Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Islam dibangun di atas lima perkara: syahadat La Ilaha Illallah wa anna Muhammadar Rasulullah, mengerjakan salat, menunaikan zakat, menunaikan haji ke Mekkah dan puasa di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kelima hal inilah yang kita kenal dengan
sebutan rukun islam. Di antara kelima rukun islam tersebut, rukun yang
paling penting adalah rukun yang pertama yaitu dua kalimat syahadat.
Rukun inilah yang melandasi diterimanya
keempat rukun islam serta amalan-amalan ibadah yang lain. Rukun inilah
yang menjadi dasar apakah seseorang itu islam atau tidak.
Namun, amat sangat disayangkan, pemahaman yang salah tentang kalimat syahadat La Ilaha Illallah beredar di sekitar kaum muslimin. Baik itu kesalahan dalam masalah keyakinan maupun amal perbuatan.
Bahkan, kesalahan dalam memahami syahadat
ini dapat berakibat terjatuhnya seseorang ke dalam kesyirikan. Untuk
itu sangatlah penting bagi kita untuk mengetahui manakah yang benar dan
yang salah dari syahadat tersebut agar kita tidak terjatuh ke dalam
kesalahan yang dapat berakibat terjerumusnya kita ke dalam dosa syirik.
Allah berfirman yang artinya, “Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa
di bawah syirik, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang
mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (An Nisa: 48)
Di antara kesalahan-kesalahan itu adalah :
1. La Ilaha Illallah = Tiada Tuhan Selain Allah ?
Di antara kesalahan dalam syahadat adalah memaknai La Ilaha Illallah dengan ‘Tiada Tuhan selain Allah’.
Konsekuensi dari pemaknaan ini
menyebabkan setiap orang yang mengakui Allah adalah Tuhan maka ia telah
masuk islam. Padahal, kaum musyrik Quraisy pun mengakui bahwa Allah lah
Tuhan mereka, Allah lah yang menciptakan langit dan bumi, Allah lah yang
menghidupkan dan mematikan mereka, Allah lah yang memberi mereka rizki.
Namun pengakuan mereka ini tidaklah menyebabkan mereka masuk islam.
Mereka tetap dinyatakan kafir oleh Allah dan Rasul-Nya. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tetap memerangi mereka.
Hal ini sebagaimana yang difirmankan oleh Allah yang artinya, “Katakanlah:
“Siapakah yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi, atau
siapakah yang Kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan
siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan
yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?”
Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka Katakanlah “Mangapa kamu tidak
bertakwa kepada-Nya)?” (Yunus: 31).
2. La Ilaha Illallah = Tiada Sesembahan Selain Allah ?
Kesalahan lainnya mengenai syahadat La Ilaha Illallah adalah memaknainya dengan Tiada sesembahan selain Allah.
Pemaknaan ini jelas-jelas menyimpang dari
yang dimaksudkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Karena, konsekuensi dari
makna ini ialah bahwa seluruh sesembahan yang ada di muka bumi ini
adalah Allah (sebagaimana pernyataan ‘Tidak ada Nabi kecuali laki-laki’
berarti ‘Semua Nabi adalah laki-laki’). Hal ini jelas-jelas mustahil,
karena apakah mungkin Budha, Yesus, Dewa Wisnu, Dewa Krishna, Dewa
Brahma, Dewi Sri dan sesembahan-sesembahan lainnya itu adalah Allah?
Bahkan konsekuensi pemahaman ini lebih
buruk dari pemahaman orang Nasrani yang menjadikan Nabi Isa sebagai
Allah itu sendiri. Sebagaimana firman-Nya yang artinya, “Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah ialah Al masih putera Maryam”.” (Al Maidah: 72).
Pengertian yang benar dari syahadat La Ilaha Illallah
Lalu, apakah makna yang benar dari syahadat La Ilaha Illallah? Makna syahadat La Ilaha Illallah
adalah Tiada Sesembahan yang berhak untuk disembah/diibadahi selain
Allah atau dengan kata lain Tiada sesembahan yang benar kecuali Allah.
Pengertian ini sangat sesuai dengan
kenyataan yang ada di sekitar kita. Kita lihat bahwa sesungguhnya di
dunia ini begitu banyak sesembahan yang disembah/diibadahi selain Allah.
Namun semua sesembahan itu adalah batil. Sesembahan-sesembahan itu
tidak layak dan tidak pantas untuk disembah/dibadahi.
Hanya Allahlah satu-satunya yang berhak
dan benar untuk disembah. Hal ini sebagaimana doa yang sering kita
ucapkan berulang-ulang kali di dalam salat kita “Hanya kepada-Mulah kami
beribadah”.
3. Tidak Ada Pembatal Syahadat La Ilaha Illallah Selain Pindah Agama?
Di antara kesalahan lainnya adalah
pemahaman yang menyatakan bahwa seseorang tidak batal syahadatnya
kecuali jika ia pindah agama dari islam ke agama selain islam. Atau
dengan kata lain, apabila seseorang telah bersyahadat, maka ia tetap
beragama islam kecuali ia pindah agama. Hal ini jelas salah, karena
bukan hanya pindah agama saja yang dapat menyebabkan seseorang batal
syahadatnya dan keluar dari islam.
Banyak hal-hal lain yang dapat
membatalkan syahadat seseorang, di antaranya adalah berdoa kepada wali
atau orang saleh (serta perbuatan-perbuatan syirik lainnya), melakukan
perbuatan sihir, tidak mengkafirkan orang kafir (seperti orang Yahudi,
Nasrani, Budha, Hindu, Konghucu dan lain sebagainya) atau ragu-ragu atas
kekafiran mereka, membenci ajaran islam, menghina Allah, menghina
Rasulullah, menghina ajaran islam, berpaling dari agama Allah, tidak
mempelajari dan mengamalkannya dan lain sebagainya.
Orang yang melakukan salah satu dari
pembatal syahadat tersebut dan tidak bertaubat, maka ia kafir. Meskipun
ia salat, puasa, zakat, pergi haji serta melakukan ibadah-ibadah
lainnya.
4. Tahlilan
Di antara kesalahan lainnya yang tersebar di masyarakat berkaitan dengan kalimat La Ilaha Illallah
adalah ritual tahlilan. Ritual ini merupakan ritual yang sering
dilakukan masyarakat Indonesia untuk mengirim pahala bagi anggota
keluarganya yang telah meninggal.
Pada ritual ini biasanya diadakan jamuan makan yang diikuti dengan pembacaan Al Qur’an dan dzikir kalimat La Ilaha Illallah. Ritual ini merupakan ritual yang tidak ada landasannya dari islam.
Ritual tahlilan ini meskipun sudah
menjadi kebiasaan di masyarakat kita, namun sama sekali tidak ada
petunjuknya dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Tidak
didapatkan satu pun hadits yang shohih yang menyatakan Rasulullah dan
para sahabatnya pernah melakukan tahlilan untuk mengirimkan pahala
kepada kerabat mereka yang telah meninggal.
Padahal, semasa Rasulullah hidup, banyak
keluarga beliau yang meninggal, tetapi beliau tidak pernah melakukan
tahlilan. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang melakukan amalan yang tidak ada dasarnya dari kami, maka amalan tersebut tertolak” (HR Muslim).
Bahkan sesungguhnya, ritual tahlilan
merupakan modifikasi dari ritual masyarakat animisme dan dinamisme
dahulu. Di mana mereka beranggapan bahwa apabila arwah telah keluar dari
jasad maka arwah tersebut akan bergentayangan pada hari ketujuh,
keempat puluh, keseratus dan keseribu.
Maka untuk mengusir arwah gentayangan terebut, mereka pun membaca mantra-mantra sesuai dengan keyakinan mereka.
Dan ketika islam datang, maka mantra-mantra tersebut diganti dengan kalimat La Ilaha Illallah,
sehingga ritual masyarakat animisme tersebut pun berubah menjadi ritual
tahlilan. (Disarikan dari Penjelasan Gamblang Seputar Hukum Yasinan,
Tahlilan & Selamatan karya Abu Ibrahim Muhammad Ali bin A. Mutholib)
Demikianlah beberapa penjelasan mengenai kesalahan seputar kalimat syahadat La Ilaha Illallah. Semoga Allah menjadikan kita sebagai orang-orang yang dapat merealisasikan kalimat syahadat La Ilaha Illallah baik melalui amalan hati, lisan maupun amalan perbuatan kita.
Karena sesungguhnya barangsiapa yang membenarkan kalimat syahadat La Ilaha Illallah
hanya di dalam hati maka ia seperti paman Rasulullah Abu Thalib yang
kafir karena enggan mengucapkan kalimat ini. Dan barangsiapa yang hanya
mengucapkan kalimat syahadat La Ilaha Illallah di lisan tanpa amalan hati dan badan sungguh ia bagaikan kaum munafik yang mengaku-ngaku islam.
Wallahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar