MUQADDIMAH
Talbis (pencampuradukkan) antara haq dan batil adalah cara-cara ahli
bid’ah dari masa ke masa. Karena suatu bid’ah jika berupa kebatilan yang
murni maka tidak akan mungkin diterima oleh manusia, bersegeralah
setiap orang membantah dan mengingkarinya. Seandainya bid’ah itu
kebenaran yang murni maka bukanlah merupakan bid’ah, tetapi adalah
sunnah. Maka bid’ah dapat tersebar di kalangan manusia karena kebatilan
yang terkandung di dalamnya diselimuti dengan sedikit kebenaran.
Di antara model talbis yang telah dilakukan oleh para hizbiyyin adalah
menggabungkan antara kekufuran, kebid’ahan dan kesesatan zaman ini
dengan ajaran-ajaran Islam, seperti demokrasi Islami, sandiawara Islami,
nyanyian Islami, partai Islami, dan “sederet nama-nama Islami” yang
lainnya. Tidak berhenti di situ saja, bahkan mereka juga hendak
mengaburkan kaum muslimin dari manhaj yang lurus, manhaj Salafush
Shalih, dengan mencampuradukkan antara manhaj salaf dengan manhaj
harokah yang bid’ah yang dikemas dengan nama baru “Salafi Haraki”.
Dengan cara ini mereka hendak mengajak para pengikut Salafush Shalih
untuk berpaling dari manhaj Salaf dan menganut manhaj Haroki yang
bid’ah!
Mengingat bahaya yang besar di balik syubhat ini, maka dalam pembahasan
kali ini kami berusaha menyingkap syubhat mereka ini sebagai nasehat
kepada kaum muslimin.
FIKRAH SALAFI HARAKI
Fikroh (pemikiran) “Salafi Haraki” atau “Harakah Sunniyah” adalah fikroh
yang hendak menggabungkan antara manhaj Salaf Ahli Sunnah wal Jama’ah
dengan manhaj Haraki yang bid’ah. Di antara pengusung fikrah ini adalah
Hasan Al-Banna ketika menyifati manhaj Ikhwanul Muslimin adalah : dakwah
salafiyyah,… thariqah sunniyyah …. Hakikat shufiyyah ….” [Majmu’atu
Rosa’il Hasan Al-Banna hal. 122]
Abdul Aziz bin Nashir Al-Jalil berkata : “Kami menghendaki sebuah manhaj
dakwah yang tegak di atas Salafiyyatul manhaj wa ashriyyatul muwajahah
(manhaj salaf dan sikap modern)!!.. Dengan manhaj yang menyeluruh dan
Salafiyyah modern!! Kita akan bisa selamat dan akan selamat aqidah kita
yang kokoh dari rongrongan dan pencampuran” [Waqafat Tarbawiyyah hal.
161-162]
Muhammad Badri berkata : “Jama’ah Ahli Sunnah adalah jama’ah yang
menyeru anggota-anggota harokah Islamiyah untuk berpegang teguh
dengannya, dialah jama’ah yang umum dan luas ..” [Majalah Al-Bayan yang
terbit di London edisi 28 hal. 15]
Ahmad Salam berkata ; “Adapun tujuan yang hendak saya capai dalam
pembahasan ini –atau andil di dalamnya- adalah yang terangkum dalam
beberapa point berikut : …. 3. Mengembalikan ikatan hubungan harokah
Islammiyyah dengan pokok-pokok manhaj salaf” [Ma’ Anna Alaihi wa Ashhabi
hal.222]
Perkaaan Ahmad Salam ini dinukil oleh Majalah Harakah Sunniyyah As-Silmi
Edisi 12 Rajab 1427H/ Agustus 2006M di halaman-halaman akhir setelah
rubrik Panduan Haraki [1] Majalah ini diterbitkan oleh PT MIM [2] yang
berada di bawah naungan Yayasan Al-Huda Ciomas Bogor.
JANGANLAH KALIAN MENCAMPURADUKKAN ANTARA HAQ DAN BATIL!
Pemikiran yang hendak menggabungkan antara manhaj salafi dengan manhaj
Haraki adalah pemikiran yang sangat berbahaya, karena menjurus kepada
pencampuradukkan antara haq dan batil, sedangkan Allah Subhanahu wa
Ta’ala telah berfirman dalam KitabNya.
وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan janganlah kalian campuradukkan yang haq dengan yang batil dan
janganlah kalian sembunyikan yang haq ini sedang kalian mengetahui”
[al-Baqarah/2 : 42]
Qatadah berkata tentang tafsir ayat ini : “Janganlah kalian campur
adukkan agama Yahudi dan Nashrani dengan agama Islam, padahal kalian
mengetahui bahwa agama Alloh yang haq adalah Islam dan bahwasanya agama
Yahudi dan Nasrani yang kalian pegang sekarang ini adalah agama yang
bid’ah dari Alloh!” [Tafsir Ibnu Katsir 1/109]
Maka kami katakan kepada para pengusung fikroh Salafi-Haraki :
Janganlah kalian campuradukkan manhaj Haroki dengan manhaj Salafi,
padahal kalian mengetahui bahwa manhaj yang haq adalah manhaj Salafi dan
bahwasanya manhaj Haroki adalah manhaj yang bid’ah!
TOKOH-TOKOH HARAKI MENGAKUI KEBENARAN MANHAJ SALAFI
Benarkah bahwa para pngusung fikrah Salafi-Haraki ini mengetahui bahwa
manhaj yang haq adalah manhaj Salaf? Berikut ini akan kami nukilkan
perkataan tokoh-tokoh mereka tentang hal ini :
Hasan Al-Bana berkata : “Wahai kaum, kami menyeru kalian kepada
Kitabullah di tangan kanan dan Sunnah Rasulullah di tangan kiri, dan
teladan kita adalah amal dari Salafush-Shalih” [Majmu’atu Rasa’il
hal.40]
Abdullah Azzam berkata :”Adapun aqidah Salafush Shalih maka dia adalah
aqidah ahli Kitab wa Sunnah dan sesungguhnya aku dibesarkan atas aqidah
ini dan aku terus diatasnya dengan anugrah Allah, dan aku berharap agar
Allah meneguhkanku di atasnya dan mematikanku di atasnya. Dan
sesungguhnya yang memusuhi aqidah Salafush-Shalih maka dia memusuhi
agama ini bahkan dia bukanlah seorang muslim dan sesungguhnya tujuan
kami adalah membela aqidah ini dengan izin Alloh”. [Majalah Mauqif edisi
68 tgl. 10 Jumada Tsaniyyah 1410H]
ANTARA MANHAJ SALAFI DAN MANHAJ HAROKI
Diantara perbedaan mendasar antara manhaj Salafi dan manhaj Haraki
adalah di dalam metode berdakwah, “Salafiyyin menjadikan rujukan mereka
di dalam berdakwah adalah dakwah para rasul, sedangkan metode dakwah
harakiyyin sangat terpengaruh dengan situasi dan kondisi”.
Harakiyyun menjadikan tujuan utama dakwah mereka untuk menegakkan
“khilafah”. Inilah yang menjadikan mereka mengerahkan segala daya dan
upaya untuk menggalang massa dalam jumlah yang besar untuk merebut
kekuasaan. Upaya untuk menggalang massa ini bukanlah perkara yang mudah,
karena massa yang hendak mereka kumpulkan memiliki keyakinan dan
pemikiran yang beraneka ragam. Ada yang menyembah batu, ada yang
menyembah pohon, ada yang menyembah kubur, ada yang mengikuti aqidah
Shufiyyah, Asy-ariyyah, Mu’tazilah, Jahmiyah dan sebagainya. Untuk
mendapatkan simpati dan dukungan dari massa maka mau tidak mau harus
mengikuti kemauan mereka, tidak mengusik aqidah-aqidah mereka yang batil
dan jalan mereka yang sesat, yang penting para haroki ini bisa
mendapatkan suara sebanyak mungkin dan dukungan sekuat mungkin dari
massa.
Hasan Al-Banna berkata : “Hal yang paling penting sekarang ini yang
hendaknya perhatian kaum muslimin diarahkan kepadanya adalah wajibnya
mempersatukan barisan dan menyatukan kalimat dengan sekuat tenaga”
[Majmu’atu Rasa’il hal. 452]
Seorang tokoh haroki yang lain, Hasan At-Turabi, mengatakan : “Hendaknya
kita biarkan para penyembah kubur thowaf di kubran-kuburan hingga kita
bisa mencapai kubah parlemen!” [Majalah Al-Istiqomah, bulan Rabi’ul Awak
1408H hal. 26]
Adapun Salafiyyun maka mereka tidak memandang kepada sedikit dan
banyaknya jumlah, dan tidak ada dalil yang menunjukkan atas sikap diam
dari kesyirikan dengan alasan untuk mendapat dukungan massa.
Adapun
kekuasaan dan kemenangan adalah pemberian Allah bagi hamba-hambaNya yang
bertaqwa sebagai balasan atas istiqomah mereka dalam agamaNya, Allah
Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman.
أَنَّ الْأَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصَّالِحُونَ
“Bahwasanya bumi ini diwarisi hamba-hambaKu yang sholih” [al-Anbiya/21: 105]
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
اسْتَعِينُوا بِاللَّهِ وَاصْبِرُوا ۖ إِنَّ الْأَرْضَ لِلَّهِ يُورِثُهَا
مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ ۖ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ
“Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah ; sesungguhnya bumi
(ini) kepunyaan Alloh ; diwariskanNya kepada siapa yang dikehendakiNya
dan dari hamba-hambaNya, dan kesudahan yang baik adalah bagi orang
–orang yang bertaqwa” [al-A’raf/7: 128]
Allah telah mengingatkan kita jangan sampai terperdaya dengan jumlah massa yang banyak. Dia berfirman
وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang di muka bumi ini, niscaya
mereka akan menyesatkanmu dari jalan Alloh …”[al-An’am/6 : 116]
PENEGAKKAN HUKUM ALLAH ANTARA MANHAJ SALAFI DAN MANHAJ HARAKI
Para tokoh haroki selalu berbicara tentang pengkafiran setiap penguasa
yang memakai undang-undang wadh’i (buatan manusia). Mereka mengkafirkan
setiap penguasa yang tidak menerapkan hukum Allah, tanpa perincian
lebih lanjut apakah penguasa tersebut mengingkari wajibnya berhukum
dengan hukum Allah atau masih mengakui wajibnya berhukum dengan hukum
Allah [3]. Langkah berikutnya yang mereka tempuh adalah pencanangan
jihad ofensif melawan para penguasa yang sudah dihukumi kafir ini
dengan melancarkan gerakan-gerakan rahasia [4] atau gerakan-gerakan
politik [5]
Dengan dua harakah/gerakan ini (pengkafiran penguasa dan jihad ofensif
melawan penguasa ,-red) bisakah para harakiyyin ini menegakkan hukum
Allah?? Realita yang ada menunjukan mereka tidak memberikan manfaat
apa-apa kepada kaum muslimin, bahkan tidak juga memberi manfaat kepada
diri-diri mereka sendiri. Yang ada adalah terror, penumpahan darah, dan
fitnah di mana-mana. Hukum-hukum Islam tidak juga tegak di tangan
mereka, bahkan tidak juga pada diri mereka, bahkan semakin banyak
penyelewengan-penyelewengan syar’i yang mereka lakukan. Tidak
henti-hentinya kita mendengar dari mereka aqidah-aqidah dan pemikiran
yang menyeleweng dari Kitab dan Sunnah, amalan-amalan yang melanggar
syar’i, lebih dari itu sepak terjang mereka yang selalu gagal dan
menyelisihi syari’at.
Adapun Salafiyyun maka mereka berusaha menempuh jalan yang telah
dicontohkan oleh Rasulillah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Merupakan hal
yang dimaklumi oleh setiap muslim yang pernah membaca sirah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa di saat Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam berdakwah di tengah-tengah orang-orang Quraisy yang
tidak behukum dengan hukum Allah, bahkan mereka berhukum kepada thaghut
di kabilah-kabilah mereka, apakah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam melancarkan dakwah dengan dua harakah di atas? Tidak! Bahkan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai langkah beliau dengan
mendakwahkan tauhid dan melarang kaumnya dari kesyirikan berupa
peribadatan terhadap orang-orang sholih yang sudah mati yang mereka
wujudkan dalam bentuk Latta, Uzza, Manat dan yang lainnya. Kemudian
satu persatu dari mereka memenuhi seruan dakwah Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam, hingga kemudian kaum muslimin mendapat tantantangan
yang keras dan siksaan yang berat dari kaum musyrikin di Mekkah,
kemudian datanglah perintah hijrah yang pertama dan kedua…., hingga
Allah meneguhkan Islam di Madinah [6]
GHAZWUL FIKRI DAN SOLUSINYA ANTARA MANHAJ SALAFI DAN MANHAJ HARAKI
Salafiyyun tidaklah lalai dan menutup mata dari usaha-usaha ghazwul
fikri (perang pemikiran) yang dilancarkan secara terus menerus oleh
musuh-musuh Islam. Alloh telah mengisyaratkan ghazwul fikri ini dalam
kitabNya dan sekaligus menyebutkan tujuan utama ghazwul fikri ini, Alloh
Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
وَدُّوا لَوْ تَكْفُرُونَ كَمَا كَفَرُوا فَتَكُونُونَ سَوَاءً
“Mereka ingin supaya kalian menjadi kafir sebagaimana mereka telah
menjadi kafir, lalu kalian menjadi sama (dengan mereka)..” [an-Nisa/4 :
89]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan umatnya
dari ghazwul fikri ini dan melarang umatnya dari meniru orang-orang
kafir, di dalam kekhususan-kekhususan orang-orang kafir, untuk menjaga
kepribadian dan karakteristik seorang muslim. Telah datang hadits-hadits
yang melarang kaum muslimin dari loyalitas, kecintaan, dan taklid
kepada orang-orang kafir, demikian juga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam memerintahkan setiap muslim agar menyelisihi orang-orang kafir
dalam segala hal seperti masalah pakaian, tingkah laku dan sebagainya.
Inilah solusi satu-satunya terhadap ghazwul fikri karena syari’at Islam
penuh dengan perbendaharaan-perbendaharaan yang sangat berharga,
mencakup seluruh gerak-gerik seorang muslim tentang bagaimana dia
bergaul dengan saudaranya sesama muslim, bagaimana bergaul dengan orang
kafir, bagaimana bergaul dengan tetangga, bagaimana bersikap terhadap
wanita yang bukan mahrom, bagaimana bergaul dengan anak dan isteri,
bagaimana dia naik kendaraan, bagaimana seharusnya pemikirannya,
bagaimana dia berpakaian, bagaimana dia berdagang, dan secara ringkas
seperti yang disabdakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
"Sesungguhnya tidaklah ada sesuatu yang mendekatkan kalian ke surga
melainkan telah aku perintahkan kepada kalian, dan tidaklah ada sesuatu
yang mendekatkan kalian ke neraka melainkan telah aku larang kalian
darinya” [Diriwayatklan oleh Abu Bakar Al-Haddad dalam Muntakhab min
Fawaid Ibnu Aluwiyyah Al-Qoththon hal. 168 dan Ibnu Marduwiyah dalam
Tsalatsatu Majalis hal. 188, di hasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam
Silsilah Shohihah 6/865]
Semua hal inilah yang seharusnya memenuhi kehidupan seorang muslim dan
pemikirannya, sehingga tidak menyisakan tempat bagi pemikiran-pemikiran
yang diselundupkan dari luar kecuali yang sejalan dengan Islam, inilah
usaha kita dalam membentengi dan menyelamatkan diri dari ghazwul fikri.
Adapun orang-orang haraki, mereka bagitu lantang mengingatkan umat dari
ghazwul fikri di dalam pembicaraan-pembicaraan dan tulisan-tulisan
mereka, tetapi tanpa menyodorkan solusi yang tersebut di atas. Bahkan
mereka begitu meremehkan terhadap orang-orang yang mereka pandang
mengutamakan penampilan-penampilan Islami yang diperintahkan oleh Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti memanjangkan jenggot, memendekkan
celana di atas mata kaki, hijab bagi wanita, dan menyelisihi orang-orang
kafir di dalam berpakaian, mereka katakan bahwa hal tersebut lebih
mementingkan kulit daripada isi !!! Mereka membuat bid’ah dengan
membagi-bagi agama menjadi qusyur (kulit) dan lubab (isi)!
Seorang tokoh haraki yang masyhur, Muhammad Al-Ghazali,
tulisan-tulisannya penuh dengan ejekan kepada penampilan-penampilan
Islami tersebut, dia katakan sebagai kulit (!), perkara yang tidak
berguna (!), sikap kekanak-kanakkan (!), dan perkataan-perkataan yang
kotor lainnya. Tetapi yang sangat mengherankan bahwa
perpustakaan-perpustakaan Islam penuh dengan tulisan-tulisan Muhammad
Al-Ghazali tentang bahaya ghazwul fikri!
FULAN AQIDAHNYA SALAFI TAPI MANHAJNYA HARAKI?!
Syaikh Dr Muhammad bin Umar Bazmul hafizhahullahu berkata : “Sebagian
orang mengatakan : ‘Fulan Salafi aqidahnya tetapi manhajnya bukan
Salafi’, demikianlah mereka katakan. Ucapan ini mengandung kekeliruan
yang besar, karena sesungguhnya aqidah (keyakinan)nya, barangsiapa
memiliki aqidah tertentu maka pasti manhaj dan jalannya beranjak dari
keyakinan tersebut. Barangsiapa yang memiliki keyakinan bahwa aqidah
adalah perkara yang diada-adakan dalam agama, dan bahwasanya para ahli
bid’ah adalah bahaya yang mengancam kaum muslimin dalam agamanya,
bagaimana dia menyikapi para ahli bid’ah? Tentunya dia akan menyikapi
mereka sesuai dengan keyakinannya pada mereka, tidaklah logis kalau dia
menyikapi mereka ini dengan manhaj yang menyelisihi keyakinannya tentang
mereka. Maka sesungguhnya ucapan di atas menyelisihi realita. Ucapan di
atas membawa pemahaman yang keliru yaitu bahwasanya aqidah hanyalah
bab-bab tertentu, sebagaimana sebagian orang menyangka bahwa aqidah
hanyalah masalah asma dan ahkam, serta asma wa shifat, barangsiapa yang
mencocoki Salaf dalam masalah-masalah ini dan menyelisihi Salaf dalam
masalah-masalah yang lainnya, maka aqidahnya sudah benar, sehingga dia
dikatakan Salafi dari segi aqidah dan bukan Salafi (tetapi haraki) dalam
manhaj!! Orang seperti ini telah berbuat kesalahan di dalam pembenaran
aqidahnya, dia perlu belajar pemahaman yang benar tentang hakikat
aqidah” [Ibarot Muhimah hal. 11]
PENUTUP
Kami akhiri pembahasan ini dengan nasehat-nasehat para ulama tentang masalah ini.
Syaikh Al-Allamah Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullahu berkata :
“Menamakan diri dengan Salafiyyah tidak apa-apa jika benar-benar
demikian keadaannya, adapaun jika penamaan tersebut hanya sekedar klaim
tanpa bukti maka tidak boleh menamakan diri dengan Salafiyyah padahal
dia tidak berada di atas manhaj Salaf… Orang yang mengaku sebagai ahli
sunnah, hendaknya dia mengikuti jalan Ahli Sunnah wal Jama’ah dan
meninggalkan jalan orang-orang yang menyeleweng. Adapun jika dia hendak
mengumpulkan antara Dhob dan ikan Nun, yaitu mengumpulkan antara
binatang padang pasir dengan binatang lautan, maka ini hal yang
mustahil, atau menggabungkan antara api dan air dalam satu daun
timbangan. Maka tidak akan berkumpul antara Ahli Sunnah al Jama’ah
bersama madzhab orang-orang yang menyelisihi mereka seperti ; Khawarij,
Mu’tazilah dan Hizbbiyyin seperti orang yang mereka namakan sebagai
muslim modern, yaitu orang yang hendak menggabungkan antara
kesesatan-kesesatan modern dengan manhaj Salaf” [Ajwibah Mufidah
hal.18-19]
Beliau juga berkata : “Yang kami wasiatkan pada diri kami dan para
saudara-saudara kami adalah : Hendaknya selalu bertaqwa kepada Allah,
berpegang teguh kepada manhaj Salafush Shalih, menjauhi bid’ah dan
ahlinya, memberikan perhatian yang besar kepada aqidah shahihah (yang
benar) dan ma’rifat (pengetauhuan) tentang kesyirikan, dan mengambil
ilmu dari para ulama yang terpercaya dalam ilmu dan aqidah mereka.
Demikian juga, hendaknya mewaspadai dan menjauhi para da’i su’ (jahat)
yang mencampuradukkan antara yang haq dan yang batil dan menyembunyikan
yang haq padahal mereka mengetahui” [Ajwibah mufidah hal. 119]
Syaikh Al-Allamah Rabi bin Hadi Al-Madkhali hafizhahullahu berkata :
“Saya menasehati orang yang mengatakan perkataan ini dan yang semisalnya
agar bertaqwa kepada Alloh dan menjelaskan kepada kaum muslimin manhaj
Salafi yang shahih, janganlah mencampuradukkan agama ini dengan manhaj
Sayyid Quthb dan yang semisalnya, karena manhaj Salafi dan manhaj Sayyid
Quthb –seorang mubtadi (ahli bid’ah) yang tenggelam ke dalam kebid’ahan
dan kesesatan- tidaklah keduanya melainkan dua hal yang kontradiksi
yang tidak akan bisa bertemu di dalam manhaj dan tidak juga dalam
aqidah. Bertaqwalah kalian pada para pemuda umat ini, jadilah kalian
sebagai orang-orang yang jujur dan menjauhi sikap membela dan
menjungjung ahli bid’ah, jauhilah tadlis (penyamaran untuk menutupi
hakikat dari sebuah kebatilan), hendaknya kalian memberi penjelasan
dengan penjelasan yang gamblang dan jelas yang merupakan jalan para nabi
alaihimush sholatu was sallam, Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman.
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا بِلِسَانِ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ
“Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya,
supaya dia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka…”
[Ibrahim/14: 4]” [Dari kaset Ajwibah ‘ala As’ilah Manhajiyah tangal 9
Syawwal 1419H]
[Pembahasan ini banyak menukil dari kitab Thoriq Ila Jama’atil umm oleh Syaikh Utsman Abdussalam Nuh]
[Disalin dari Majalah Al-Furqon Edisi 06 Tahun VI/Muharrom 1428H
[Februari 2007], Diterbitkan Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon, Alamat
Maktabah Ma’had Al-Furqon, Srowo Sidayu Gresik Jatim 61153]
_______
Footnote
[1]. Di akhir nukilan disebutkan keterangan tentang Ahmad Sallam, yaitu
bahwa dia adalah seorang penulis yang banyak menuangkan pandangan
tentang dakwah dan manhaj berdasarkan thariqah Ahlus Sunnah wal Jama’ah,
dan dia adalah kontributor (?!) di majalah Al-AShalah, Urdun (Yordania)
(yang diterbitkan oleh Syaikh Muhammad Musa Alu Nashr, Syaikh Ali bin
Hasan Al-Halabi dan yang lainnya, pen). Keterangan majalah (As-Silmi)
tersebut tentang Ahmad Sallam ini adalah keterangan yang keliru, karena
yang benar dia adalah seorang Haraki yang banyak mencela para ulama
Salafiyyin, memuji kelompok Ikhwanul Muslimin, membela para tokoh bid’ah
seperti Hasan Al-Banna, Sayyid Quthb dan Adnan Ar’ur, serta menganut
manhaj Muwazanah yang bid’ah. Ahmad Sallam ini dikatakan oleh Syaikh
Ubaid Al-Jabiri hafizhahullahu sebagai orang Quthbi, dan Ahmas Sallam
ini telah ditahdzir dan dijelaskan kesalahannya oleh banyak ulama
seperti Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Syaikh Shalih
Al-Luhaidan, Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi, Syaikh Ali bin Hasan
Al-Halabi, dan yang lainnya. Lihat kaset Kasyfu Litsam an Mukhalafati
Ahmad Sallam kumpulan dari jawaban para Syaikh dan kitab Tahdzirul Anam
min Akhtha’i Ahmad Sallam oleh Abu Nur bin Hasan bin Muhammad Al-Kurdi
dengan kata pengantar Syaikh Ubaid Al-Jabiri.
[2]. Penerbit buku Membongkar Kedok Salafiyyun Sempalan yang penuh
dengan celaan dan kedustaan terhadap manhaj Salaf dan para ulama
Salafiyyin. Lihat bantahan terhadap buku ini dalam majalah Al-Furqon Th 6
Edisi 5 Dzulhijjah 1427H
[3]. Adapun para ulama Ahli Sunnah wal Jama’ah telah sepakat bahwa
barangsiapa yang berhukum dengan selain hukum Allah dari undang-undang
buatan manusia dan hukum-hukum jahiliah, dengan mengingkari wajibnya
berhukum dengan hukum Allah, atau berpendapat bahwasanya hukum Allah
tidak relevan dengan zaman sekarang, atau berpendapat sama saja berhukum
dengan hukum Allah atau dengan yang lainnya, maka orang ini keluar dari
Islam secara keseluruhan. Demikian juga para ulama Ahli Sunnah sepakat
bahwa siapa saja yang berhukum dengan selain hukum Allah dengan mengakui
wajibnya berhukum dengan hukum Allah dan tidak megingkarinya, maka dia
belum sampai kepada kekufuran yang mengeluarkannya dari Islam (Lihat
Fiqh Siyasah Syar’iyyah hal. 86). Kesepakatan ulama Ahli Sunnah ini
tidak diterima oleh para Harokiyyin, mereka tetap bersikeras pada
pendirian mereka dan menghukumi orang yang mengikuti perincian hukum di
atas sebagai orang-orang Murji’ah seperti yang tercantum dalam Majalah
Haraki An-Najah Surakarta Edisi 12/Th I Rajab 1427H/ Agustus 2006.
Tentang bantahan kepada mereka dalam masalah ini lihat pembahasan Tafsir
Ibnu Abbas terhadap “Ayat Hukum” dalam Majalah Al-Furqon Th. 6 Edisi 5
Dzul-Hijjah 1427H rubrik Manhaj
[4]. Dengan tanzhim sirri (jaringan rahasia). Lihat pembahasan Tanzhim
Sirri dalam Majalah Al-Furqon Thn 5 Edisi 10 rubrik Manhaj
[5]. Dengan membentuk partai sebagai sarana merebut kekuasaan. Dua
langkah inilah yang ditempuh oleh seorang tokoh haraki yang paling
masyhur yaitu Hasan Al-Banna, dia menyusun gerakan rahasia yang bernama
Jaringan Khusus pada tahun 1940M dan pada tahun 1942M dia membawa
kelompok Ikhwanul Muslimin untuk ikut pemilu Mesir. Mahmud Ash-Shabbagh
seorang tokoh Ikhwanul Muslimin dalam kitabnya Tanzhim Khosh,
menyebutkan bahwa di antara tugas Jaringan Khusus adalah melakukan
peledakan dan pembunuhan dalam rangka penggulingan kekuasaan. Ternyata
dua langkah yang ditempuh oleh Hasan Al-Banna ini diikuti oleh para
haroki di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
[6]. Inilah jalan yang ditempuh oleh Salafiyyun dari zaman ke zaman,
seperti dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah di Jazirah
Arabia yang –dengan izin Allah- menghasilkan sebuah negeri yang
berlandaskan kepada hukum Allah yaitu Daulah Su’udiyyah. Lihat
pembahasan Dakwah Salafiyyah dan Daulah Su’udiyyah dalam majalah
Al-Furqon Thn 5 Edisi 9 rubrik manhaj
Tidak ada komentar:
Posting Komentar