Penulis: Rizki Maulana
Masih terheran-heran mendengar seorang yang mengucapkan: “Semua minta dalil, terlalu picik memahami agama”
Masih merasa sangat aneh ketika seorang dimintai dalil, ia malah mengucapkan: “Imam Fulan berkata…” atau berkata: “Habib fulan berkata…” atau berkata: “Tapi kyaiku Fulan berpendapat…”
Masih geleng-geleng kepala, ketika sudah
menyebutkan ayat-ayat suci al Quran dan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam sebagai dalil dalam sebuah permasalahan, malah diucapkan:
“Sombong, sok pinter, takabbur, merasa benar sendiri, minta dihormati”
Ada lagi yang mengatakan: “Dalil-dalil terus, pakai perasaan dong, pakai akal dong”
Dan mungkin saudaraku seiman…juga pernah mendengar ucapan-ucapan yang senada dengan di atas…
Mungkin yang bersikap seperti di atas dan
mengucapkan ucapan di atas belum tahu bagaimana pentingnya berpegang
kepada Al Quran dan Sunnah serta pemahaman para shahabat radhiyallahju
‘anhum. Dan semoga sikap serta penyataan di atas, tidak didasari atas
penolakan terhadap ayat Al Quran atau hadits dengan pemahaman para
shahabat radhiyallahu ‘anhum.
1. Abu Darda radhiyallahu ‘anhu berkata:
( لَنْ تضل مَا أَخَذْتَ بالأَثَر)
“Kamu tidak akan sesat selama mengambil
Al Atsar (dalil dari Al Quran dan hadits ataupun perkataan para shahabat
radhiyallahu ‘anhum). Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah di dalam kitab Al
Ibanah.
2. Abdullah bin Umar radhiyallahu
‘anhuma berkata kepada siapa yang bertanya kepada tentang sebuah
permasalahan, lalu orang tersebut mengucapkan kepadanya: “Sesungguhnya
bapakmu (yaitu Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu-pen) telah melarang
itu”, (maka Abdullah bin Umar menjawab-pen):
( أأَمْرُ رسول الله- صلى الله عليه وعلى آله وسلَّم- أَحَق أَنْ يتبعَ ، أَو أَمرُ أَبي؟!)
“Apakah perkataan Rasulullah shallallah
‘alaihi wasallam yang pali patut diikuti atau perintah bapakku?!”. Lihat
kitab Zaad Al Ma’ad
Dan beliau adalah seorang shahabat yang
sangat kuat dan tegas mengingkari bid’ah dan sangat semangat mengikuti
dan menegakkan sunnah, beliau pernah mendengar seseorang bersin kemudian
ia mengucapkan: “Alhamdulillah wa ash shalatu wassalam ‘ala
rasulillah”, maka Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu berkata:
(ما هَكذا علمنا رَسولُ اللهِ- صلى الله عليه وعلى آله وسلم-
بل قال : « إِذا عَطَسَ أَحَدُكُمْ ؛ فَلْيَحْمد اللهَ » ولم يَقلْ :
وليُصل عَلَى رَسُولِ اللهِ)
“Bukan seperti itu yang telah diajarkan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada kami, tetapi beliau
bersabda: “Jika salah satu dari kalian bersin, maka ucapkanlah
Alhamdulillah”, dan beliau tidak mengucapkan: “Hendaklah kalian
bershalawat atas Rasulullah”. HR. Tirmidzi dengan sanad yang hasan.
(يُوشكُ أَنْ تَنزلَ عَليكُم حِجارة من السماءِ ؛ أَقولُ
لَكُم : قالَ رسولُ الله- صلى الله عليه وعلى آله وسلمَّ- وتقُولونَ : قالَ
أَبو بكر وعُمر ) رواه عبد الرزاق في : « المصنف » بسند صحيح .
“Hampir diturunkan atas kalian bebatuan
dari langit, (ketika) aku mengucapkan untuk kalian: “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda…” dan kalian (malah) mengucapkan:
“Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma.” Diriwayatkan Abdurrazzaq di
dalam kitab Al Mushannaf dengan sanad yang shahih.
(كانوا يَقولون : ما دامَ عَلَى الأَثَر ؛ فَهُوَ عَلَى الطَريقِ).
“Mereka (para shahabat-pen) menyatakan:
“Selama sesuai dengan atsar, maka ia di atas jalan (yang benar-pen).”
Diriwayatkan oleh Al Laalakai di dalam kitab Syarah Ushul Itiqadi Ahl As
Sunnah wa Al Jama’ah.
(عَلَيْكَ بآثارِ مَنْ سَلف وإِنْ رَفَضَكَ الناس ، وإِيَّاك
وآراءَ الرجال وإِنْ زَخْرَفُوها لكَ بالقَول ؛ فإِنَ الأمْرَ يَنْجلي
وأَنتَ عَلى طريقٍ مُستقيم)
“Ambillah riwayat-riwayat orang salaf
(terdahulu dari para shahabat, tabi’ie dan tabi’ut tabi’ie-pent) walu
orang-orang menolakmu dan jauhilah pendapat orang-orang, meski mereka
menghiasinya dengan perkataan, sesungguhnya perkara (yang benar-pen)
akan terlihat jelas dan kamu masih di atas jalan yang lurus.”
Diriwayatkan oleh Al Khathib di dalam kitab Syarafu Ahl Al Hadits
( لِيَكُنِ الذي تَعْتَمدُ عَليه الأَثَر ، وَخُذْ مِن الرَّأْيِ مَا يُفسّر لكَ الحديث)
“Hendaklah yang kamu sandarkan adalah padanya atsar dan ambillah
dari pendapat yang menafsirkan untukmu hadits”. Diriwayatkan oleh Al
Baihaqi di dalam Sunan Al Kubra.7. Asy Syafi’ie rahimahullah berkata:
(كلُّ مَسْأَلَة تَكلّمْتُ فيها بخلافِ السنة ؛ فَأنا راجعٌ
عنها ؛ في حَياتي وبَعْدَ ممَاتي) أخرجهما الخطيب في « الفقيه والمتفقه »
“Setiap permasalahan yang aku telah
berbicara di dalamnya berbeda dengan sunnah, maka aku akan kembali
darinya, (baik) di dalam kehidupan dan kematianku.” Diriwayatkan oleh Al
Khatib di dalam kitab Al Faqih wa Al Mutafaqqih.
روى الشافعي يوما حديثا ، فقال له رجلٌ : أتأخذ بهذا يا أبا
عبد الله ؛ فقال : (مَتى ما رَوَيتُ عَن رَسُولِ اللهِ- صلى الله عليه وعلى
آله وسلم- حَديثا صحيحا ؛ فَلم آخذْ بهِ ؛ فأشهْدكُم أَن عَقلي قَدْ ذهَب)
“Suatu hari Asy Syafi’I meriwayatkan
sebuha hadits, lalu ada seorang yang berkata kepada beliau: “Apakah
engkau menjadikannya (sebagai sandaran-pen) wahai Abu Abdillah (kunyah
imam Asy Syafi’i)?”, beliau menjawab: “Kapan saja aku meriwayatkan dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebuah hadits shahih, lalu aku
tidak mengambilnya, maka saksikanlah bahwa akalku telah lenyap”.
Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah di dalam kitab Al Ibanah.
9. Nuh Al Jami’ rahimahullah berkata:
“Aku pernah bertanya kepada Abu Hanifah rahimahullah: “Apa pendapatmu
tentang apa yang dibuat-buat orang-orang berupa pembicaraan di dalam Al
A’radh dan Al Ajsam?’, beliau menjawab:
(مقالاتُ الفَلاسفة ، عَليكَ بالأَثرِ وطريقةِ السلفِ ، وإِياكَ وكل محدثة ؛ فإِنها بدعة)
“(ini adalah) ucapan-ucapan kaum
filsafat, ambillah atsar dan jalannya para salaf, dan jauhilah setiap
yang diada-adakn, karena sesungguhnya ia adalah bid’ah.” Diriwayatkan
oleh Al Khathib di dalam kitab Al Faqih wa Al Mutafaqqih.
Allahu Musta'an
Tidak ada komentar:
Posting Komentar