Penulis: Rizki Maulana
Dahulu, Al-Arify pernah berkata di depan
umat manusia, “Terima kasih, Bush!” Kau akan bertanya-tanya,
“Aduhai…gerangan mengapakah kau berterima kasih pada penjahat
semacamnya? Sudah habiskah insan berbudi di bumi hingga kau berterima
kasih pada penjahat ini?”
Tahulah kemudian alasannya, bahwa Bush
telah berandil tinggi akan tersohornya Islam di hati-hati hari-hari
kemudian. Bush betapa inginnya Islam terjatuh, selagi meredup cahaya
dipunya. Namun, rupanya Islam membangkit dan semakin bersinar cahayanya.
Jika Al-Arify begitu tega berterima
kasih, Al-Jaizy pun ingin berterima kasih pada saudara-saudaranya dari
kalangan Aswaja. Aswaja, selalunya, sedianya, sememangnya, sebenarnya
atau mungkin selamanya mempromosikan Salafy.
Aswaja rela merendahkan diri sendiri
dengan mencaci-caci, demi tersohornya Salafy. Aswaja rela mensohorkan
nama ‘Wahabi’, demi tersiarnya Salafy. Bahkan sebagian grassroot hingga
tetuanya rela berdusta, demi terkenalnya Salafy.
Aswaja telah sukses mempromosikan dakwah Salafiyyah. Aswaja tahu, saudara-saudaranya dari kalangan Salafy punya kesalahan.
Demi memperkenalkan Salafy pada umat,
Aswaja pun rela meneliti, mengintai dan membocorkan kesalahan dan aib
saudara-saudaranya dari kalangan Salafy di tengah umat. Terima kasih,
Aswaja.
Aswaja, yang merupakan senior di negeri
ini, begitu perhatian pada Salafy, yang belum lama tumbuh namun sudah
menjamur kemana-mana.
Saking perhatiannya pada Salafy, Aswaja kesampingkan bayangan gurita Syi’ah, yang mulai merasuk ke mereka.
Sungguh, betapa cintanya Aswaja pada Salafy.
Wahai, saudara-saudara Salafy, sayangilah mereka pula! Merekalah yang membuatmu dan golonganmu terkenal.
Jika para petinggi Aswaja rela ceramah panas-panas demi mempromosikan Salafy, pun berlaku pada orang-orang kecilnya.
Merasa sudah ngaji lama, anak-anak Aswaja menasihati anak-anak Salafy agar selalu mengaji pada guru.
‘Jika seseorang tidak ngaji pada guru,
maka gurunya adalah setan,’ begitu kiranya bait pamungkas mereka, yang
asalnya adalah milik Al-Bustamy, seorang penguasa fakultas sufi jurusan
tarekat.
Ketika para Salafy sibuk belajar sambil copas, mereka menasihati agar jangan hanya bisa copas.
Ketika para Salafy mengambil faedah dari
kitab-kitab ulama, mereka menasehati agar berhati-hati karena sekarang
banyak kitab dipalsukan.
Ketika para Salafy undur diri dari dzikir bersama, tahlilan dan sebagainya, mereka menasihati agar rajin-rajinlah beribadah.
Apa lagi bukti cinta Aswaja terhadap Salafy? Apa lagi?
Ketika kaum Salafy memprakarsai Maktabah
Syamilah, berisikan puluhan ribu kitab-kitab ulama, Aswaja
mewanti-wanti. ‘Hati-hati kalian, ebook Syamilah bisa diedit dan
dipalsukan,’ kata mereka dengan bijaknya.
Saking bijaknya, ulama dan pelajar mereka pun meraup manfaat dari kehadiran Maktabah Syamilah.
Saking ingin mencari kebenaran, sebagian
dari Aswaja meneliti kitab-kitab Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, dan
Muhammad bin Abdul Wahhab, agar jika ditemukan penyimpangan di dalamnya,
akan mereka luruskan dengan pemahaman agama mereka, sebagai kaum
senior.
-
Ya, benar! Saking inginnya mencari kebenaran dan demi ilmu, mereka mengamati kitab-kitab yang biasa dikaji kaum Salafy.
Jika ada yang salah, diluruskan. Jika sesuai dengan keyakinan mereka, disebarkan dengan cara copas, dari Maktabah Syamilah.
Mereka begitu baik.
Mereka membaca banyak dan copas faedah
dari Syamilah sembari melarang orang melakukan seperti apa yang mereka
lakukan. Minimal, mereka akan mengatakan, ‘Waspadai Syamilah!’ tanpa
pelarangan mutlak.
Karena itulah, mereka bisa menghibur
manusia dengan humor-humor yang mereka ciptakan sendiri. Inilah humor
yang bagus nan menghibur: [http://mazzulfa.wordpress.com/2012/08/18/awas-ternyata-maktabah-syamilah-buatan-wahabi/]
Aswaja begitu inginnya memurnikan dakwah
Islam dari ‘Wahabisme’. Mereka pun memperingatkan kaum muslimin,
terutama mereka sendiri dari kitab-kitab Wahabisme di Syamilah.
Ini ditujukan agar kaum muslimin tidak
terperosok ke ‘jurang’ Wahabisme dan tetap teguh di jalur Ahlus Sunnah
wal Jama’ah (singkatan: Aswaja): [http://suaraaswaja.com/maktabah-syamilah.html]
Padahal, Syamilah ini sudah terlalu indah
untuk dikritik dan terlalu bermanfaat untuk didiskreditkan
eksistensinya. Mulai dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah hingga Ahlul Bid’ah
wal Hizbiyyah, mereka semua sama-sama berenang dalam berkah Syamilah.
-
Akhir-akhir ini, program ‘Islami’ bernama Khazanah di salah satu kanal televisi nasional menjadi topik hangat.
Aswaja menginginkan agar kaum muslimin tidak menonton acara tersebut.
Aswaja berkata, ‘Acara tersebut menipu umat!’.
Padahal program Khazanah justru mempromosikan ritual-ritual yang jamak dilakukan sebagian besar dari Aswaja.
Sayang sekali, acara Khazanah justru bukti faktual dan aktual yang menunjukkan bahwa Salafy ingin membalas cinta Aswaja.
Salafy ingin mengungkapkan perasaan cintanya pada Aswaja dengan cara modern.
Tetapi, Aswaja kurang berkenan. Sayang sekali.
Aswaja sudah berjasa besar terhadap umat
Islam di negeri ini. Salah satunya adalah dengan rutin mempromosikan
Salafy, baik ke orang alim atau ke orang awam.
Saking berjasanya, seolah-olah Islam di negeri ini hanyalah Aswaja semata.
Jika tidak sewarna, tidak sebentuk, dan tidak sepemikiran, maka ia sesat.
Dan sepertinya di dunia ini, di mata saudara-saudara Aswaja, yang sesat hanya satu, yaitu Wahabi.
Semangat kaum Aswaja layak dicontoh.
Dicontoh semangatnya. Mereka bersemangat dalam menggalang persatuan
kelompok, begitu memurnikan pencitraan dan sangat waspada terhadap
serangan Wahabi.
Padahal Wahabi tidak pernah berharap bisa membakar rumah-rumah Aswaja.
Padahal Wahabi ketika ceramah tidak ingin membakar jenggot Aswaja. Bagaimana mau membakar jenggot, jika punya saja tidak?
Wahabi tidak suka main bakar-bakaran; meskipun sebagian Aswaja merasa diancam pembakaran.
Padahal yang terbakar adalah rokok mereka. Dan yang membakar adalah mereka sendiri. Bagaimana ini?
Harapan kita bahwa kelak Salafy dan
Aswaja akur. Karena jika mau ditinjau-tinjau, keduanyalah kaum muslimin
pengikut Nabi Muhammad dan generasi salaf. Salafy = pengikut Salaf.
Aswaja = Ahlus Sunnah wal Jama’ah = pengikut salaf.
Bedanya, yang satu seringkali memang
benar-benar mencerminkan Salafiyyah, sedangkan satunya lagi cuma setawar
nama saja. Disingkat pula. Ehm.
Bagaimana caranya akur?
Kembali ke Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Bukan sedikit-sedikit kembali ke emosi…sedikit-sedikit menjadi suporter fanatik.
Sampai Imam Al-Bantany dan Al-Banjary bangkit dari kubur pun takkan jadi. Mustahil. Bukan klaim yang dibutuhkan.
Sebagian saudara Salafy, mengklaim paling ittiba’ dan menuding siapapun selainnya adalah awam dan muqallid.
Tidak sadar bahwa mereka juga kadang
bertaqlid. Sebagian saudara Aswaja, menasehati selainnya agar tidak
merasa paling benar sembari merasa dirinya dan kelompoknya adalah yang
terbenar.
Sebagian ada yang main tantang menantang.
Petantang petenteng menantang adu ilmu Nahwu, Shorof, Balaghoh, Bayan,
Hikmah. Manthiq, Ushul Fiqh daaaan seterusnya; sembari bawa ijasah
pesantren tradisional yang biasa baca kitab kuning.
Andai yang seperti ini mau menengok
kemegahan pondok-pondok Salafy modern, yang juga bisa baca kitab dan
jauh berkembang, tentu hanya kepada kopi dan rokok mereka terhibur.
Aswaja, kaum yang tak letihnya memotivasi Salafy untuk selalu mencari ilmu di kitab dan berguru pada guru.
Ketika Salafy semakin besar dan berkembang…
Ketika Salafy semakin banyak kajian dan hadirinnya…
Ketika Salafy semakin berilmu dan mapan…
maukah teman-teman Aswaja menerima cinta dan persaudaraan dari teman-teman Salafy?
Terima kasih, Aswaja.
Kami saudara kalian dan kalian saudara kami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar