Penulis: Rizki Maulana
Disebutkan para ahli sejarah bahwa kelompok yang pertama kali
mengadakan maulid adalah kelompok Bathiniyah, mereka menamakan dirinya
sebagai Bani Fatimiyah dan mengaku sebagai keturunan ahli bait
(keturunan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam).
Disebutkan bahwa kelompok Batiniyah memiliki 6 peringatan maulid, yaitu maulid Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, maulid Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu,
maulid Fatimah, maulid Hasan, maulid Husain dan maulid penguasa mereka.
Daulah Bathiniyah ini baru berkuasa pada awal abad ke-4 H.
Oleh karena
itu, para ulama sepakat bahwa maulid Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam baru muncul di zaman belakangan, setelah berakhirnya massa tiga abad yang paling utama dalam umat ini (al quruun al mufadholah). Artinya peringatan maulid ini belum pernah ada di zaman Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dan para sahabat, tabi’in dan para tabi’ tabi’in. Al Hafizh As Sakhawi mengatakan: “Peringatan
maulid Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam belum pernah dinukil dari
seorang pun ulama generasi terdahulu yang termasuk dalam tiga generasi
utama dalam Islam. Namun peringatan ini terjadi setelah masa itu.”
Pada hakikatnya, tujuan utama daulah ini mengadakan peringatan maulid Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam adalah dalam rangka menyebarkan aqidah dan kesesatan mereka. Mereka mengambil simpati kaum muslimin dengan kedok cinta ahli bait Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. (Dhahiratul Ihtifal bil Maulid An Nabawi, Abdul Karim Al Hamdan)
Siapakah Bani Fatimiyah
Bani Fatimiyah adalah sekelompok orang Syiah pengikut Ubaid bin
Maimun Al Qoddah. Mereka menyebut dirinya sebagai Bani Fatimiyah karena
menganggap bahwa pemimpin mereka adalah keturunan Fatimah putri Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam.
Meskipun aslinya ini adalah pengakuan dusta. Oleh karena itu, nama yang
lebih layak untuk mereka adalah Bani Ubaidiyah bukan Bani Fatimiyah.
Kelompok ini memiliki paham Syiah Rafidhah yang
menentang Ahlusunnah, dari sejak didirikan sampai masa keruntuhannya
berkuasa di benua Afrika bagian utara selama kurang lebih dua abad.
Dimulai sejak keberhasilan mereka dalam meruntuhkan daulah Bani Rustum
tahun 297 H dan diakhiri dengan keruntuhan mereka di tangan daulah
Salahudin Al Ayyubi pada tahun 564 H. (Ad Daulah Al Fathimiyah, Ali Muhammad As Shalabi).
Daulah Fatimiyah ini memiliki hubungan erat dengan kelompok Syiah Al
Qaramithah Bathiniyah. Perlu diketahui bahwa Kelompok Al Qaramithah
Bathiniyah ini memiliki keyakinan yang sangat menyimpang dari ajaran
Islam. Di antaranya mereka hendak menghilangkan syariat haji dalam agama
Islam. Oleh karena itu, pada musim haji tahun 317 H kelompok ini
melakukan kekacauan di tanah haram dengan membantai para jama’ah haji,
merobek-robek kain penutup pintu ka’bah, dan merampas hajar aswad serta
menyimpannya di daerahnya selama 22 tahun. (Al Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir).
Siapakah Abu Ubaid Al Qoddah
Nama aslinya Ubaidillah bin Maimun, kunyahnya Abu Muhammad. Digelari
dengan Al Qoddah yang artinya mencolok, karena orang ini suka memakai
celak sehingga matanya kelihatan mencolok. Pada asalnya dia adalah orang
Yahudi yang membenci Islam dan hendak menghancurkan kaum muslimin dari
dalam. Dia menanamkan aqidah batiniyah. Dimana setiap ayat Alquran itu
memiliki makna batin yang hanya diketahui oleh orang-orang khusus di
antara kelompok mereka. Maka dia merusak ajaran Islam dengan alasan
adanya wahyu batin yang dia terima dan tidak diketahui oleh orang lain. (Al Ghazwul Fikr dan Ad Daulah Al Fathimiyah, Ali Muhammad As Shalabi).
Dia adalah pendiri dan sekaligus orang yang pertama kali memimpin Bani Fatimiyah. Pengikutnya menggelarinya dengan Al Mahdi Al Muntazhar (Al
Mahdi yang dinantikan kedatangannya). Berasal dari Iraq dan dilahirkan
di daerah Kufah pada tahun 206 H. Dirinya mengaku sebagai keturunan
salah satu ahli bait Ismail bin Ja’far As Shadiq melalui pernikahan
rohani (nikah non fisik). Namun kaum muslimin di daerah Maghrib (Maroko)
mengingkari pengakuan nasabnya. Yang benar dia adalah keturunan Said
bin Ahmad Al Qoddah. Terkadang orang ini mengaku sebagai pelayan
Muhammad bin Ja’far As Shodiq. Semua ini dia lakukan dalam rangka
menarik perhatian manusia dan mencari simpati umat. Oleh karena itu,
tidak heran jika banyak di antara orang-orang yang tidak tahu di daerah
Afrika membenarkannya dan menjadikannya sebagai pemimpin. (Al Bidayah wan Nihayah karya Ibn Katsir dan Ad Daulah Al Fathimiyah karya Ali Muhammad As Shalabi).
Sikap Para Ulama Terhadap Bani Ubaidiyah (Fatimiyah)
Para ulama Ahlussunnah telah menegaskan status kafirnya klan ini.
Karena aqidah mereka yang menyimpang. Para ulama menegaskan tidak boleh
bermakmum di belakang mereka, tidak boleh menyalati jenazah mereka,
tidak boleh adanya hubungan saling mewarisi di antara mereka, tidak
boleh menikah dengan mereka, dan sikap-sikap lainnya sebagaimana yang
selayaknya diberikan kepada orang kafir. Di antara ulama Ahlussunnah
yang sezaman dengan mereka dan secara tegas menyatakan kekafiran mereka
adalah As Syaikh Abu Ishaq As Siba’i.
Bahkan beliau mengajak untuk
memerangi mereka. Syaikh Al Faqih Abu Bakr bin Abdur Rahman Al Khoulani
menceritakan:
“Syaikh Abu Ishaq bersama para ulama lainnya pernah ikut memerangi
Bani Aduwillah (Bani Ubaidiyah) bersama bersama Abu Yazid. Beliau
memberikan ceramah di hadapan tentara Abu Yazid: ‘Mereka mengaku ahli
kiblat padahal bukan ahli kiblat, maka kita wajib bersama pasukan ini
yang merupakan ahli kiblat untuk memerangi orang yang bukan ahli kiblat
(yaitu Bani Ubaidiyah)…’” Di antara ulama yang ikut berperang melawan
Bani Ubaidiyah adalah Abul Arab bin Tamim, Abu Abdil Malik Marwan bin
Nashruwan, Abu Ishaq As Siba’i, Abul Fadl, dan Abu Sulaiman Rabi’ Al
Qotthan. (Ad Daulah Al Fathimiyah, Ali Muhammad As Shalabi).
Sampai akhirnya mereka ditaklukkan oleh Salahudin Al Ayyubi.
Setelah kita memahami hakikat peringatan maulid yang sejatinya
digunakan sebagai sarana untuk menyebarkan aqidah kekafiran Bani
Ubaidiyah…akankah kita selaku kaum muslimin yang membenci mereka
melestarikan syiar orang-orang yang memusuhi ajaran Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam?? Perlu kita ketahui bahwa merayakan maulid bukanlah wujud cinta kita kepada Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Bukankah para sahabat, ulama-ulama Tabi’in, dan Tabi’ Tabi’in adalah orang-orang yang paling mencintai Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Namun tidak tercatat dalam sejarah bahwa mereka merayakan peringatan maulid. Akankah kita katakan mereka tidak mencintai Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam.
Seorang penyair mengatakan:
Jika cintamu jujur tentu engkau akan menaatinya…
karena orang yang mencintai akan taat kepada orang yang dia cintai…
Cinta yang sejati bukanlah dengan merayakan hari kelahiran seseorang…
namun cinta yang sejati adalah dibuktikan dengan ketaatan kepada orang
yang dicintai. Dan bagian dari ketaatan kepada Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam adalah dengan tidak melakukan perbuatan yang tidak beliau ajarkan.
Wallahu Waliyyut Taufiq
Tidak ada komentar:
Posting Komentar