Penulis: Rizki Maulana
Penipuan besar-besaran telah dilakukan oleh Nur Hasan Ubaidah
(pendiri sekte Islam Jama’ah) kepada umat Islam di Indonesia. Nur Hasan
Ubaidah tiba-tiba datang di Indonesia dengan mengaku-ngaku membawa
sanad mangkul hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas
menyatakan bahwa orang yang Islamnya tidak bersanad (tidak mangkul) maka
islamnya diragukan.
Ternyata… Nur Hasan Ubaidah ini mengaku-ngaku telah mengambil sanad
dari kota Mekah negerinya kaum Wahabi. Jadi rupanya Nur Hasan Ubaidah
ini mengambil sanad dari kaum wahabi !!???. Akan tetapi anehnya tidak
seorangpun ulama di Kerajaan Arab Saudi yang berpemikiran ngawur seperti
Nur Hasan Ubaidah ini.
Hingga sekarang Islam Jama’ah masih berusaha mengirim murid-muridnya
ke Ma’had al-Harom di Mekah untuk berusaha menyambung sanad (karena
konon isnad yang dibawa oleh Nur Hasan Ubaidah telah hilang atau kurang
lengkap). Lagi-lagi Islam Jama’ah menguber-nguber sanad dari kaum
Wahabi.
Berkembanglah pemikiran sesat sekte Islam Jama’ah ini di tanah air
yang dibangun di atas kedustaaan besar-besaran dan penipuan
besar-besaran terhadap kaum muslimin di Indonesia, bahwasanya siapa saja
yang Islamnya tidak bersanad maka diragukan keabsahannya.
Anehnya… yang mau menerima doktrin Nur Hasan Ubaidah ini hanyalah
sebagian masyarakat muslim Indonesia. Kalau seandainya doktrin dan
propaganda Nur Hasan Ubaidah ini dilontarkan di Negara-negara Arab maka
tentunya Nur Hasan Ubaidah ini akan dianggap sebagai badut pemain sirkus
yang pintar melawak !!!!
MIRIP TAPI TAK SAMA !!
Habib Munzir Al-Musaawa (semoga Allah mengampuninya)…. dengan mudahnya mencela para ulama wahabi
(seperti syaikh Bin Baaz, Ibnu Al-‘Utsaimiin, dan Syaikh Al-Albani)
dengan berhujjah : ULAMA WAHABI TIDAK BERSANAD !!!!
Sehingga murid-murid sang habib dan para pengagumnya menyerukan
sebagaimana seruan sang Habib…:
“Para ulama wahabi tidak bersanad !!!”,
sehingga ilmu mereka diragukan…!!!, ilmu hadits mereka dangkal..!!!,
Fatwa mereka batil dan tertolak…!!!
Dan tuduhan-tuduhan dan olok-olokan yang lainnya yang keluar dari mulut sang Habib beserta para pengagumnya.
Kalau dipikir-pikir pemikiran Habib Munzir agak mirip dengan doktrin
Nur Hasan ‘Ubaidah pendiri sekte Islam Jama’ah, akan tetapi setelah
direnungkan ternyata tidak sama.
Berikut saya sebutkan dua kesimpulan dari perkataan-perkataan Sang Habib tentang ulama yang tidak bersanad.
PERTAMA : Habib Munzir menuduh ulama wahabi tidak punya sanad. Bahkan dengan berani Habib Munzir menantang dan berkata :
“Saudaraku, maaf, tunjukkan satu saja seorang ulama wahabi yg punya sanad kepada Muhadditsin?,
atau sanad guru yg muttashil kepada Rasulullah saw, kami ahlussunnah
waljamaah berbicara hadits kami mempunyai sanad kepada kutubussittah dan
muhadditsin, kami bukan menukil dan menggunting gunting ucapan ulama lalu berfatwa semaunya.
tiada ilmu tanpa sanad, maka fatwa tanpa sanad adalah batil."
(lihat : http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=&func=view&catid=7&id=9654#9654)
Bahkan Habib Munzir menuduh bahwasanya tidak ada satu orang wahabipun yang hafal 10 hadits beserta sanadnya.
“…Wahabi dan kelompoknya yg mereka itu tak hafal 10 hadits pun berikut sanad dan hukum matannya.
hafal hadits berikut sanad dan matannya adalah hafal haditsnya, dan
nama nama periwayatnya sampai ke Rasul saw berikut riwayat hidup mereka,
guru mereka, akhlak mereka, kedudukan mereka yg ditetapkan para
Muhadditsin, dan lainnya.
namun wahabi cuma menukil dari buku sisa sisa yg masih ada
saat ini, buku buku hadits yg ada saat ini hanya mencapai sekitar 80
ribu hadits, dan tak ada kitab yg menjelaskan semua periwayat berikut sejarahnya kecuali sebagian kecil hadit saja,.
maka fatwa para penukil ini batil tanpa perlu dijawab"
(lihat : http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=&func=view&catid=9&id=23856#23856)
KEDUA : Habib Munzir memvonis bahwa fatwa siapa saja yang tidak memiliki sanad adalah fatwa yang batil. Habib Munzir berkata, “tiada ilmu tanpa sanad, maka fatwa tanpa sanad adalah batil“,
apalagi yang berfatwa adalah para wahabi maka fatwa mereka otomatis
batil dan tidak perlu dijawab, sebagaimana dalam perkataan Habib Munzir,
“maka fatwa para penukil ini batil tanpa perlu dijawab“.
Karenanya begitu dengan mudahnya Habib Munzir membatilkan fatwa-fatwa
Syaikh Utsaimin dengan hanya berdalih bahwa Syaikh Utsaimin tidak
bersanad.
Habib Munzir berkata :
“Mengenai Utsaimin, ia bukan ulama hadits, ia tak mempunyai sanad dalam ilmu hadits, tidak mempunyai sanad kepada para muhadditsin, maka pendapatnya batil dan tak bisa dijadikan pegangan, mengenai hadits tsb”
(http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=&func=view&catid=9&id=25398#25398)
Demikian juga Habib Munzir menuduh Syaikh Albani tidak bersanad, dan
dituduh hanya menipu umat sehingga umat hancur, dan dituduh sebagai tong
kosong.
Habib Munzir berkata :
“Beliau (*Albani) itu bukan Muhaddits, karena Muhaddits adalah orang
yg mengumpulkan hadits dan menerima hadits dari para peiwayat hadits,
albani tidak hidup di masa itu, ia hanya menukil nukil dari sisa buku
buku hadits yg ada masa kini…”
Habib Munzir berkata lagi :
“Sedangkan Albani tak punya satupun sanad hadits yg muttashil. berkata para Muhadditsin, “Tiada
ilmu tanpa sanad” maksudnya semua ilmu hadits, fiqih, tauhid, alqur;an,
mestilah ada jalur gurunya kepada Rasulullah saw, atau kepada sahabat,
atau kepada Tabiin, atau kepada para Imam Imam, maka jika ada seorang
mengaku pakar hadits dan berfatwa namun ia tak punya sanad guru, maka
fatwanya mardud (tertolak), dan ucapannya dhoif, dan tak bisa dijadikan
dalil untuk diikuti, karena sanadnya Maqtu’.
apa pendapat anda dengan seorang manusia muncul di abad ini lalu
menukil nukil sisa sisa hadits yg tidak mencapai 10% dari hadits yg ada
dimasa itu, lalu berfatwa ini dhoif, itu dhoif.
Saya sebenarnya tak suka bicara mengenai ini, namun saya memilih mengungkapnya ketimbang hancurnya ummat karena tipuan seorang tong kosong.
(lihat :http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=&func=view&catid=9&id=22466#22466)
Inilah senjata Habib Munzir yang dianggap sangat ampuh dan sakti oleh
para pengagumnya, sehingga untuk membantah para ulama wahabi tidak
perlu adu argumen dalil, akan tetapi cukup dengan berkata “Para ulama
wahabi tidak punya sanad maka fatwa mereka batil dan tertolak”
PERIHAL SANAD
Sebelum saya (Rizki Maulana, pen) menyanggah penipuan Habib Munzir ini saya akan
menjelaskan tentang hakekat sanad yang selalu dijadikan senjata oleh
Habib Munzir untuk membatilkan perkataan para ulama wahabi.
Sanad/isnad merupakan kekhususan umat Islam. Al-Qur’an telah
diriwayatkan kepada kita oleh para perawi dengan sanad yang mutawatir.
Demikian pula telah sampai kepada kita hadits-hadits Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam dengan sanad-sanad yang shahih. Berbeda dengan kitab
Injil dan Taurat yang ada pada kaum Nashrani dan Yahudi tanpa sanad yang
bersambung dan shahih, sehingga sangat diragukan keabsahan kedua kitab
tersebut.
Isnad hadits adalah silsilah para perawi yang meriwayatkan matan (sabda) hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Para ahli hadits telah memberikan kriteria yang ketat agar suatu
hadits dinilai sebagai hadits yang shahih, mereka ketat dalam menilai
para perawi hadits tersebut. Karenanya mereka (para ahli hadits)
mendefinisikan hadits shahih dengan definisi berikut :
مَا اتَّصَلَ سَنَدُهُ بِنَقْلِ الْعَدْلِ الضَّابِطِ عَنْ مِثْلِهِ إِلَى مُنْتَهَاهُ مِنْ غَيْرِ شُذُوْذٍ وَلاَ عِلَّةٍ
“Yaitu hadits yang sanadnya bersambung dengan penukilan perawi yang
‘adil dan dhoobith (kuat hafalannya) dari yang semisalnya hingga
kepuncaknya tanpa adanya syadz dan penyakit (‘illah)”
Yaitu para perawinya dari bawah hingga ke atas seluruhnya harus
tsiqoh dan memiliki kredibilitas hafalan yang sempurna (lihat Nuzhatun
Nadzor hal 58), serta sanad tersebut harus bersambung dan tidak ada
‘illahnya (penyakit) yang bisa merusak keshahihan suatu hadits.
Oleh karenanya dari sini nampaklah urgensinya pengecekan kevalidan isnad suatu hadits
Ibnu Siiriin berkata :
لَمْ يَكُوْنُوا يَسْأَلُوْنَ عَنِ الإِسْنَادِ فَلَمَّا وَقَعَتِ
الْفِتْنَةُ قَالُوْا : سَمُّوا لَنَا رِجَالَكُمْ فَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ
السُّنَّةِ فَيُؤْخَذُ حَدِيْثُهُمْ وَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ الْبِدَعِ
فَلاَ يُؤْخَذُ حَدِيْثُهُمْ
“Mereka dahulu tidak bertanya tentang isnad, akan tetapi tatkala terjadi fitnah maka mereka berkata : “Sebutkanlah nama-nama para perawi kalian“,
maka dilihatlah Ahlus sunnah dan diambilah periwayatan hadits mereka
dan dilihatlah ahlul bid’ah maka tidak diambil periwayatan hadits
mereka”
Perkataan Ibnu Siiriin rahimahullah ini dibawakan oleh Imam Muslim
dalam muqoodimah shahihnya hal 15 di bawah sebuah bab yang berjudul :
بَابُ بَيَانِ أَنَّ الإِسْنَادَ مِنَ الدِّيْنِ وَأَنَّ الرِّوَايَةَ
لاَ تَكُوْنُ إِلاَّ عَنِ الثِّقَاتِ وَأَنَّ جَرْحَ الرُّوَاةِ بِمَا هُوَ
فِيْهِمْ جَائِزٌ بَلْ وَاجِبٌ وَأَنَّهُ لَيْسَ مِنَ الْغِيْبَةِ
الْمُحَرَّمَةِ بَلْ مِنَ الذَّبِّ عَنِ الشَّرِيْعَةِ الْمُكَرَّمَةِ
“Bab penjelasan bahwasanya isnad bagian dari agama, dan bahwasanya
riwayat tidak boleh kecuali dari para perawi yang tsiqoh, dan bahwasanya
menjarh (*menjelaskan aib) para perawi -yang sesuai ada pada mereka-
diperbolehkan, bahkan wajib (hukumnya) dan hal ini bukanlah ghibah yang
diharamkan, bahkan merupakan bentuk pembelaan terhadap syari’at yang
mulia”.
Salah faham
Sebagian orang salah faham dengan perkataan Ibnul Mubaarok rahimahullah :
الإِسْنَادُ مِنَ الدِّيْنِ وَلَوْلاَ الإِسْنَادُ لَقَالَ مَنْ شَاءَ مَا شَاءَ
“Isnad adalah bagian dari agama, kalau bukan karena isnad maka setiap
orang yang berkeinginan akan mengucapkan apa yang ia kehendaki”
Mereka memahami bahwasanya : “Perkataan Ibnul Mubarok ini menunjukkan
bahwasanya orang yang tidak punya isnad bicaranya akan ngawur, dan
sebaliknya orang yang punya isnad maka bicaranya pasti lurus”
Akan tetapi bukan demikian maksud perkataan Ibnul Mubaarok
rahimahullah. Maksud perkataan beliau adalah : Tidak sembarang orang
bisa menyampaikan hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan
tetapi menyampaikan hadits Nabi harus ada sanadnya. Dan jika sudah ada sanadnya maka HARUS diperiksa para perawinya sehingga bisa ketahuan haditsnya shahih ataukah lemah. Yang menunjukkan akan hal ini tiga perkara berikut :
Pertama : Perkataan Ibnul Mubaarok ini dibawakan oleh Imam Muslim di bawah bab
بَابُ بَيَانِ أَنَّ الإِسْنَادَ مِنَ الدِّيْنِ وَأَنَّ الرِّوَايَةَ
لاَ تَكُوْنُ إِلاَّ عَنِ الثِّقَاتِ وَأَنَّ جَرْحَ الرُّوَاةِ بِمَا هُوَ
فِيْهِمْ جَائِزٌ بَلْ وَاجِبٌ وَأَنَّهُ لَيْسَ مِنَ الْغِيْبَةِ
الْمُحَرَّمَةِ بَلْ مِنَ الذَّبِّ عَنِ الشَّرِيْعَةِ الْمُكَرَّمَةِ
“Bab penjelasan bahwasanya isnad bagian dari agama, dan bahwasanya
riwayat tidak boleh kecuali dari para perawi yang tsiqoh, dan bahwasanya
menjarh (*menjelaskan aib) para perawi -yang sesuai ada pada mereka-
diperbolehkan, bahkan wajib (hukumnya) dan hal ini bukanlah ghibah yang
diharamkan, bahkan merupakan bentuk pembelaan terhadap syari’at yang
mulia”.
Kedua : Persis sebelum menyampaikan perkataan ibnul
Mubarok ini, Imam Muslim menyampaikan perkataan Sa’ad bin Ibrahim yang
menjelaskan tentang kewajiban hanya meriwayatkan dari para perawi yang
tsiqoh.
Imam Muslim berkata :
عن مسعر قال سمعت سعد بن إبراهيم يقول لا يحدث عن رسول الله صلى الله
عليه وسلم إلا الثقات وحدثني محمد بن عبد الله بن قهزاذ من أهل مرو قال
سمعت عبدان بن عثمان يقول سمعت عبد الله بن المبارك يقول الإسناد من الدين
ولولا الإسناد لقال من شاء ما شاء
“Dari Mus’ir berkata : Saya mendengar Sa’d bin Ibraahim berkata : Tidaklah meriwayatkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali para perawi yang tsiqoh….dari
‘Abdaan bin ‘Utsmaan berkata : Aku mendengar Abdullah bin Al-Mubaarok
berkata : Isnad merupakan bagian dari agama, jika bukan karena isnad
maka orang yang berkeinginan akan mengucapkan apa saja yang ia
kehendaki”
Dan sebelumnya lagi Imam Muslim juga menyebutkan perkatan Ibnu Siiriin di atas “Sebutkanlah nama-nama para perawi kalian“
Ketiga : Setelah itu Imam Muslim juga membawakan praktek Ibnul Mubaarok yang mengecek para perawi dalam sebuah sanad.
Imam Muslim berkata :
قلت لعبد الله بن المبارك يا أبا عبد الرحمن الحديث الذي جاء إن من البر
بعد البر أن تصلي لأبويك مع صلاتك وتصوم لهما مع صومك قال فقال عبد الله
يا أبا إسحاق عمن هذا قال قلت له هذا من حديث شهاب بن خراش فقال ثقة عمن
قال قلت عن الحجاج بن دينار قال ثقة عمن قال قلت قال رسول الله صلى الله
عليه وسلم قال يا أبا إسحاق إن بين الحجاج بن دينار وبين النبي صلى الله
عليه وسلم مفاوز تنقطع فيها أعناق المطي ولكن ليس في الصدقة اختلاف وقال
محمد سمعت علي بن شقيق يقول سمعت عبد الله بن المبارك يقول على رؤوس الناس
دعوا حديث عمرو بن ثابت فإنه كان يسب السلف
“Abu Ishaaq bin ”Isa berkata : Aku berkata kepada Abdullah bin
Al-Mubaarok, Wahai Abu Abdirrahman, hadits yang datang bahwasanya : ((Diantara
berbakti setelah berbakti adalah engkau sholat untuk kedua orangtuamu
beserta sholatmu dan engkau berpuasa untuk kedua orangtuamu bersama
puasamu)). Beliau berkata : Wahai Abu Ishaaq, dari manakah hadits
ini?. Aku berkata, “Ini dari periwayatan Syihaab bin Khiroosy”. Ibnul
Mubaarok berkata : “Ia tsiqoh, lalu ia meriwayatkan dari siapa?”.
Aku berkata, “Dari Al-Hajjaaj bin Diinaar”. Beliau berkata : “Ia tsiqoh, lalu Hajjaj meriwayatkan dari siapa?”
Aku berkata, “(langsung) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda”. Beliau berkata, “Wahai Abu Ishaaq antara Hajjaaj bin Diinaar
dan Nabi ada padang pasir yang besar, butuh banyak onta untuk bisa
menempuhnya. Akan tetapi tidak ada perbedaan pendapat tentang bersedekah
(atas nama kedua orang tua)”…
Ali bin Syaqiiq berkata : “Aku mendengar Abdullah bin Al-Mubaarok
berkata di hadapan khalayak manusia : Tinggalkanlah periwayatan ‘Amr bin
Tsaabit karena ia mencela para salaf” (Lihat Muqoddimah Shahih Muslim
hal 16)
Dari sini kita faham bahwasanya perkataan Ibnul Mubaarok di atas
semakin menguatkan akan urgensinya memeriksa kredibilitas para perawi
dalam sebuah sanad. Dan perkataan Ibnul Mubaarok ini sama sekali tidak
berkaitan dengan persangkaan Habib Munzir ; “Orang yang tidak bersanad
maka fatwanya batil”
Praktek al-jarh wa at-ta’diil
Untuk menerapkan kriteria ini (yaitu pengecekan kedudukan dan
kredibilitas para perawi hadits) maka para ulama ahli hadits menulis
buku-buku al-jarh wa at-ta’diil yang menyebutkan tentang biografi para
perawi, dengan menjelaskan kedudukan para perawi tersebut apakah tsiqoh
ataukah dho’iif??.
Berbagai macam buku yang ditulis oleh para ulama,
- Ada kitab-kitab yang khusus berkaitan dengan para perawi yang tsiqoh
- Ada kitab-kitab yang khusus berkaitan dengan para perawi yang dho’if dan majruuh
- Ada kitab-kitab yang menggabungkan antara para perawi yang tsiqoh dan dho’iif
- Ada kitab-kitab yang berkaitan dengan para perawi yang
menempati kota tertentu, seperti Taariikh Baghdaad, Taariikh Dimasq,
Taariikh Waasith, dll
- Ada kitab-kitab yang menjelaskan tentang para perawi
kitab-kitab hadits tertentu, seperti ada kitab yang khusus menjelaskan
para perawi dalam kitab Muwaatho’ Imam Malik, ada kitab yang khusus
menjelaskan tentang para perawi Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim, ada
kitab yang khusus menjelaskan tentang kedudukan para perawi al-kutub
as-sittah
- Dan jenis-jenis kitab yang lainnya, sebagaimana dijelaskan dalam buku-buku al-jarh wa at-ta’diil atau ‘ilmu ar-rijaal.
Karenanya dengan meneliti kedudukan para perawi tersebut –berdasarkan
kaidah al jarh wa at-ta’diil yang diletakkan oleh para ahli hadits-
maka akan jelas apakan sanad suatu hadits shahih ataukah lemah atau
maudhuu’ (palsu).
Alhamdulillah para ulama telah mengumpulkan hadits-hadits Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam banyak kitab-kitab hadits
sebagaimana yang masyhuur diantaranya : Muwatthho’ al-Imam Maalik,
Musnad Al-Imam Ahmad, Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim, Shahih Ibnu
Hibbaan, Shahih ibnu Khuziamah, Sunan Abi Dawud, Sunan At-Thirmidzi,
Sunan An-Nasaai, Sunan Ibni Maajah, Mu’jam-mu’jam At-Thobrooni, Sunan
Al-Baihaqi, dan kitab-kitab hadits yang laiinya.
Yang seluruh penulis
kitab-kitab tersebut meriwayatkan hadits dengan menyebutkan sanad mereka
dari jalur mereka hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
sehingga dengan penerapan kaidah ilmu mustholah al-hadits dan ilmu
al-jarh wa at-t’adiil terhadap para perawi yang terdapat dalam
sanad-sanad hadits maka bisa dinilai apakah suatu hadits dari
kitab-kitab tersebut shahih ataukah dhoiif.
Karenanya untuk mengecek keabsahan hadits-hadits yang terdapat dalam
kitab-kitab di atas adalah dengan mengecek para perawi yang termaktub
dalam isnad-isnad dari para penulis kitab-kitab tersebut.
Sebagai contoh untuk mengecek shahih tidaknya sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Imam At-Thirimidzi dalam kitab “sunan” beliau maka
kita mengecek para perawi di atas Imam At-Thirimidzi (dalam hal ini
adalah guru imam At-Thirmidzi) hingga keatas sampai Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
SANAD ZAMAN SEKARANG ??
Di zaman kita sekarang ini masih banyak ahli hadits atau para syaikh
atau para penuntut ilmu yang masih melestarikan kebiasaan para ahli
hadits dalam meriwayatkan hadits dengan sanad. Sehingga banyak diantara
mereka yang meriwayatkan hadits dengan beberapa model sanad hadits,
diantaranya:
Pertama : sanad yang bersambung kepada salah satu dari para
penulis hadits. Ada sanad di zaman sekarang ini yang bersambung hingga
Al-Imam Al-Bukhari atau kepada At-Thirmidzi, atau kepada Abu Dawud, atau
Kedua : Sanad yang bertemu di guru-guru para penulis
tersebut, atau bertemu di para perawi yang lebih di atasnya lagi (para
guru dari para guru dari para penulis), atau
Ketiga : Sanad yang melalui jalur lain hingga kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa melalui jalur para penulis
kitab-kitab tersebut.
Dari sini jelas bahwasanya fungsi sanad di zaman ini (jika berkaitan
dengan sanad hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) maka
kurang bermanfaat dari dua sisi:
Pertama : Karena para perawi yang dibawah para penulis
kitab-kitab hadits tersebut hingga perawi di zaman kita sekarang ini
tidak bisa diperiksa kredibilitasnya karena biografi mereka tidak
diperhatikan oleh para ulama dan tidak termaktub dalam kitab-kitab
al-jarh wa at-ta’diil.
Kedua : Kalaupun jika seluruh para perawi tersebut (dari
zaman kita hingga ke penulis kitab) kita anggap tsiqoh maka kembali lagi
kita harus mengecek para perawi dari zaman gurunya para penulis
kitab-kitab hadits tersebut hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Maka seakan-akan kita ngecek langsung para perawi yang terdapat
dalam sanad-sanad yang terdapat dalam kitab-kitab hadits tersebut.
Jadi keberadaan isnad dari zaman sekarang hingga nyambung ke para
penulis kitab-kitab hadits tersebut kurang bermanfaat, itu kalau tidak
mau dikatakan tidak ada faedahnya !!!
Adapun jenis isnad yang ketiga, yaitu periwayatan hadits yang
diriwayatakan oleh seseorang di zaman sekarang hingga zaman Rasulullah
–tanpa melalui jalur para penulis kitab-kitab hadits diatas- maka
tentunya kita akan mendapatkan minimal sekitar 20 orang perawi. Dan 20
orang perawi tersebut tidak mungkin kita cek kredibilitas mereka karena
tidak adanya kitab-kitab al-jarh wa at-tadiil yang menjelaskan biografi
mereka.
Dari sebab-sebab inilah maka terlalu banyak para penuntut ilmu yang
berpaling dari mencari sanad hadits-hadits Nabi di zaman sekarang ini
karena tidak ada faedah besar yang bisa diperoleh. Namun meskipun
demikian masih saja ada para penuntut ilmu dan para ulama yang masih
melestarikan periwayatan hadits dengan sanad-sanad tersebut untuk
melestarikan adatnya para ahli hadits. Akan tetapi sama sekali tujuan
mereka bukan untuk dijadikan senjata sebagaimana senjata yang digunakan
oleh Habib Munzir dan para pengagumnya.
PEMBODOHAN MASYARAKAT MUSLIM INDONESIA
Habib Munzir sering menyebutkan kalau ia memiliki sanad, sehingga
mengesankan bahwa ilmu yang dia peroleh nyambung hingga Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal inilah yang dikenal dalam sekte Islam
Jam’ah dengan istilah “MANGKUL“. Kemudian
untuk mendukung aksinya ini maka Habib Munzir menuduh bahwa para ulama
wahabi tidak seorangpun memiliki sanad…!!, bahkan tidak seorangpun yang
hafal 10 hadits beserta sanadnya !!!. sungguh ini merupakan kedustaan
dan pembodohan terhadap masyarakat Indonesia.
Jadilah pembodohan ini menjadikan para pengagum Habib Munzir memahami bahwasanya :
- Seluruh ilmu tanpa sanad tidak bisa diterima
- Orang yang memiliki sanad seakan-akan maksum (terjaga dari
kesalahan) karena ilmunya mangkul, yaitu sampai kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Meskipun hal ini mungkin saja tidak
terucap secara lisan, akan tetapi sikap mereka dan pembelaan mereka
terhadap Habib Munzir menunjukan akan hal itu
- Orang yang memiliki sanad hingga ke Imam As-Syafii
seakan-akan paling paham tentang perkataan Imam As-Syafii karena ilmunya
mangkul/sampai kepada Imam Asy-Syafi’i.
SANGGAHAN
Sanggahan terhadap propaganda Habib Munzir ini dari banyak sisi:
PERTAMA : Tuduhan Habib Munzir bahwa para ulama
Wahabi tidak memiliki sanad merupakan tuduhan yang sangat dusta.
Jangankan para ulama besar Wahabi, guru-guru saya (ustadz-ustadz yang
ada di Indonesia) saja banyak yang memiliki sanad. Jadi jangan sampai
Habib Munzir ini merasa ia adalah pendekar sanad satu-satunya, karena
pendekar-pendekar junior wahabi ternyata sudah banyak yang memiliki
sanad.
KEDUA : Terkhususkan tuduhan Habib Munzir terhadap As-Syaikh
Albani bahwa beliau tidak memiliki sanad dan hanya seperti tong kosong
yang menipu umat, maka ini merupakan tuduhan dusta dan sangat keji.
Syaikh Albani punya isnad, dan ini merupakan perkara yang ma’ruuf,
beliau memiliki ijazah hadits dari ‘Allamah Syaikh Muhammad Raghib
at-Thobbaakh Al-Halabi yang kepadanyalah beliau mempelajari ilmu hadits,
dan mendapatkan hak untuk menyampaikan hadits darinya. (silahkan lihat
Hayaat Al-Albaani wa Aaatsaaruhu wa ats-Tsanaa’ al-‘Ulamaa ‘alaihi karya
Muhammad Ibrahim As-Syaibaani hal 45-46).
As-Syaikh Al-Albani pun telah
menegaskan hal ini dalam beberapa kitabnya seperti dalam kitab Tahdziir
As-Saajid hal 84-85 dan juga kita Mukhtshor Al-‘Uluw hal hal 74.
Dan sebagian murid Syaikh Albani –seperti Abu Ishaaq Al-Huwaini- mengambil sanad dari As-Syaikh Al-Albani (silahkan lihat juga http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=18495).
Kemudian kenapa begitu berani Habib Munzir mensifati Syaikh Al-Albani dengan TONG KOSONG !!!, bahkan Habib Munzir mengkhawatirkan hancurnya umat karena tipuan Tong Kosong !!!, Subhaanallah…tipuan
apa yang telah dilancarkan oleh Syaikh Al-Albani wahai Habib Munzir…!!!
ataukah anda yang sedang melancarkan tipuan kepada umat bahwa yang
tidak punya sanad fatwanya batil???
KETIGA : Kaum muslimin telah faham bahwasanya sumber
hukum mereka adalah Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, demikian juga ijmaa’ para ulama. Dan tatkala terjadi
perselisihan maka Allah memerintahkan kita untuk kembali kepada
Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Allah berfirman :
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ
إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ
وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا
Jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika
kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian
itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS An-Nisaa : 59)
Allah tidak pernah mengatakan “Kembalilah kalian kepada orang yang bersanad”
Alhamdulillah Al-Qur’an dan hadits-hadits yang shahih telah dijaga oleh Allah.
KEEMPAT : Propaganda Habib Munzir ini sama sekali
tidak pernah dilakukan oleh para ulama dari madzhab manapun, baik dari
madzhab Imam Abu Hanifah, atau madzhab Imam Malik, atau Madzhab Imam
Ahmad, atau madzhab Dzohiriyah. Bahkan tidak seorangpun dari ulama
madzhab Syafi’iyah yang mengigau dengan propaganda Habib Munzir ini.
Silahkan buka kitab fiqih dari madzhab manapun…, atau kitab aqidah
dari madzhab manapun…, atau kitab hadits dari madzhab manapun…, atau
kitab ushul al-fiqh dari madzhab manapun….tidak seorangpun dari para
ulama pernah berkata : “Fatwa anda tertolak karena anda tidak bersanad !!”
Sering terjadi perdebatan dalam masalah fikih dikalangan para ulama
madzhab…namun tidak seorangpun dari mereka tatkala membantah yang lain
dengan berdalih “Pendapat anda batil karena anda tidak bersanad !!!”
Bahkan tatkala ulama ahlus sunnah berdebat dengan para ahlul bid’ah
dalam masalah aqidah maka para ulama ahlus sunnah membantah dengan cara
menyebutkan dalil-dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sama sekali mereka
tidak pernah berkata kepada Ahlul Bid’ah “Kalian di atas kebatilan karena tidak bersanad !!!”
Karenanya propaganda Habib Munzir ini merupakan hal yang sangat lucu
dan konyol…tidak seorangpun yang pernah menelaah kitab-kitab para ulama
akan terpedaya dengan propaganda ini. Yang terpedaya hanyalah orang awam
yang tidak mengerti kitab-kitab para ulama, yang tidak mengerti tentang
ilmu hadits dan ilmu sanad, sebagaimana Nur Hasan ‘Ubaidah berhasil
menipu dan membodohi banyak orang-orang awam yang jahil sehingga
terperangkap dalam jaringan sekte Islam Jama’ah.
Wallahul Musta’aan.
KELIMA : Kalaupun kita menerima sanad yang dimiliki
Habib Munzir maka kita harus mengecek para perawi yang terdapat dalam
sanad tersebut, mulai dari Habib Munzir, gurunya, lalu guru dari guru
Habib Munzir dst. Tentunya kita tidak akan mendapatkan perkataan para
imam al-jarh wa at-ta’diil (seperti Syu’bah bin Hajjaaj, Al-Bukhari,
Al-Imam Ahmad, Yahya bin Sa’iid, dll) tentang guru-guru Habib Munzir.
Maka para perawi tersebut (guru-guru habib Munzir) dalam ilmu hadits
dihukumi sebagai para perawi majhuul.
Demikian juga kita harus mengecek kredibiltas hafalan dan ketsiqohan
Habib Munzir sebagai perawi dan salah satu mata rantai sanad yang ia
miliki. Apakah Habib Munzir Al-Musawa adalah seorang perawi yang tsiqoh
yang kredibilitas hafalannya baik dan tinggi, ataukah malah sebaliknya
sering pelupa dan tidak memiliki hafalan?. Kemudian dinilai juga dari
kejujuran dalam bertutur kata?. Karena jika kita menerapkan kaidah para
ahli hadits, maka jika ketahuan seorang perawi pernah berdusta sekali
saja –bukan pada hadits Nabi shallalllahu ‘alaihi wa sallam- akan tetapi
dusta pada perkara yang lain maka perawi ini dihukumi muttaham bil kadzib (tertuduh
dusta), dan periwayatannya tertolak atau tidak diterima. Bagaimana lagi
jika ketahuan sang perawi telah berdusta berkali-kali !!!, bagaimana
lagi jika kedustaannya tersebut dalam rangka untuk menjatuhkan para
ulama ??
KEENAM : Sebagaimana Habib Munzir memiliki sanad
ternyata terlalu banyak para penuntut ilmu wahabi yang juga memiliki
sanad…!!!, maka fatwa siapakah yang diterima?, apakah fatwa Habib Munzir
ataukah fatwa para penuntut ilmu wahabi tersebut??!!
Hanya saja Habib Munzir mengesankan kepada murid-mudirnya bahwa para
wahabi tidak bersanad !!!, ini merupakan kedustaan yang sangat nyata
seperti terangnya matahari di siang bolong.
KETUJUH : Ngomong-ngomong manakah yang kita
ikuti…Islam Jama’ah ala Nur Hasan ‘Ubaidah yang lebih dahulu punya sanad
daripada Habib Munzir puluhan tahun yang lalu? Ataukah kita mengikuti
Habib Munzir yang baru-baru saja memiliki sanad??!!.
KEDELAPAN : Bukankah sering dua orang yang sama-sama
memiliki sanad ternyata saling berselisih??.
Lihat saja bagaimana para
ulama saling berselisih pemahaman dalam banyak permasalahan agama
sehingga timbulah madzhab-madzhab yang berbeda-beda. Bukankah para ulama
besar pengikut madzhab As-Syafii memiliki sanad akan tetapi sering
berselisih dengan para ulama pengikut madzhab Hanafi yang juga memiliki
sanad??
Bukankah Imam Ibnu Hazm yang bermadzhab Dzohiriah –yang beliau banyak
meriwayatkan hadits dengan sanadnya dalam kitab beliau Al-Muhalla-
ternyata banyak menyelisihi para ualama empat madzhab yang juga memiliki
sanad?
Bahkan… bukankah Imam As-Syafii yang memiliki sanad yang pernah
berguru kepada Imam Malik yang juga memiliki sanad ternyata
masing-masing dari mereka berdua memiliki madzhab tersendiri??, demikian
juga halnya antara Imam Ahmad yang berguru kepada Imam As-Syafii??
Dari sini jelas bahwa isnad tidak melazimkan satu pemahaman, bahkan
orang yang memiliki satu isnad bisa berselisih faham, bahkan bisa jadi
murid menyelisihi guru. Lantas bagaimana bisa dianalogikan jika Habib
Munzir memiliki sanad lantas secara otomatis lebih faham tentang
agama??!!
KESEMBILAN : Orang yang memiliki sanad yang shahih
dalam periwayatan hadits tidak mesti lebih faham tentang agama daripada
orang yang sama sekali tidak memiliki sanad, maka bagaimana lagi orang
yang memiliki sanad yang dhoif karena banyak perawi yang majhuul??
Al-Imam Al-Bukhari telah membuat sebuah bab dengan judul :
بَابُ قَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : رُبَّ مُبَلَّغٍ أَوْعَى مِنْ سَامِعٍ
“Bab sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam : Betapa sering orang yang disampaikan lebih faham dari yang mendengarkan”.
Lalu Al-Imam Al-Bukhari membawakan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
لِيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ فَإِنَّ الشَّاهِدَ عَسَى أَنْ يُبَلِّغَ مَنْ هُوَ أَوْعَى لَهُ مْنِهُ
“Hendaknya yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir, karena
bisa jadi yang hadir menyampaikan kepada orang yang lebih faham daripada
dia” (HR Al-Bukhari no 67)
Al-Hafiz Ibnu Hajar berkata :
وَالْمُرَادُ رُبَّ مُبَلَّغٍ عَنِّي أَوْعَى أَيْ أَفْهَمُ لِمَا أَقُوْلُ مِنْ سَامِعٍ مِنِّي
“Maksudnya yaitu bisa jadi orang yang disampaikan sabdaku lebih
menguasai yaitu lebih faham tentang sabdaku dari pada yang mendengarkan
(langsung) dariku” (Fathul Baari 1/158)
Rasulullah juga bersabda :
نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا حَدِيثًا فَحَفِظَهُ حَتَّى
يُبَلِّغَهُ فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ
وَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ لَيْسَ بِفَقِيهٍ
“Semoga Allah menerangi wajah seseorang yang mendengar sebuah hadits
dariku lalu ia menghafalkannya hingga menyampaikannya. Bisa jadi seorang
membawa fiqih (ilmu) lalu ia sampaikan kepada yang lebih faqih
daripadanya, dan bisa jadi seseorang membawa fiqih (ilmu) akan tetapi ia
bukanlah seorang yang faqih” (HR Abu Dawud no 3662, At-Thirmidzi no
2656, Ibnu Maajah no 230)
Hadits ini menjelaskan bahwasanya bisa jadi seseorang memiliki
riwayat hadits akan tetapi tidak faham dengan isi dari hadits tersebut,
serta tidak bisa mengambil dan mengeluarkan huku-hukum dari hadits
tersebut.
Al-Munaawi As-Syafii berkata :
“Betapa banyak pembawa fiqih (ilmu) namun tidak faqiih, yaitu tidak
mengambil (menggali) ilmu hukum-hukum dengan cara pendalilan, akan
tetapi ia membawa riwayat tanpa memiliki sisi pendalilan dan pengeluaran
hukum” (Faidul Qodiir 4/17)
Karenanya ilmu dan kefaqihan bukanlah dengan banyaknya riwayat dan
banyaknya sanad, karena bisa jadi ada seseorang yang memiliki banyak
riwayat dan sanad akan tetapi tidak faham atau kurang faham dengan isi
dari hadits-hadits yang ia riwayatkan.
Ibnu Bathool rahimahullah berkata :
“Nabi ‘alaihis salaam sungguh telah menafikan ilmu dari orang yang tidak
memiliki pemahaman, sebagaimana dalam sabda beliau “Betapa banyak orang
yang membawa fiqih/ilmu akan tetapi tidak memiliki kefaqihan”
Imam Malik berkata : “Bukanlah ilmu dengan banyaknya periwayatan,
akan tetapi ilmu adalah cahaya yang Allah letakan dalam hati”. Maksud
Imam Malik adalah memahami makna-maknanya dan istinbaathnya (pengambilan
hukum darinya)” (Syarh Shahih Al-Bukhaari karya Ibnu Batthool 1/157)
Kesimpulan dari hadits ini :
Pertama : Bisa jadi seseorang memiliki riwayat atau sanad akan tetapi tidak faham dengan kandungan dari hadits yang ia riwayatkan.
Kedua : Bisa jadi seseorang memiliki riwayat dan sanad akan
tetapi orang yang membaca hadits yang ia riwayatkan lebih faham dengan
isi hadits daripada yang memiliki sanad.
KESEPULUH : Sungguh sangat menyedihkan jika kita
dapati seseorang memiliki sanad akan tetapi tidak mengerti ilmu
hadits….sanadnya itu hanya sebagai topeng yang melindungi kebodohannya
dalam ilmu hadits, sehingga tatkala lisannya mulai berbicara tentang
ilmu hadits akhirnya ngawur.
Apalagi murid-murid dan para pengagum Habib Munzir yang begitu
mudahnya diberikan ijaazah oleh Habib Munzir. Silahkan perhatikan yang
dibawah ini :
Pengagum Habib Munzir berkata :
“Dengan hormat saya hendak belajar kepada Habib walau sementara baru sebatas lewat internet.
1. Mohon izin belajar kepada Habib yang bersanad keguruan sampai kepada Nabi Muhammad SAW
2. Mohon ijazah untuk pengamalan amalan ahluh sunah wal jamaah…
Habib Munzir menjawab :
“Saudaraku yg kumuliakan, selamat datang di web para pecinta Rasul saw, kita bersaudara dalam kemuliaan
1. saudaraku tercinta, saya belum pantas menjadi murid yg baik,
bagaimana saya menjadi guru, kita bersaudara dan saling menasihati
karena Allah, namun sanad keguruan anda telah berpadu dg sanad keguruan
saya hingga kepada Rasul saw.
2. Saya Ijazahkan pada anda sanad keguruan saya kepada anda, yg
bersambung sanadnya kepada Guru Mulia kita, hingga Rasulullah saw, ia
adalah bagai rantai emas terkuat yg tak bisa diputus dunia dan akhirat,
jika bergerak satu mata rantai maka bergerak seluruh mata rantai hingga
ujungnya, yaitu Rasulullah saw, semoga Allah swt selalu menguatkan kita
dalam keluhuran dunia dan akhirat bersama guru guru kita hingga Rasul
saw.
Saya ijazahkan seluruh dzikir salafusshalih, semua doa Rijaalussanad
dan semua doa dan dzikir dari seluruh para wali dan shalihin, munajat
dan dzikir para Ahlusshiddiqiyyatul Kubra, kepada anda, Ijazah sempurna
yg saya terima dari Guru Mulia kita Al Allamah Al Musnid Alhabib Umar
bin hafidh yg sanadnya muttashil (bersambung) pada segenap para ulama,
muhaddits, para wali dan shalihin. Ijazah ini mencakup seluruh surat
dalam Alqur’an, wirid, dzikir, amalan sunnah, dan doa Nabi Muhammad saw
dan doa para Nabi dan Doa seluruh Ummat Muhammad saw, dan seluruh Hamba
Allah yg shalih. semoga anda selalu dalam kemuliaan Dzikir dan Cahya
Munajat mereka. Amiin
Saya Ijazahkan kepada anda sanad Alqur’anulkarim dalam tujuh
Qira’ah, seluruh sanad hadits riwayat Imamussab’ah, seluruh sanad hadist
riwayat Muhadditsin lainnya, seluruh fatwa dan kitab syariah dari empat
Madzhab yaitu Syafii, Maliki, Hambali dan Hanafi, dan seluruh cabang
ilmu islam, yg semua itu saya terima sanad ijazahnya dari Guru Mulia Al
Allamah Al Musnid Alhabib Umar bin Hafidh, yg bersambung sanadnya kepada
guru guru dan Imam Imam pada Madzhab Syafii dan lainnya, dan berakhir
pada Rasulullah saw…
(lihat: http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=&func=view&catid=9&id=26683#26683),
Gampangnya Habib Munzir memberikan sanad ijazah kepada orang-orang
awam tanpa persyaratan dan bahkan hanya sekedar melalui internet sering
beliau lakukan.
Silahkan lihat : (http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=&func=view&catid=9&id=25448#25448), lihat juga (http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=&func=view&catid=7&id=22111#22111), lihat juga (http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=&func=view&catid=9&id=21894#21894), dll
Perhatikanlah wahai para pembaca…dengan begitu mudahnya Habib Munzir
memberi ijazah kepada seseorang yang meminta isnadnya hanya melalui
internet ?!!
Lantas apakah jika orang tersebut telah diberi ijazah oleh
Habib Munzir berarti ia telah menguasai seluruh qiro’ah sab’ah
al-qur’aan dan juga menguasai seluruh fatwa dari empat madzhab, seluruh
riwayat hadits dari imam saba’ah??!!! . Sementara orang yang
meminta tersebut siapakah dia?, seorang alimkah dia?!! Belajar di mana??
Tahu nawhu shorof atau tidak?, menguasai ilmu ushul fiqh atau tidak?,
menguasai ilmu mustolah hadits atau tidak?, menguasai fikih empat
madzhab atau tidak??
Habib Munzir sendiri apakah menguasai seluruh ilmu yang ia
ijazahkan?, menguasai tujuh qiroo’ah?, menguasai seluruh hadits-hadits
yang diriwayatkan oleh imam sab’ah?, menguasai seluruh fatwa dan
kitab-kitab syari’ah empat madzhab??!!! Sunnguh sangat a’lim Habib
Munzir ini?, bahkan ana rasa mungkin tidak ada seorang yang lebih ‘alim
dari Habib Munzir di zaman ini.
Pantas saja jika beliau digelari dengan al-‘Allaamah al-Fahhaamah (silahkan lihat http://assajjad.wordpress.com/2009/03/05/biografi-habib-munzir-al-musawa/)
Bisa jadi seseorang tidak memiliki sanad akan tetapi ia adalah seorang yang ‘alim. Sebaliknya….
- Percuma punya banyak sanad jika masih saja meriwayatkan
hadits-hadits yang lemah, apalagi tidak mengerti tentang ilmu takhriij.
- Percuma punya isnad sampai Imam As-Syafii tapi berdusta
atas nama Imam As-Syafii dan juga berdusta atas nama Ibnu Hajar
- Percuma punya isnad kalau membolehkan kesyirikan beristighootsah kepada mayat
- Percuma punya banyak isnad kalau sering keliru dalam membicarakan ilmu hadits
- Percuma punya banyak isnad kalau tukang mencela para ulama, karena ini bukan akhlaknya orang yang mempunyai sanad.
- Percuma punya banyak isnad kalau menuduh para ulama sebagai
pendusta tukang menggunting perkataan ulama (padahal dia sendiri yang
tukang gunting)
- Percuma punya banyak isnad kalau menuduh para ulama wahabi
tidak punya isnad (yang ini merupakan kedustaan yang sangat nyata..!!!!)
KESEBELAS : Tidak semua orang yang memiliki sanad
dan meriwayatkan hadits maka otomatis aqidahnya merupakan aqidah yang
lurus. Ini merupakan perkara yang sangat mendasar dan diketahui oleh
semua orang yang baru belajar ilmu mustholah al-hadits.
Karenanya para ulama ahli al-jarh wa at-ta’diil menyebutkan (dalam
kitab-kitab Ad-Du’afaa’ dan kitab-kitab yang secara spesifikasi
membicarakan tentang para perawi yang lemah) bahwasanya banyak perawi
hadits yang memiliki pemahaman bid’ah, baik bid’ah khawarij, bid’ah
syi’ah, bid’ah irjaa’, bid’ah qodariyah dan lain-lain yang menyebabkan
riwayat para perawi tersebut tertolak. Dan masih banyak sebab-sebab lain
yang menyebabkan periwayatan seseorang yang memiliki sanad tertolak.
Sementara kesan yang dibangun oleh Habib Munzir bahwasanya jika
seseorang telah memiliki sanad yang bersambung kepada Nabi maka
melazimkan seakan-akan ia adalah orang yang ma’sum yang tentunya
aqidahnya lurus. Tentu hal ini merupakan kelaziman yang tidak lazim.
KEDUA BELAS : Kelaziman dari hal ini, maka seluruh
dai dan ulama yang tidak bersanad tidak diterima perkataan dan fatwa
mereka, dan fatwa mereka dihukumi sebagai fatwa yang batil. Saya rasa
sebaiknya Habib Munzir memberi masukan kepada Majelis Ulama Indonesia
yang selama ini tatkala berfatwa tidak mencantumkan sanad mereka !!!
yang menunjukkan bahwa fatwa-fatwa mereka selama ini adalah fatwa yang
batil.
Demikian juga masukan kepada ribuan dai yang di Indonesia, bahkan
masukan kepada jutaan dai yang ada di dunia agar berhenti berdakwah dan
hendaknya mencari sanad dahulu agar perkataan dan fatwa mereka bisa
diterima dan tidak bernilai batil !!!
Dari dua belas sisi bantahan di atas maka jelas bahwasanya perkataan
Habib Munzir : “Orang yang tidak bersanad fatwanya batil dan tertolak”
adalah kesalahan yang fatal !!!
Wallahu 'alam Bishawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar