Penulis: Rizki Maulana
1- Lailatul Qadar adalah waktu diturunkannya Al Qur’an.
Ibnu ‘Abbas dan selainnya mengatakan, “Allah menurunkan Al Qur’an
secara utuh sekaligus dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah yang ada di
langit dunia. Kemudian Allah menurunkan
Al Qur’an kepada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- tersebut
secara terpisah sesuai dengan kejadian-kejadian yang terjadi selama 23
tahun.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14: 403). Ini sudah menunjukkan
keistimewaan Lailatul Qadar.
2- Lailatul Qadar lebih baik dari 1000 bulan.
Allah Ta’ala berfirman,
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al Qadar: 3).
An Nakho’i mengatakan, “Amalan di lailatul qadar lebih baik dari amalan
di 1000 bulan.” (Lihat Latho-if Al Ma’arif, hal. 341). Mujahid, Qotadah
dan ulama lainnya berpendapat bahwa yang dimaksud dengan lebih baik dari
seribu bulan adalah shalat dan amalan pada lailatul qadar lebih baik
dari shalat dan puasa di 1000 bulan yang tidak terdapat lailatul qadar.
(Zaadul Masiir, 9: 191). Ini sungguh keutamaan Lailatul Qadar yang luar
biasa.
3- Lailatul Qadar adalah malam yang penuh keberkahan.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan
sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” (QS. Ad Dukhon: 3).
Malam penuh berkah ini adalah malam ‘lailatul qadar’ dan ini sudah
menunjukkan keistimewaan malam tersebut, apalagi dirinci dengan
point-point selanjutnya.
4- Malaikat dan juga Ar Ruuh -yaitu malaikat Jibril- turun pada Lailatul Qadar.
Allah Ta’ala berfirman,
تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا
“Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril” (QS. Al Qadar: 4)
Banyak malaikat yang akan turun pada Lailatul Qadar karena banyaknya
barokah (berkah) pada malam tersebut. Karena sekali lagi, turunnya
malaikat menandakan turunnya berkah dan rahmat. Sebagaimana malaikat
turun ketika ada yang membacakan Al Qur’an, mereka akan mengitari
orang-orang yang berada dalam majelis dzikir -yaitu majelis ilmu-. Dan
malaikat akan meletakkan sayap-sayap mereka pada penuntut ilmu karena
malaikat sangat mengagungkan mereka. (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim,
14: 407)
Malaikat Jibril disebut “Ar Ruuh” dan dispesialkan dalam ayat karena menunjukkan kemuliaan (keutamaan) malaikat tersebut.
5- Lailatul Qadar disifati dengan ‘salaam’.
Yang dimaksud ‘salaam’ dalam ayat,
سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْر
“Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar” (QS. Al Qadr: 5)
yaitu malam tersebut penuh keselamatan di mana setan tidak dapat berbuat
apa-apa di malam tersebut baik berbuat jelek atau mengganggu yang lain.
Demikianlah kata Mujahid (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14: 407).
Juga dapat berarti bahwa malam tersebut, banyak yang selamat dari
hukuman dan siksa karena mereka melakukan ketaatan pada Allah (pada
malam tersebut). Sungguh hal ini menunjukkan keutamaan luar biasa dari
Lailatul Qadar.
6- Lailatul Qadar adalah malam dicatatnya takdir tahunan.
Allah Ta’ala berfirman,
فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ
“Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah” (QS. Ad
Dukhan: 4). Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya (12: 334-335) menerangkan
bahwa pada Lailatul Qadar akan dirinci di Lauhul Mahfuzh mengenai
penulisan takdir dalam setahun, juga akan dicatat ajal dan rizki. Dan
juga akan dicatat segala sesuatu hingga akhir dalam setahun. Demikian
diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar, Abu Malik, Mujahid, Adh Dhohak dan ulama
salaf lainnya.
Namun perlu dicatat -sebagaimana keterangan dari Imam
Nawawi rahimahullah dalam Syarh Muslim (8: 57)- bahwa catatan takdir
tahunan tersebut tentu saja didahului oleh ilmu dan penulisan Allah.
Takdir ini nantinya akan ditampakkan pada malikat dan ia akan mengetahui
yang akan terjadi, lalu ia akan melakukan tugas yang diperintahkan
untuknya.
7- Dosa setiap orang yang menghidupkan malam ‘Lailatul Qadar’ akan diampuni oleh Allah.
Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman
dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan
diampuni.” (HR. Bukhari no. 1901)
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan
bahwa yang dimaksud ‘iimaanan’ (karena iman) adalah membenarkan janji
Allah yaitu pahala yang diberikan (bagi orang yang menghidupkan malam
tersebut). Sedangkan ‘ihtisaaban’ bermakna mengharap pahala (dari sisi
Allah), bukan karena mengharap lainnya yaitu contohnya berbuat riya’.
(Lihat Fathul Bari, 4: 251)
Adalah Rasululah apabila memasuki
10 Ramadhan yang terakhir, beliau mengikat kain sarungnya, menghidupkan
malam-malamnya, dan membangunkan keluarganya,” (HR. Bukhari Muslim)
• Mengikat kain sarungnya, artnya menjauhi istri-istrinya, atau giat beribadah.
• Menghidupkan malamnya, artinya mengisi malamnya dengan berbagai amal ibadah.
• Karena beliau berharap mendapatkan “Lailatul Qodar”, yaitu sebuah malam yang nilainya lebih baik dari 1000 bulan.
• Begitu yang dilakukan Baginda Rasul, diikuti para sahabat, diteruskan
para tabi’in, dan para salafush shalih hingga kiamat nanti.
Bagaimana kita?! Ini yang menjadi pertanyaan.
Kita berbanding terbalik dengan para panutan kita tadi. Di 10 hari
terakhir malah semakin kendur dalam beribadah, malah larut dan sibuk
menyambut hari Raya, dengan menyiapkan segala sesuatunya, sampai-sampai
mengalahkan ibadahnya.
Allahu Musta'an
Tidak ada komentar:
Posting Komentar