Penulis: Rizki Maulana
Ashtiname (Covenant) of Muhammad – surat palsu atas nama Nabî Muhammad
صلى الله عليه و سلم kepada Biara Saint Catherine (μονὴ τῆς ἁγίας
αἰκατερίνης)
Setelah pembakaran Vihara / Klenteng di Tanjung Balai kemarin, ada
orang-orang yang menderita Minderwaardig Complex akut yang mengeluarkan
lagi artikel tentang “Ashtiname (Covenant) of Muhammad”.
Link: http://bit.ly/2agMxSj
Sebenarnya, seorang Muslim yang cerdas dan berakal sehat bisa melihat beberapa keanehan dari “surat” tersebut, antara lain…
Pertama, dari isi surat, susunan kalimat, dan penggunaan kata, maka jelas sudah aneh:
(a). Surat itu dimulai dengan “dari Muhammad ibn ‘Abdullôh”, padahal
biasanya surat-surat Nabî itu selalu “dari Muhammad Rosûlullôh”.
(b). Kemudian juga isi suratnya yang terlalu spesifik sampai angka
batasan maksimum pajak(?) yang sejumlah 12 Drachma per tahun pun
didetailkan. Padahal, Drachma itu mata uang Yunani Kuno, sedangkan mata
uang di Makkah dan Madinah ketika itu adalah Dinar dan Dirham.
(c). Gambar menara Masjid di surat itu, padahal yang namanya menara
Masjid itu tidak dikenal semasa jaman Nabî maupun jaman Khulafa’ur
Rosyidin.
(d). Surat-surat Rosûlullôh صلى الله عليه و سلم itu memakai stempel
kenabîan – sebagaimana juga surat-surat resmi semasa itu – bukan
memakai cap telapak tangan.
(e). Surat-surat yang Rosûlullôh صلى الله عليه و سلم kirim itu hanya
diperuntukkan kepada para kepala negara seperti: Raja Najasyi
(Habasyah), al-Mauquqis (Mesir), Kisro’ (Persia), Kaisar Romawi Timur,
al-Mundzir ibn Sawi (Bahrain), Haudzah ibn ‘Alî (Yamamah), al-Harits ibn
Abi Syamr al-Ghossani (Damaskus), Raja Oman. Maka bagaimana bisa ada
gereja / biara terpencil yang secara khusus mendapat surat dari Nabî…?
Sejarah tidak pernah mencatat itu, karena sejarah hanya mencatat
surat-surat Rosûlullôh صلى الله عليه و سلم kepada raja-raja. Tak pernah
ada surat khusus untuk melindungi gereja / biara tertentu, apalagi biara
/ gereja yang sangat jauh terpencil dari pusat peradaban Islâm di kala
itu.
Detail tentang bagaimana surat-surat Nabî صلى الله عليه و سلم dapat dibaca di:
⇒ Ar-Rohîq al-Makhtûm, terjemahan Indonesia: Perjalanan Hidup Rasul Yang
Agung Muhammad صلى الله عليه و سلم Dari Detik Kelahiran Hingga
Detik-Detik Terakhir, cet Darul Haq, Syaikh Shafiyurrahman
al-Mubarakfuri hal 518-541.
⇒ As-Siroh an-Nabawiyah fî Dhoui al-Mashodir al-Asliyyah, terjemahan
Indonesia: Sirah Nabawiyah, cet Perisai Qur’an, Prof Dr Mahdi Rizqullah
Ahmad hal 617-630.
Adapun detail tentang bagaimana cincin stempel kenabîan, dapat dibaca di:
⇒ Mukhtashor asy-Syamâ-il al-Muhammadiyah, terjemahan Indonesia: Figur
Rasulullah صلى الله عليه و سلم, cet Pustaka as-Sunnah, Imam at-Tirmidzî
hal 79-82.
Kedua, sanad dari Ashtiname (Covenant) of Muhammad kepada Biara Saint
Catherine itu sama sekali tidak pernah ditemukan di dalam kitab-kitab
hadîts maupun kitab-kitab sejarah Islâm yang terkenal dan diakui.
Ketiga, daerah biara itu adanya di Mesir, di dekat Gunung Sinai, di mana
itu belum menjadi bagian dari Daulah Islamiyyah semasa Nabî Muhammad
صلى الله عليه و سلم masih hidup.
Penaklukan Mesir adalah oleh ‘Amru ibn al-‘Âsh رضي الله عنه pada tahun
640 M di masa pemerintahan Kholîfah ‘Umar ibn al-Khoththôb رضي الله عنه.
Maka secara logis, kalaupun surat itu benar, maka apa perlunya
perlindungan untuk suatu biara / gereja di daerah yang sama sekali belum
ada dalam kekuasaan kaum Muslim…?
Muslim itu harus berkata dan ber‘amal dengan ‘ilmu serta dengan memakai akal sehatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar