Manusia tidak dapat lepas dari kesalahan, sedangkan kewajiban setiap Muslim adalah saling mengingatkan di dalam menetapi kebenaran dan kesabaran. Harun Yahya –saddadahullahu- adalah diantara cendekiawan dan saintis muslim yang juga terperosok ke dalam kesalahan yang cukup fatal di dalam masalah aqidah.
Kesalahan-kesalahan beliau ini tersebar
di mayoritas buku-bukunya yang membicarakan tentang Islam. Kami tidak
menutup mata dari mashlahat yang beliau berikan bagi ummat di dalam
membela Islam dan membantah faham-faham materialistis saintifis. Namun,
biar bagaimanapun beliau adalah manusia yang kadang salah kadang benar,
sehingga kita wajib menolak kesalahan-kesalahannya dan wajib
menerangkannya kepada ummat agar ummat tidak terperosok ke dalam
kesalahan yang sama. Semoga Allah menunjuki diri kami, diri beliau dan
seluruh ummat Islam.
Beliau memiliki kesalahan-kesalahan yang fatal di dalam buku-bukunya, diantaranya yang berjudul EVOLUTION DECEIT (Keruntuhan Teori Evolusi)yang
menunjukkan pemahamannya terhadap Aqidah dan Tauhid yang keliru. Bab
yang menunjukkan kesalahan ini diantaranya terdapat di dalam bab ”The Real Essence of Matter”. Perlu
saya tambahkan di sini, walaupun Harun Yahya melakukan kesalahan serius
di dalam perkara aqidah, namun saya tidak pernah menvonisnya sebagai
Ahlul Bid’ah, terlebih-lebih menvonisnya sebagai kafir, nas’alullaha
salamah wa ‘afiyah. Sebab, bukanlah hak saya untuk melakukan vonis
semacam ini, namun hal ini adalah hak para ulama dan ahlul ilmi yang
mutamakkin (mumpuni). Saya di sini hanya ingin menunjukkan beberapa
kesalahan yang beliau lakukan sebagai bentuk amar ma’ruf nahi munkar.
Harun Yahya –saddadahullahu- berkata di dalam pembukaannya di dalam “Where is God?” (Dimana Tuhan) pada halaman 175, sebagai berikut :
“The basic mistake of those who
deny God is shared by many people who in fact do not really deny the
existence of God but have a wrong perception of Him. They do not deny
creation, but have superstitious beliefs about “where” God is. Most of
them think that God is up in the “sky”. They tacitly imagine that God is
behind a very distant planet and interferes with “worldly affairs” once
in a while. Or perhaps that He does not intervene at all: He created
the universe and then left it to itself and people are left to determine
their fates for themselves. Still others have heard that in the Qur’an
it is written that God is everywhere” but they cannot perceive what this
exactly means. They tacitly think that God surrounds everything like
radio waves or like an invisible, intangible gas. However, this notion
and other beliefs that are unable to make clear “where” God is (and
maybe deny Him because of that) are all based on a common mistake. They
hold a prejudice without any grounds and then are moved to wrong
opinions of God. What is this prejudice?”
Yang artinya adalah :
“Kesalahan mendasar bagi mereka yang
mengingkari Tuhan yang tersebar pada kebanyakan orang adalah pada
kenyataannya mereka tidaklah mengingkari keberadaan Tuhan itu sendiri,
namun mereka memiliki persepsi yang berbeda terhadap Tuhan.
Mereka tidaklah mengingkari penciptaan,
namun mereka memiliki keyakinan takhayul mengenai “dimanakah” Tuhan itu
berada. Mayoritas mereka beranggapan bahwa Tuhan berada berada di atas
”Langit”.
Mereka secara diam-diam membayangkan
bahwa Tuhan berada di balik planet-planet yang sangat jauh dan turut
mengatur ”urusan dunia” sesekali waktu.
Atau mungkin Tuhan tidak turut campur tangan sama sekali.
Dia menciptakan alam semesta dan
membiarkan apa adanya dan manusia dibiarkan begitu saja mengatur nasib
mereka masing-masing. Sedangkan lainnya, ada yang pernah mendengar bahwa
Tuhan ”ada di mana-mana”, namun mereka tidak dapat memahami maksud hal
ini secara benar.
Mereka secara diam-diam berfikir bahwa
Tuhan meliputi segala sesuatu seperti gelombang radio atau seperti udara
yang tak dapat dilihat ataupun diraba.
Bagaimanapun juga, dugaan ini dan
keyakinan lainnya yang tidak mampu menjelaskan ”dimanakah” Tuhan berada
(atau bahkan mungkin mengingkari Tuhan dikarenakan hal ini), seluruhnya
adalah kesalahan yang lazim terjadi.
Mereka berpegang pada praduga yang tak berdasar dan akhirnya menjadi keliru di dalam memahami Tuhan. Apakah prasangka ini??”
Kemudian beliau sampai kepada perkataan filsafat sebagai berikut (hal. 189) :
“Consequently it is impossible to
conceive Allah as a separate being outside this whole mass of matter
(i.e the world) Allah is surely “everywhere” and encompasses all.
Yang artinya :
“Maka dari
itu, merupakan suatu hal yang mustahil untuk memahami Allah sebagai
suatu Dzat yang terpisah dari keseluruhan massa partikel/materi (yaitu
dunia), Allah secara pasti “berada di mana-mana” dan meliputi segala
sesuatu.”
Perkataan ini jelas-jelas perkataan kaum shufiyah, bahkan menyimpan pemahaman konsep Wihdatul Wujud.
Pemahaman ini jelas-jelas suatu
kekeliruan yang nyata dan fatal yang setiap muslim dan mukmin harus
baro’ (berlepas diri) darinya. Karena Ahlus Sunnah meyakini bahwa Allah
Subhanahu wa Ta’ala beristiwa di atas Arsy-Nya di atas Langit, Dzat-Nya
terpisah dari makhluk-Nya dan Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu.
Harun Yahya –saddadahullahu- menulis di
halaman 190 tentang ”kedekatan Allah secara tidak terbatas” terhadap
makhluk-Nya dengan membawakan dalil :
”Jika hamba-hamba-Ku bertanya tentang-Ku, sesungguhnya Aku dekat.” (Al-Baqoroh : 186)
”Dan (ingatlah), ketika Kami wahyukan kepadamu: “Sesungguhnya (ilmu) Tuhanmu meliputi segala manusia.” (Al-Israa’ : 60)
Harun Yahya juga membawakan ayat yang berhubungan dengan kedekatan Allah terhadap manusia tatkala sakaratul maut, yaitu :
”Maka mengapa ketika nyawa sampai di
kerongkongan, padahal kamu ketika itu melihat, dan Kami lebih dekat
kepadanya dari pada kamu. Tetapi kamu tidak melihat.” (Al-Waaqi’ah : 83-85)
Padahal ayat-ayat yang dibawakan
oleh Harun Yahya ini, tidak sedikitpun menunjukkan pemahaman bahwa Allah
Dzat Allah ada dimana-mana, namun menurut pemahaman Ahlus Sunnah yang
dimaksud oleh Firman Allah di atas adalah, “Ilmu” Allah-lah yang
meliputi segala sesuatu. Sebagaimana dikatakan oleh al-Imam Sufyan
ats-Tsauri, tatkala ditanya tentang ayat wa huwa ma’akum ayna ma kuntum
(Dia berada dimanapun kamu berada), beliau berkata : “Yang dimaksud
adalah Ilmu-Nya.” (Khalqu Af’alil Ibad, Imam Bukhari)
Harun Yahya berkata pada permulaan halaman 190 sebagai berikut :
“That is, we cannot perceive
Allah’s existence with our eyes, but Allah has thoroughly encompassed
our inside, outside, looks and thoughts….”
Yang artinya :
“Oleh karena itulah, kita tidak dapat
membayangkan keberadaan Allah dengan mata kita, namun Allah benar-benar
sepenuhnya meliputi bagian luar, bagian dalam, pengelihatan, pemikiran…”
Ucapan ini adalah ucapan yang keliru dan bathil. Ini adalah pemahaman filsafat shufiyah jahmiyah mu’tazilah.
Sungguh, keseluruhan bab yang berjudul “The real essence of Matter”
benar-benar diselaraskan dengan filosofi Harun Yahya terhadap aqidahnya.
Yang apabila diringkaskan keseluruhan bab ini menjadi satu kalimat,
yaitu :
“That there is no US, the WORLD is not REAL, Allah is REAL, so ALLAH is EVERYWHERE and WE ARE an ILLUSION”
Yang artinya :
“Bahwa kita ini tidak ada, dunia itu
tidak nyata, Allah sajalah yang nyata, oleh karena itu Allah berada di
mana-mana sedangkan kita hanyalah ilusi belaka.”
Hal ini tersirat di dalam perkatannya di halaman 193 :
“As it may be seen clearly, it is
a scientific and logical fact that the “external world has no
materialistic reality and that it is a collection of images perpetually
presented to our soul by God. Nevertheless, people usually do not
include, or rather do not want to include, everything in the concept of
the “external world”.
Yang artinya :
“Sebagaimana telah tampak secara nyata,
merupakan suatu hal yang saintifis dan fakta bahwa dunia eksternal tidak
memiliki materi yang realistis dan dunia eksternal hanyalah merupakan
kumpulan gambaran yang secara terus menerus berada di dalam jiwa kita
oleh Tuhan. Walau demikian, manusia seringkali tidak memasukkan, atau
lebih jauh tidak mau memasukkan, segala sesuatu ke dalam konsep “dunia
luar”.”
Ucapan ini berlanjut hampir pada
keseluruhan bab, dan hal ini tentu saja suatu penyimpangan yang fatal
dan dapat menimbulkan syubuhat terhadap para pembaca buku ini, karena
biar bagaimanapun buku ini mengandung data-data saintifis, bukti-bukti
rasional dan bantahan-bantahan ilmiah rasionalis terhadap kaum
materialistis. Oleh karena itu menjelaskan kesalahan-kesalahan aqidah
dan selainnya adalah suatu keniscayaan dan kewajiban, karena membela
al-Haq lebih dicintai dari seluruh perkara lainnya.
Sebagai kesimpulan, di sini saya akan meringkaskan poin-poin kesalahan pemahaman Harun Yahya di dalam bukunya EVOLUTION DECEIT (dan selainnya), sebagai berikut :
1. Harun Yahya memiliki perkataan yang bernuansa shufiyah kental,
yakni meyakini pemahaman ”Allah ada dimana-mana”, bahkan beliau
memiliki perkataan yang mengarah kepada konsep Wihdatul Wujud yang
kufur, semoga Allah memberinya hidayah dan mengampuninya.
2. Harun Yahya memiliki aqidah yang serupa dengan Qodariyah-Mu’tazilah di dalam masalah Qodar (Taqdir), sebagaimana secara jelas terlihat pada tulisannya di halaman 190 akhir.
3. Harun Yahya memiliki aqidah yang dekat kepada Jahmiyah di dalam menolak sifat-sifat Allah, terutama sifat istiwa Allah di atas Arsy-Nya dan Arsy-Nya berada di atas langit.
Demikianlah sebagian kecil yang dapat
saya tuliskan tentang beberapa kesalahan fatal di dalam buku-buku Harun
Yahya –saddadahullahu-, dan apa yang saya tuliskan di sini bukanlah
menunjukkan hanya ini sajalah kesalahan beliau,
namun yang saya tuliskan di sini hanyalah sebagian kecil saja dari
kesalahan-kesalahan yang bersifat aqidah yang terdapat pada beliau.
Tulisan ini lebih banyak diadopsi dari tulisan al-Akh Abu Jibrin
al-Birithani yang meluangkan waktunya menyusun beberapa kekeliruan
aqidah Harun Yahya.
Bagi para ikhwah yang tertarik dengan
modern sains dan bantahan-bantahan terhadap saintis sekuler atau yang
berideologi materialistis, saya lebih menyarankan untuk merujuk kepada
tulisan-tulisan dan ceramah Al-Ustadz DR. Zakir Naik al-Hindi,
seorang ilmuwan muda India yang telah hafal al-Qur’an pada usia 10
tahun, dan sekarang menjadi presiden IRC (International Research Center)
India. Beliau juga dekat dengan masyaikh jum’iyah Ahlul Hadits India,
sehingga insya Allah dalam masalah aqidah, beliau jauh lebih salimah
daripada ilmuwan muslim lainnya seperti Harun Yahya.
Walaupun
di dalam beberapa hal beliau juga melakukan kesalahan-kesalahan yang
perlu mendapatkan perhatian tersendiri. Oleh karena itu, kami tidak
mengambil perkara manhaj dari beliau (DR. Zakir Naik), namun di dalam
perkara yang beliau berkompeten di dalamnya, maka tidak ada alasan bagi
kami menolaknya.
Wallahu a’lam bish showab.
Saya lebih cocok dengan konsep ketuhanannya Harun Yahya ketimbang anda. Saya tahu konsep anda mengikuti pahal wahabi yang tekstual sehingga dangkal dan tak bisa dijelaskan secara sains
BalasHapus