Ahlus Sunnah wal Jama’ah Melarang Perdebatan dan Permusuhan Dalam Agama
.
Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang dari hal
tersebut. Dalam Ash-Shohihain dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,
beliau bersabda :
اِقْرَأُوْا الْقُرْآنَ مَا ائْتَلَفَتْ عَلَيْهِ قُلُوْبُكُمْ فَإِذَا اخْتَلَفْتُمْ فَقُوْمُوْا عَنْهُ
“Bacalah Al-Qur`an selama hati-hati kalian masih bersatu, maka jika kalian sudah berselisih maka berdirilah darinya”.
Dan dalam Al-Musnad dan Sunan Ibnu Majah –dan asalnya dalam Shohih Muslim- dari ‘Abdullah bin ‘Amr :
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ وَهُمْ
يَخْتَصِمُوْنَ فِي الْقَدْرِ فَكَأَنَّمَا يَفْقَأُ فِي وَجْهِهِ حُبُّ
الرُّمَّانِ مِنَ الْغَضَبِ، فَقَالَ : بِهَذَا أُمِرْتُمْ ؟! أَوْ لِهَذَا
خُلِقْتُمْ ؟ تَضْرِبُوْنَ الْقُرْآنَ بَعْضَهُ بِبَعْضٍ!! بِهَذَا
هَلَكَتِ الْأُمَمُ قَبْلَكُمْ
“Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah
keluar sedangkan mereka (sebagian shahabat-pent.) sedang berselisih
tentang taqdir, maka memerahlah wajah beliau bagaikan merahnya
buah rumman karena marah, maka beliau bersabda : “Apakah dengan ini
kalian diperintah?! Atau untuk inikah kalian diciptakan?! Kalian
membenturkan sebagian Al-Qur’an dengan sebagiannya!! Karena inilah
umat-umat sebelum kalian binasa”.
Bahkan telah datang hadits (yang menyatakan) bahwa perdebatan
adalah termasuk dari siksaan Allah kepada sebuah ummat. Dalam Sunan
At-Tirmidzy dan Ibnu Majah dari hadits Abu Umamah radhiallahu ‘anhu,
beliau berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
مَا ضَلَّ قَوْمٌ بَعْدَ هُدًى كَانُوْا عَلَيْهِ إِلاَّ أُوْتُوْا الْجَدَلَ، ثُمَّ قَرَأَ : مَا ضَرَبُوْهُ لَكَ إِلاَّ جَدَلاً
“Tidaklah sebuah kaum menjadi sesat setelah mereka dulunya berada di
atas hidayah kecuali yang suka berdebat, kemudian beliau membaca (ayat)
“Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan
maksud membantah saja””.
Imam Ahmad rahimahullah berkata : “Pokok-pokok sunnah di sisi kami
adalah berpegang teguh dengan apa yang para shahabat Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam berada di atasnya dan mencontoh mereka.
Meninggalkan semua bid’ah dan semua bid’ah adalah sesat. Meninggalkan
permusuhan dan (meninggalkan) duduk bersama orang-orang yang memiliki
hawa nafsu. Dan meninggalkan perselisihan, perdebatan dan permusuhan
dalam agama”.
Perdebatan Yang Tercela:
Yaitu semua perdebatan dengan kebatilan, atau berdebat tentang kebenaran
setelah jelasnya, atau perdebatan dalam perkara yang tidak diketahui
oleh orang-orang yang berdebat, atau perdebatan dalam mutasyabih (1)
dari Al-Qur’an atau perdebatan tanpa niat yang baik dan yang semisalnya.
Perdebatan Yang Terpuji:
Adapun jika perdebatan itu untuk menampakkan kebenaran dan
menjelaskannya, yang dilakukan oleh seorang ‘alim dengan niat yang baik
dan konsisten dengan adab-adab (syar’iy) maka perdebatan seperti inilah
yang dipuji. Allah Ta’ala berfirman :
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”. (QS. An-Nahl : 125)
Dan Allah Ta’ala berfirman :
وَلَا تُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
“Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik”. (QS. Al-‘Ankabut : 46)
Dan Allah Ta’ala berfirman :
قَالُوا يَانُوحُ قَدْ جَادَلْتَنَا فَأَكْثَرْتَ جِدَالَنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ
“Mereka berkata: “Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan
kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka
datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu
termasuk orang-orang yang benar”. (QS. Hud : 32)
Contoh-Contoh Perdebatan Syar’i:
Allah Ta’ala mengkhabarkan tentang perdebatan Ibrahim ‘alaihis shalatu
wassalam melawan kaumnya dan (juga) Musa ‘alaihis shalatu wassalam
melawan Fir’aun.
Dan dalam As-Sunnah disebutkan tentang perdebatan antara Adam dan Musa
‘alaihimas shalatu wassalam. Dan telah dinukil dari salafus shaleh
banyak perdebatan yang semuanya termasuk perdebatan yang terpuji yang
terpenuhi di dalamnya (syarat-syarat berikut) :
1. Ilmu (tentang masalah yang diperdebatkan-pent.).
2. Niat (yang baik-pent.).
3. Mutaba’ah.
4. Adab dalam perdebatan.
___________
(1) Yaitu ayat-ayat yang kurang jelas maknanya pada sebagian orang karena adanya beberapa kemungkinan makna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar