ومِصر والعراق والْمَغرب وغيرهم إلا شرذمة قليلةٌ من أهل الْمَغرب لا اسمَ لَهُمْ
"Tidak seorang pun dari penduduk Syam, Mesir, Irak, Maghrib (Maroko), dan negeri yang lain dapat berhaji pada tahun ini, kecuali hanya segelintir orang penduduk Maghrib yang tidak dikenali" (Unwan al-Majd jilid 1, hal 143)…)).

Demikian perkataan idahram dalam bukunya hal 101
Namun setelah saya mengecek langsung kitab Unwan al-Majd, maka seperti biasa ternyata idahram sedang melaksanakan aksinya "berdusta dan bertipu muslihat". Kedustaan idahram nampak pada poin-poin berikut :

Pertama ; Idahram berkata ((Ketiga keluarga Sa'ud keluar dari Dir'iyah untuk memantau kondisi kota Makah)), padahal dalam kitab Unwan al-Majd disebutkan bahwasanya Amir Su'ud bin Abdul Aziz bersama kaum muslimin pergi ke Mekah untuk melaksanakan ibadah haji yang ke dua kalinya (Lihat Unwan al-Majd 1/291). Jadi bukan hanya keluarga Sa'ud saja dan juga bukan tujuannya untuk memantau kota Mekah. Idahram sengaja menyembunyikan fakta bahwasanya Sa'ud adalah seorang yang taat beragama dan juga berhaji.

Kedua : idahram tatkala menukil perkataan ibnu Bisyr ((Ketiga keluarga Sa'ud keluar dari Dir'iyah untuk memantau kondisi kota Makah, dia mengutus Farraj ibnu Syar'an al-'Utaibi . . . . . Rombongan yang dipimpin oleh Gubernur Abdullah al-Uzham Pasya dan para petinggi negeri itu terpaksa menelan pil pahit untuk kembali ke negerinya masing-masing guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan)), ternyata idahram tidak sedang menerjemahkan perkataan ibnu bisyr akan tetapi idahram sedang menukil secara makna atau kesimpulan yang disampaikan oleh Ibnu Bisyr. Ini merupakan kedustaan kepada para pembaca, karena tatkala idahram mengesankan perkataan tersebut merupakan perkataan ibnu Bisyr, apalagi di awali dan di akhir dengan dua tanda kutip "….".
Berikut ini penukilan yang sebenarnya :


"Hal ini (pelarangan rombongan haji Syam) dikarenakan Sa'ud khawatir gubernur Makah Syarif Gholib akan melakukan sesuatu yang buruk pada Sa'ud dikarenakan masuknya rombongan haji dari Syam dan para pengikut mereka. Maka Abdullah al-Azhm dan para pengikutnya pun kembali dari kota Madinah ke negeri mereka" (Unwan al-Majd 1/292)

Dalam penukilan ini Ibnu Bisyr menjelaskan sebab pelarangan masuknya rombongan haji dari Syam yang dipimpin oleh Abdullah al-Azhm Pasya adalah kekhawatiran sikap pengkhianatan Syarif Gholib yang bisa saja bekerja sama dengan pasukan perang Syam untuk menyerang Sa'ud yang sedang melaksanakan ibadah hajji. Jadi pelarangan tersebut bukan karena tanpa sebab, atau karena jama'ah haji selain wahabi kafir dan musyrik.

Ketiga : Adapun perkataan idahram ((Lalu dengan begitu senangnya dia (*ibnu Bisyr) berkata :
وَلَمْ يحجّ في هذه السنة أحد من أهل الشام ومِصر والعراق والْمَغرب وغيرهم إلا شرذمة قليلةٌ من أهل الْمَغرب لا اسمَ لَهُمْ
"Tidak seorang pun dari penduduk Syam, Mesir, Irak, Maghrib (Maroko), dan negeri yang lain dapat berhaji pada tahun ini, kecuali hanya segelintir orang penduduk Maghrib yang tidak dikenali" (Unwan al-Majd jilid 1, hal 143)…))

Maka ini merupakan kedustaan yang nyata dan dongeng yang dibuat oleh idahram. Sama sekali nulikan ini tidak ada dan tidak ada kaitannya dengan peristiwa tahun 1221 H. Dan sangat nampak kedustaan dari dongeng kreasi idahram ini karena disebutkan dalam dongeng tersebut bahwasanya pada tahun 1221 Hijriyah tidak ada  seorangpun yang berhaji dari penduduk Syam, penduduk Mesir, penduduk Maghrib dan penduduk negeri-negeri lainnya. Seakan-akan yang berhaji cuma Sa'ud dan para pengikutnya saja. Ini bertentangan dengan cerita yang sesungguhnya, karena yang dilarang masuk adalah rombongan haji dari negeri Syam yang dipimpin oleh Abdullah al-'Azhm. Adapun jama'ah haji dari negeri-negeri yang lainnya tidak dilarang oleh Sa'ud.

Sungguh memalukan idahram ini, suka berdongeng tapi dongengannya ngawur, idahram hendak berdusta tapi Alhamdulillah ia tidak pandai berdusta !!!

Demikianlah para pembaca yang budiman sekian banyak kedustaan idahram yang sempat saya cek dan teliti, dan tentunya masih banyak kedustaan-kedustaan yang ia lancarkan. Akan tetapi apa yang saya sebutkan di atas sudah cukup untuk menjelaskan hakekat idahram sang pendongeng anti wahabi !!!

Al-Jabarti rahimahullah menjelaskan bahwasanya kaum wahabi pada dasarnya sama sekali tidak melarang jama'ah dari manapun untuk melaksanakan ibadah haji. Akan tetapi kaum wahabi melarang rombongan haji dari Syam dikarenakan mereka membawa sebuah bid'ah dalam rangkaian ibadah haji. Bid'ah tersebut dikenal dengan bid'ah al-mahmal.

Bid'ah Mahmal adalah bid'ah yang biasa dilakukan oleh orang-orang Turki dari dinasti Utsmaniyah, dimana mereka terbiasa setiap tahun –melalui pembesar-pembesar mereka- mengirim sebuah onta yang memikul kiswah ka'bah. Jadi mahmal adalah onta yang diletakan di atasnya keranda dan dihiasi dengan beraneka ragam hiasan, dan mereka memposisikan onta tersebut di bagian depan rombongan haji. Dan onta ini diring-iringi dengan seruling, gendrang dan alat-alat musik yang tidak pantas dengan kesucian kota Mekah. Mereka menjadikan acara ini adalah sunnah tahunan, bahkan sampai-sampai sebagian orang awam menganggap bahwa seremonial mahmal ini merupakan salah satu dari rangkaian ibadah haji. Mereka terlalu berlebih-lebihan dalam mengagungkan onta ini, hingga sebagian masyarakat mengusap-ngusap onta tersebut dan menciumnya untuk mencari keberkahan. (lihat http://www.islamww.com/books/GoToPage50-108-30930-146.html)

Berikut penjelasan Al-Jabarti rahimahullah :

"Dan pada hari kamis tanggal 13 (Jumadil akhir tahun 1221 H) sampailah rombongan dari swais, yang disertai dengan al-mahmal, mereka memasukan al-mahmal dan mereka bawa dari kota Madinah. Di belakangnya ada iringan gendang dan seruling. Di depannya para pembesar tentara dan para putra Baasya, dan Musthofa Jawisy adalah pemandu safar tersebut. Musthofa Jawisy telah mengabarkan kepadaku bahwasanya tatkala ia pergi ke Mekah dan ada si Wahabi (*mungkin maksudnya adalah Amir Su'ud bin Abdil Aziz-pen) dan ia bertemu dengan si wahabi. Maka si wahabi berkata kepadanya, "Adat apakah ini yang kalian bawa dan kalian agungkan?". Si wahabi mengisyaratkan kepada perkara mahmal/onta yang dihias. Maka Musthofa Jawisy berkata kepadanya, "Sudah merupakan adat kebiasaan sejak dulu bahwa mereka menjadikan mahmal tersebut sebagai tanda untuk berkumpulnya para jama'ah haji". Si wahabi berkata, "Janganlah kalian melakukannya lagi setelah ini, jika kalian tetap melakukannya maka akan aku hancurkan mahmal ini" ('Ajaaib al-Atsaar 4/28)

Al-Jabarti rahimahullah juga berkata :

"Diantara kejadian tahun ini (*bulan dzulhijjah tahun 1223 H-pen) adalah berhentinya haji Syam dan Mesir dengan beralasan bahwa si wahabi telah melarang orang-orang untuk melakukan haji. Akan tetapi kenyataannya bukanlah demikian, karena si wahabi tidak melarang seorangpun untuk datang berhaji dengan cara yang disyari'atkan. Ia hanyalah melarang orang yang berhaji dengan cara yang menyelisihi syari'at berupa bid'ah-bid'ah yang tdak diperbolehkan oleh syari'at, seperti bid'ah al-mahmal. Gendang, dan seruling, serta memikul senjata. Dan telah sampai (ke Mekah) para jama'ah haji dari maghrib dan mereka melaksanakan haji lalu kembali pada tahun ini dan juga tahun sebelumnya, dan tidak ada seorangpun yang mengganggu mereka sama sekali" ('Ajaaibul Atsaar 4/141)

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Demikianlah bantahan lengkap tuntas dan lengkap dari Ustadz Firanda Andirja MA yang saya kumpulkan di blog ini. Semoga bisa menjadi pelajaran buat kita agar tidak lagi menukil dan melirik berita-berita dusta yang disebarkan oleh Idahram.

Wassalamu'alaikum warrahmatullahi wabarrakatuh.
 --------------------------------------------------------------------------------------------------------------
NOTE: Ternyata bantahan yang saya rangkum diatas tidak membuat si Idahram kapok, bahkan ia nekat berusaha membantah balik tulisan-tulisan diatas lewat blog konyolnya http://syaikh-idahram.blogspot.com/ dan berusaha keras melemahkan bukti-bukti valid yang sudah dinyatakan oleh Ust Firanda diatas, seolah-olah ia nekat berkata bahwa Ust. Firanda telah berdusta atas nama dia (menurut Idahram tentunya). Padahal, apa yang disampaikan oleh Ust. Firanda sudah cukup membuktikan kedustaan Idahram, yang sepertinya aneh saja kalau dibantah balik. Seperti yang kita ketahui, Idahram adalah orang paling gemar memanipulasi fakta-fakta yang valid, seperti yang sudah dibuktikan lewat blog anehnya itu, sehingga buat apa kita melihat dan melirik bantahan balik dari Idahram yang hanya membuat kita pusing sendiri..?? Yaahh, dalam bantahan baliknya itu, Idahram pasti merasa kepusingan sendiri, sehingga seperti inilah dia, keblinger sendiri. Ada pun bantahan balik dari si Idahram berdasarkan pengamatan yang saya lihat tidak lain hanyalah cyclic alias mengulang-ngulang yang sudah dibantah dan hanya melahirkan bantahan asal bantah. Cukuplah apa yang disampaikan Ust. Firanda sudah terbukti benar dan kita tidak perlu melihat bantahan balik aneh dari Idahram karena hanya membuat kita makin terjerembab dalam syubhat (keraguan). Hanya orang bodoh saja yang nekat melihat bantahan balik si Idahram yang majhul (misterius) itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar