Selasa, 03 Juni 2014

TANGGAPAN TERHADAP USTADZ IDRUS RAMLI: ISTIGHATSAH ADALAH SUNNAH?

  Penulis: Rizki Maulana
Ketika membaca tulisan Ustadz Musmulyadi Lukman, Lc. yang mengkritik tulisan Ustadz Muhammad Idrus Ramli - yang kemudian direpro oleh Ustadz Firanda, MA. dalam websitenya[1] - , saya sempatkan untuk mencari sumber tulisan asli Ustadz Muhammad itu di Fans Page Facebook-nya.
Ada sesuatu yang menggelitik saya saat membaca tulisannya yang berisi ‘bantahan balik’[2], yaitu ulasannya tentang beberapa riwayat yang dianggap sebagai dalil istighatsah dari kalangan salaf. Diantaranya ia (Ustadz Muhammad Idrus Ramli) menuliskan :
Kedua) beristighatsah dengan orang yang sudah wafat telah berlangsung sejak generasi sahabat, tanpa ada orang yang menganggapnya syirik. Al-Hafizh al-Baihaqi meriwayatkan dalam Syu’ab al-Iman:
أخبرنا أبو عبد الله الحافظ أخبرني أبو محمد بن زياد نا محمد بن إسحاق الثقفي قال : سمعت أبا إسحاق القرشي يقول : كان عندنا رجل بالمدينة إذا رأى منكرا لا يمكنه أن يغيره أتى القبر فقال : 
(
أَيَا قَبْرَ النَّبِيِّ وَ صَاحِبَيْهِ ... أَلاَ يَا غَوْثَنَا لَوْ تَعْلَمُوْنَا )
“Abu Ishaq al-Qurasyi berkata: “Ada seorang laki-laki di Madinah di dekat kami, apabila melihat kemungkaran yang tidak mungkin ia berantas, maka ia mendatangi makam Nabi SAW lalu berkata:
Wahai makam Nabi SAW dan kedua temannya
Wahai penolong kami seandainya kamu mengetahu”
(Atsar di atas diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman juz 3 hal. 495, terbitan Dar al-Kutub al-Ilmiyah tahqiq Zaghlul, atau juz 6 hal. 60 terbitan Wahabi Maktabah al-Rusyd Riyadh tahqiq Mukhtar al-Nadwi.)
Abu Ishaq al-Qurasyi tersebut adalah maula Abdullah bin al-Harits bin Naufal al-Hasyimi, dan meriwayatkan hadits dari sahabat Abu Hurairah, sebagaimana ditegaskan oleh al-Hafizh al-Mizzi dalam Tahdzib al-Kamal, juz 8 hal. 230.
Syair yang diucapkan oleh Abu Ishaq al-Qurasyi tersebut, adalah Syair nya seorang sahabat Nabi SAW yang agung yaitu Nabighah al-Ja’di. Beliau mengucapkan syair tersebut, setelah dipukul oleh Sayyidina Abu Musa al-Asy’ari beberapa cambuk, sebagaimana disebutkan oleh al-Hafizh Ibnu Abdil Barr dalam al-Isti’ab, juz 3 hal. 586 (hamisy al-Ishabah).
[selesai kutipan]
Begitulah katanya..... dan itu keliru !!
Saya berkata :
Atsar itu memang benar diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Syu’abul-Iimaan 6/60 no. 3879; Maktabah Ar-Rusyd, Cet. 1/1423 H sebagai berikut :
أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ، أَخْبَرَنِي أَبُو مُحَمَّدِ بْنُ زِيَادٍ، نا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ الثَّقَفِيُّ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا إِسْحَاقَ الْقُرَشِيَّ، يَقُولُ: كَانَ عِنْدَنَا رَجُلٌ بِالْمَدِينَةِ إِذَا رَأَى مُنْكَرًا لا يُمْكِنُهُ أَنْ يُغَيِّرَهُ أَتَى الْقَبْرَ، فَقَالَ:
 أَيَا قَبْرَ النَّبِيِّ وَصَاحِبَيْهِ         أَلا يَا غَوْثَنَا لَوْ تَعْلَمُونَا
Telah mengkhabarkan kepada kami Abu ‘Abdillah Al-Haafidh : Telah mengkhabarkan kepadaku Abu Muhammad bin Ziyaad : Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Ishaaq Ats-Tsaqafiy, ia berkata : Aku mendengar Abu Ishaaq Al-Qurasyiy berkata : Dulu di sisi kami ada seorang laki-laki di Madiinah apabila ia melihat kemunkaran yang tidak bisa dirubahnya, ia mendatangi kubur (Nabi) seraya berkata : ‘wahai kubur Nabi dan dua shahabatnya (Abu Bakr dan ‘Umar), wahai penolong kami seandainya engkau mengetahui kami”.
Mari kita lihat perawinya :
1.     Abu ‘Abdillah Al-Haafidh, ia adalah Al-Haakim An-Naisaabuuriy, penulis kitab Al-Mustadrak yang nama lengkapnya : Muhammad bin ‘Abdillah bin Muhammad bin Hamdawaih bin Nu’aim bin Al-Hakam Adl-Dlabbiy Ath-Thuhmaaniy An-Naisaabuuriy, Al-Haafidh Abu ‘Abdillah Al-Haakim; seorang imam, tsiqah, pemilik banyak tulisan. Lahir tahun 321 H dan wafat tahun 405 H [lihat : Ittihaaful-Murtaqiy bi-Taraajimi Syuyuukh Al-Baihaqiy, hal. 460-462 no. 161].
2.     Abu Muhammad bin Ziyaad, ia adalah : ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Aliy bin Ziyaad As-Sammadziy Al-‘Adl, Abu Muhammad; seorang mujtahid, tsiqah, lagi diridlai. Lahir tahun 281 H dan wafat tahun 366 H [Al-Irsyaad fii Ma’rifati ‘Ulamaa’ Al-Hadiits hal. 370 no. 81 dan Rijaal Al-Haakim fil-Mustadrak 1/58 no. 80].
3.     Muhammad bin Ishaaq Ats-Tsaqafiy, ia adalah : Muhammad bin Ishaaq bin Ibraahiim bin Mihraan bin ‘Abdillah, Abul-‘Abbaas As-Sarraaj Ats-Tsaqafiy; seorang yang haafidh, tsiqah, lagi mutqin. Lahir tahun 218 H, dan wafat pada usia 95/96/97 tahun [lihat : Zawaaid Rijaal Shahiih Ibni Hibbaan oleh Yahyaa bin ‘Abdillah Asy-Syahriy, hal. 1117-1124 no. 520, desertasi Univ. Ummul-Qurra’].
4.     Abu Ishaaq Al-Qurasyiy, seorang yang majhuul [lihat : Hilyatul-Auliyaa’, 10/141].
Walhaasil, riwayat ini lemah. Apalagi ditambah laki-laki mubham (tidak disebut namanya) – seandainya kita ingin berhujjah dengan perbuatan dan syair yang diucapkannya, semakin menambah kelemahannya.
Jadi perkataan Muhammad Idrus Ramli yang menisbatkan Abu Ishaaq Al-Qurasyiy pada maulaa ‘Abdullah bin Al-Haarits bin Naufal Al-Haasyimiy, murid Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, adalah keliru. Tidakkah ia (Ustadz Muhammad Idrus Ramli) sedikit saja membaca (dan memahami) jalan sanad riwayat yang ia bawakan ?. Apakah mungkin Abul-‘Abbaas As-Sarraaj (Muhammad bin Ishaaq Ats-Tsaqafiy) yang baru lahir tahun 218 H mendengar riwayat dari generasi taabi’iin semisal Abu Ishaaq Al-Qurasyiy maulaa ‘Abdullah bin Al-Haarits bin Naufal Al-Haasyimiy ?.
Klaimnya bahwa syair yang diucapkan laki-laki tak dikenal[3] dalam riwayat di atas adalah syair Nabiighah Al-Ja’diy adalah klaim kosong lagi memaksakan diri.
Pertama, kalau kita mencermati riwayat yang dibawakan Al-Baihaqiy, maka dhahir syair itu diucapkan oleh laki-laki tak dikenal yang semasa dengan Abu Ishaaq Al-Qurasyiy. Jelas, laki-laki itu bukan An-Naabighah atau orang dari kalangan shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang lainnya.
Kedua, sumber yang dipakai Ustadz Muhammad Idrus Ramli untuk menyatakan syair yang diucapkan laki-laki itu adalah syair yang pernah diucapkan oleh An-Naabighah radliyallaahu ‘anhu adalah kitab Al-Isti’aab karangan Ibnu ‘Abdil-Barr[4]. Riwayat yang dibawakan Ibnu ‘Abdil-Barr rahimahullah tersebut berasal dari Al-Haitsam bin ‘Adiy, seorang yang tertuduh melakukan kedustaan lagi matruuk [lihat : Ta’riifu Ahlit-Taqdiis/Thabaqaatul-Mudallisiin oleh Ibnu Hajar hal. 146 no. 151]. Dan tidak mungkin Al-Haitsam bin ‘Adiy melihat An-Naabighah dan Abu Muusaa Al-Asy’ariy, karena ia terpaut jaman yang cukup jauh dengan generasi para shahabat. Al-Haitsam wafat tahun 207 H. Kesimpulan riwayatnya ?. Jawab : Sangat lemah.
Jadi,... rajut-merajut kisah ala Muhammad Idrus Ramli di atas batal dari awal hingga akhir, kekeliruan di atas kekeliruan.
Perintah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ketika melihat kemunkaran yang tidak sanggup diubah adalah jelas, yaitu melalui sabdanya :
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ
“Barangsiapa yang melihat kemunkaran, hendaknya ia rubah dengan tangannya, jika tidak mampu maka ia rubah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 49, At-Tirmidziy no. 2172, Abu Daawud no. 1140 & 4340, An-Nasaa’iy no. 5008-5009, Ibnu Maajah no. 1275 & 4013, dan yang lainnya dari shahabat Abu Sa’iid Al-Khudriy radliyallaahu ‘anhu].
Tak ada dalam sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam perintah mendatangi kubur beliau atau kubur orang shaalih sepeninggal beliau untuk meminta tolong dan berkeluh-kesah.
Wallaahul-musta’aan.


[2]      Menurut saya, ‘bantahan balik’ Ustadz Muhammad Idrus Ramli itu tidak lebih seperti orang yang sedang kalap, mengais apa saja yang mungkin dapat membantu pendapatnya tanpa mampu dan berusaha memahami hujjah yang disebutkan lawannya.
Apalagi kebenciannya terhadap nama Ibnu Taimiyyah yang mengakibatkan dirinya perlu mengarang kalimat :
SUNNI: “Pernyataan saya bukan menelan kembali ucapan saya secara samar-samar, tetapi ingin menjelaskan kepada public bahwa Ibnu Taimiyah adalah sosok controversial dalam banyak persoalan. Di sini bilang A, nanti di tempat lain akan bilang B. Ini akibat dari cara belajar Ibnu Taimiyah yang tanpa guru, sehingga ilmunya tidak sistimatis dan sering controversial.
[selesai kutipan].
Miskin sekali Ustadz Muhammad Idrus Ramli ya, semiskin ulasannya yang dibahas pada artikel di atas. Tapi tak mengapa, karena mungkin niatnya hanyalah melucu dan mencari sensasi. Atau barangkali yang dimaksudkan dengan Ibnu Taimiyyah bukan Ahmad bin ‘Abdil-Haliim bin ‘Abdis-Salaam bin ‘Abdillah bin Muhammad bin Al-Khidlr bin Muhammad bin Al-Khidlr bin ‘Aliy bin ‘Abdillah An-Numairiy Al-Harraaniy Ad-Dimasyqiy Al-Hanbaliy. Sebab, Ibnu Taimiyyah yang bernama Ahmad bin ‘Abdil-Haliim jelas mempunyai banyak guru, di antaranya : ayahnya (‘Abdul-Haliim bin Taimiyyah Al-Hanbaliy), Majduddiin bin ‘Asaakir, Ibnu ‘Abdil-Daayim, Yahyaa bin Ash-Shairafiy, dan banyak yang lain [silakan baca : Dzail Thabaqaatul-Hanaabilah oleh Ibnu Rajab]. Al-Haafidh Al-Mizziy pernah berkata tentang Ibnu Taimiyyah rahimahumallah yang ini :
ما رأيت مثله ولا رأى هو مثل نفسه وما رأيت أحدا أعلم بكتاب الله وسنة رسول الله ولا أتبع لهما منه
“Aku tidak pernah melihat orang semisalnya dan ia pun tidak pernah melihat orang yang semisal dirinya. Aku tidak pernah melihat orang yang lebih mengetahui tentang Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam serta orang yang lebih ittibaa’ (mengikuti) keduanya dibandingkan dirinya” [Asy-Syahaadatuz-Zakiyyah, hal. 45].
Dan masih sangat banyak pujian para ulama terhadap Ibnu Taimiyyah Ahmad bin ‘Abdil-Haliim rahimahullah.
Jadi sekali lagi, ada kemungkinan yang dimaksudkan Muhammad Idrus Ramli dengan Ibnu Taimiyyah yang bodoh lagi tak punya guru adalah Ibnu Taimiyyah kolega atau saingan dakwahnya di kampung halaman.
[3]      Bukan syair Abu Ishaaq Al-Qurasyiy seperti kata Muhammad Idrus Ramli !
[4]      Diriwayatkan Ibnul-Jauziy Abul-Faraj Al-Ashbahaaniy (hasil koreksi dari Muhammad Idrus Ramli, jazaakallaahu khairan) dalam Al-Aghaaniy no. 127 lengkap dengan sanadnya sebagai berikut :
أَخْبَرَنِي أَبُو الْحَسَنِ الأَسَدِيُّ أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ صَالِحٍ، وَهَاشِمُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْخُزَاعِيُّ أَبُو دُلَفَ، قَالا: حَدَّثَنَا الرِّيَاشِيُّ، قَالَ: قَالَ أَبُو سُلَيْمَانَ عَنِ الْهَيْثَمِ بْنِ عَدِيٍّ، قَالَ: " رَعَتْ بَنُو عَامِرٍ بِالْبَصْرَةِ فِي الزَرْعِ، فَبَعَثَ أَبُو مُوسَى الأَشْعَرِيُّ فِي طَلَبِهِمْ، فَتَصَارَخُوا يَا آلَ عَامِرٍ يَا آلَ عَامِرٍ، فَخَرَجَ النَّابِغَةُ الْجَعْدِيُّ وَمَعَهُ عُصْبَةٌ لَهُ، فَأُتِيَ بِهِ إِلَى أَبِي مُوسَى الأَشْعَرِيِّ، فَقَالَ لَهُ: مَا أَخْرَجَكَ؟ قَالَ: سَمِعْتُ دَاعِيَةَ قَوْمِي، قَالَ: فَضَرَبَهُ أَسْوَاطًا، فَقَالَ النَّابِغَةُ:
 رَأَيْتُ الْبَكْرَ بَكْرَ بَنِي ثَمُودٍ         وَأَنْتَ أَرَاكَ بَكْرَ الأَشْعَرِينَا
 فَإِنْ يَكُنِ ابْنُ عَفَّانَ أَمِينَا         فَلَمْ يَبْعَثْ بِكَ الْبَرَّ الأَمِينَا
 فَيَا قَبْرَ النَّبِيِّ وَصَاحِبَيْهِ         أَلا يَا غَوْثَنَا لَوْ تَسْمُعَونَا
 أَلا صَلَّى إِلَهَكُمْ عَلَيْكُمْ         وَلا صَلَّى عَلَى الأُمَرَاءِ فِينَا "

1 komentar:

  1. Maaf, anda tidak ilmiah karena tidak mencantumkan sumber copy pastenya dari siapa? dan anda membohongi publik, padahal itu bukan tulisan anda tapi mengapa anda mencantumkan nama anda sebagai penulis. terima kasih

    BalasHapus