Penulis: Rizki Maulana
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada
Rasulullah, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang
yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Telah menyebar
hadits-hadits yang menyebutkan tentang keutamaan surat Yasin. Akan
tetapi, sangat disayangkan kebanyakan kita tidak mengetahui keadaan
hadits tersebut; apakah shahih, dha'if, atau maudhu' (palsu)? Nah, pada
kesempatan kali ini, penulis mencoba untuk membahasnya dengan merujuk
takhrij Ahli Hadits tentang hadits-hadits tersebut. Semoga Allah
menjadikannya ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamiin.
Hadits Pertama,
مَنْ
زَارَ قَبْرَ وَالِدَيْهِ كُلَّ جُمُعَةٍ، فَقَرَأَ عِنْدَهُمَا أَوْ
عِنْدَهُ {يس} غُفِرَ لَهُ بِعَدَدِ كُلِّ آيَةٍ أَوْ حَرْفٍ
"Barang
siapa yang menziarahi kubur kedua orang tuanya setiap hari Jum'at, lalu
ia membaca di dekat keduanya atau salah satunya surat Yasin, maka akan
diampuni dosanya sebanyak setiap ayatnya atau hurufnya."
Hadits
di atas menurut Syaikh Al Albani dalam Adh Dha'ifah no. 50 adalah
maudhu' (palsu). Ia (Al Albani) berkata, "Diriwayatkan oleh Ibnu 'Addiy
(1/286), Abu Nu'aim dalam Akhbar Ashbahan (2/344-345), Abdul Ghani dalam
As Sunan (2/91) dari jalan Abu Mas'ud Yazid bin Khalid, telah
menceritakan kepada kami 'Amr bin Ziyad, telah menceritakan kepada kami
Yahya bin Salim Ath Thaa'ifiy dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari
Aisyah dari Abu Bakar Ash Shiddiq secara marfu'. Sebagian Ahli Hadits
mencatat –menurut Al Albani adalah Ibnul Muhib atau Adz Dzahabiy- pada
hamisy (catatan pinggir) naskah Sunan Al Maqdisi, "Hadits ini tidak
sah."
Ibnu 'Addiy berkata, "Batil. Tidak ada asal untuk isnad ini."
Ia
menyebutkan dalam biografi 'Amr bin Ziyad ini, yaitu Abul Hasan Ats
Tsaubani di samping hadits-haditsnya yang lain. Ia (Ibnu 'Addiy) berkata
tentang salah satu haditsnya, "Maudhu' (palsu)." Lalu ia berkata, "Amr
bin Ziyad memiliki hadits yang lain selain ini, di antaranya ada yang
berupa hasil curian yang ia curi dari orang-orang tsiqah, dan di
antaranya pula ada yang maudhu', dan ia sendiri tertuduh memalsukan
hadits."
Daruquthni berkata, "Ia (Amr bin Ziyad) memalsukan hadits."
Al
Albani berkata di akhir pembahasan, "Hadits tersebut menunjukkan
dianjurkannya membaca Al Qur'an di dekat kuburan, namun tidak tidak ada
dalam As Sunnah yang shahih yang mendukung hal itu. Bahkan As Sunnah
menunjukkan, bahwa yang disyariatkan ketika ziarah kubur adalah
mengucapkan salam kepada mereka dan mengingat akhirat saja. Dan seperti
itulah yang dilakukan kaum salafush shalih radhiyallahu 'anhum. Oleh
karena itu, membaca Al Qur'an di dekatnya adalah bid'ah yang dibenci
sebagaimana yang ditegaskan oleh jamaah para ulama terdahulu, di
antaranya: Abu Hanifah, Malik, dan Ahmad dalam sebuah riwayat sebagaiman
disebutkan dalam Syarhul Ihya' karya Az Zubaidiy (2/285). Ia (Az
Zubaidiy) juga berkata, "Karena tidak ada Sunnahnya."
*****
Hadits Kedua,
إِنَّ لِكُلِّ شَيْءٍ قَلْبًا، وَإِنَّ قَلْبَ الْقُرْآنِ يس، مَنْ قَرَأَهَا فَكَأَنَّمَا قَرَأَ الْقُرْآنَ عَشْرَ مَرَّاتٍ
"Sesungguhnya
segala sesuatu mempunyai jantung, dan sesungguhnya jantung Al Qur'an
adalah Yaasiin. Barang siapa yang membacanya, maka seakan-akan ia
membaca Al Qur'an sepuluh kali."
Hadits ini menurut Syaikh Al
Albani dalam Adh Dha'ifah no. 169 adalah maudhu' (palsu). Ia (Al Albani)
berkata, "Dikeluarkan oleh Tirmidzi (4/46), Darimiy (2/456) dari jalan
Humaid bin Abdurrahman dari Al Hasan bin Shalih dari Harun Abu Muhammad
dari Muqatil bin Hayyan dari Qatadah dari Anas secara marfu'. Tirmidzi
berkata, "Hadits ini hasan gharib, kami tidak mengetahuinya selain dari
jalan ini, sedangkan Harun Abu Muhammad adalah majhul. Tentang hal ini
juga ada riwayat dari Abu Bakar Ash Shiddiq, namun tidak sah, dan
isnadnya dha'if, demikian juga ada riwayat dari Abu Hurairah."
Al
Albani juga berkata, "Demikianlah yang ada pada naskah Sunan Tirmidzi
kami, yaitu bahwa haditsnya hasan gharib. Al Mundziriy menukil dalam At
Targhib (2/322), demikian pula Al Hafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya
(3/563), dan Al Hafizh dalam At Tahdzib, ia berkata, "Hadits gharib,
tidak ada nukilan mereka dari Tirmidzi, bahwa ia menghasankan." Mungkin
saja ini yang benar, karena hadits tersebut dha'if dan tampak
kedhaifannya, bahkan maudhu' karena adanya Harun. Bahkan Al Hafizh Adz
Dzahabi berkata dalam biografinya setelah menukil pernyataan majhul dari
Tirmidzi, "Saya mengatakan, "Saya menuduhnya berdasarkan riwayat Al
Qadha'iy dalam Syihabnya.
Lalu ia menyebutkan hadits ini." Al Albani berkata, "Hadits tersebut ada dalam kitab itu dengan nomor 1035."
Dalam
Al 'Ilal (2/55-56) karya Ibnu Abi Hatim disebutkan, "Saya bertanya
kepada ayah saya tentang hadits ini, lalu ia menjawab, "Muqatil di sini
adalah Muqatil bin Sulaiman. Aku melihat hadits ini di awal kitab yang
dipalsukan oleh Muqatil bin Sulaiman. Itu adalah hadits batil yang tidak
ada asalnya."
Al Albani berkata, "Demikianlah yang ditegaskan
Abu Hatim –ia adalah imam dan hujjah-, yaitu bahwa Muqatil yang
disebutkan dalam isnad itu adalah Ibnu Sulaiman, sedangkan dalam
Tirmidzi dan Darimiy adalah Muqatil bin Hayyan sebagaimana yang anda
lihat. Mungkin saja itu adalah kesalahan dari sebagian rawi. Ditambah
lagi, bahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh Al Qadha'iy sebagaimana
disebutkan sebelumnya, dan oleh Abul Fat-hi Al Azdiy dari jalan Humaid
Ar Ruaasiy dengan sanad sebelumnya dari Muqatil dari Qatadah. Seperti
itulah kata-katanya, yakni dari Muqatil tanpa menyebutkan nasabnya, lalu
sebagian rawi mengira bahwa Muqatil di situ adalah Ibnu Hayyan,
kemudian ia nisbatkan kepadanya. Di antaranya adalah Al Azdiy sendiri,
dimana ia menyebutkan dari Waki', bahwa ia berkata tentang Muqatil bin
Hayyan, "Dihubungkan kepada dusta." Adz Dzahabi berkata, "Demikianlah
yang dikatakan Abul Fat-h, namun saya kira, samar baginya antara Muqatil
bin Hayyan dengan Muqatil bin Sulaiman. (Muqatil) Ibnu hayyan adalah
shaduq (sangat jujur) dan kuat haditsnya. Sedangkan yang didustakan oleh
Waki' adalah (Muqatil) ibnu Sulaiman."
Al Albani juga berkata,
"Lalu Abul Fath menyebutkan isnad hadits itu sebagaimana yang telah saya
sebutkan sebelumnya, kemudian Adz Dzahabiy mengomentarinya dengan
perkataan, "Menurutku, yang tampak adalah bahwa dia Muqatil bin
Sulaiman."
*****
Hadits Ketiga,
مَنْ دَخَلَ الْمَقَابِرَ، فَقَرَأَ سُوْرَةَ (يس) خُفِّفَ عَنْهُمْ يَوْمَئِذٍ، وَكَانَ لَهُ بِعَدَدِ مَنْ فِيْهَا حَسَنَاتٍ
"Barang
siapa yang masuk ke pemakaman, lalu membaca surat Yaasiin, maka akan
diringankan derita penghuninya ketika itu, dan ia memperoleh kebaikan
sejumlah penghuni yang ada di dalamnya."
Hadits ini menurut
Syaikh Al Albani dalam Adh Dha'ifah no. 1246 adalah maudhu' (palsu). Ia
(Al Albani) berkata, "Dikeluarkan oleh Ats Tsa'labiy dalam tafsirnya
(3/161/2) dari jalan Muhammad bin Ahmad Ar Rayyahiy, telah menceritakan
kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ayyub bin Mudrik dari
Abu Ubaidah dari Al Hasan dari Anas bin Malik secara marfu'."
Al Albani berkata, "Isnad ini gelap, binasa dan cacatnya bersambung;
Pertama, Abu Ubaidah, menurut Ibnu Ma'in adalah majhul.
Kedua,
Ayyub bin Mudrik telah disepakati kedhaifannya dan ditinggalkan. Bahkan
Ibnu Ma'in berkata, "Pendusta." Dalam sebuah riwayat darinya, "Ia
berdusta." Ibnu Hibban berkata, "Ia meriwayatkan dari Makhul naskah
palsu, namun tidak ia lihat." Aku (Al Albani) berkata, "Itu adalah
musibah hadits ini."
Ketiga, Ahmad Ar Rayyaahi, ia adalah Ahmad
bin Yazid bin Dinar Abul 'Awam. Baihaqi berkata, "Majhul," sebagaimana
dalam Al Lisan, sedangkan anaknya yaitu Muhammad adalah shaduq (sangat
jujur) yang disebutkan biografinya dalam Tarikh Baghdad (1/372)."
*****
Hadits keempat,
مَنْ
كَتَبَ (يس) ثُمَّ شَرِبَهَا؛ دَخَلَ جَوْفَهُ أَلْفُ نُوْرٍ، وَأَلْفُ
رَحْمَةٍ، وَأَلْفُ بَرَكَةٍ، وَأَلْفُ دَوَاءٍ، أَوْ خَرَجَ مِنْهُ أَلْفُ
دَاءٍ
"Barang siapa yang menulis "Yaasiin" kemudian meminumnya, maka
akan masuk ke dalam perutnya seribu cahaya, seribu rahmat, seribu
keberkahan, dan seribu obat atau keluar darinya seribu penyakit."
Hadits
ini menurut Syaikh Al Albani dalam Adh Dha'ifah no. 3293 adalah maudhu'
(palsu). Ia (Al Albani) berkata, "Dikeluarkan oleh Ar Raafi'iy dalam
Tarikhnya (3/96) dengan isnadnya yang gelap dari Al Ahwash bin Hakim
dari Abu 'Aun dari Isma'il dari Abu Ishaq dari Al Harits dari Ali
radhiyallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau
bersabda,…dst."
Al Albani berkata, "Ini adalah matan yang
batil, tampak kebatilan dan kepalsuannya. Bisa jadi pemalsunya selain Al
Ahwash, karena ia walaupun dha'if, namun tidak tertuduh memalsukan,
meskipun Ibnu Hibban (1/175) berkata tentangnya, "Ia meriwayatkan
hadits-hadits munkar dari orang-orang yang masyhur. Ia mencela Ali bin
Abi Thalib. (Oleh karena itu), Yahya Al Qaththan dan lainnya
meninggalkannya."
Al Albani menjelaskan dalam Adh Dha'iifah, bahwa
malapetakanya kemungkinan terletak pada gurunya, yaitu Abu 'Aun yang
tidak dikenal, atau pada Al Harits Al A'war yang dituduh oleh sebagian
mereka melakukan kedustaan. Adapun Abu Ishaq As Subai'i meskipun
bercampur hapalan, namun kemungkinannya jauh jika dinisbatkan hadits
yang batil ini kepadanya. Oleh karena itu, tindakan buruk, bisa dari
gurunya atau orang di bawahnya, wallahu a'lam.
*****
Hadits Kelima,
مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ (يس) فِي لَيْلَةِ الْجُمُعَةِ؛ غُفِرَ لَهُ
"Barang siapa yang membaca surat Yaasiin pada malam Jum'at, maka akan diampuni dosanya."
Hadits
ini menurut Syaikh Al Albani dalam Adh Dha'ifah no. 5111 adalah dha'if
jiddan (sangat lemah). Ia (Al Albani) berkata, "Dikeluarkan oleh Al
Ashfahani dalam At Targhib wat Tarhib hal. 244 (hasil copy Al Jaami'ah)
dari jalan Zaid bin Al Harisy, telah mengabarkan kepada kami Al Aghlab
bin Tamim, telah mengabarkan kepada kami Ayyub dan Yunus dari Al Hasan
dari Abu Hurairah secara marfu'."
Al Albani juga berkata, "Dan
ini adalah isnad yang dha'if sekali. Musibahnya terletak pada Al Aghlab
bin Tamim. Ibnu Hibban (1/166) berkata, "Munkar haditsnya. Ia
meriwayatkan dari orang-orang tsiqah hadits yang bukan hadits mereka,
sehingga lepas dari dipakai hujjah karena banyak kesalahannya." Dan yang
lain juga mendhaifkan. Adapun Zaid bin Al Harisy, Ibnu Hibban dalam Ats
Tsiqat berkata, "Beberapa kali melakukan kesalahan." Ibnul Qaththan
berkata, "Majhul keadaannya."
Menurut penulis, Sunnahnya; yang
dibaca pada siang dan malam hari Jum'at adalah surat Al Kahfi, bukan
surat Yasin. Hal ini berdasarkan hadits berikut:
مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّوْرِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ
"Barang
siapa yang membaca surat Al Kahfi, maka akan bersinar cahaya untuknya
selama jarak antara dua Jum'at." (HR. Hakim dan Baihaqi, dishahihkan
oleh Al Albani dalam Shahihul Jami' no. 6470)
Al Manawiy berkata,
"Oleh karena itu, dianjurkan dibaca pada hari Jum'at, demikian juga
malamnya sebagaimana dinyatakan Imam Syafi'i radhiyallahu 'anhu."
*****
Hadits Kelima,
مَا مِنْ مَيِّتٍ يَمُوْتُ، فَيُقْرَأُ عِنْدَهُ سُوْرَةُ (يس) ؛ إِلاَّ هَوَّنَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِ
"Tidak
ada seorang mayit pun yang meninggal, lalu dibacakan di dekatnya surat
Yasin, melainkan Allah 'Azza wa Jalla akan meringankannya."
Hadits
tersebut menurut Syaikh Al Albani dalam Adh Dha'ifah no. 5219 adalah
maudhu' (palsu). Ia (Al Albani) berkata, "Dikeluarkan oleh Ad Dailamiy
dalam Musnad Al Firdaus (4/17) dari Abu Nu'aim secara mu'allaq. Hadits
ini juga terdapat dalam Akhbar Ashbahan (1/188), Ar Ruyani dalam
Musnadnya (1/31/1-yang disaring darinya) dari Abdul Hamid bin Abi Rawwad
dari Marwan bin Salim dari Shafwan bin 'Amr dari Syuraih dari Abud
Darda' dan Abu Dzar, dan ia memarfu'kannya."
Al Albani berkata,
"(Hadits) ini adalah palsu. Musibahnya terletak pada Marwan (bin Salim)
ini. Dua Syaikh dan Abu Hatim, "Munkar haditsnya." Abu 'Arubah Al
Harraniy berkata, "Ia memalsukan hadits." As Saajiy berkata, "Pendusta
dan memalsukan hadits."
*****
Hadits Keenam,
اِقْرَأُوْا عَلَى مَوْتَاكُمْ (يس)
"Bacakanlah untuk orang yang hampir mati di antara kamu surat Yasin."
Hadits
ini menurut Syaikh Al Albani dalam Adh Dha'ifah no. 5861 adalah dha'if
(lemah). Ia (Al Albani) berkata, "Diriwayatkan oleh Abu Dawud (3121),
Ibnu Majah (1448), Hakim (1/565), Ahmad (5/27), Abdul Ghaniy Al Maqdisiy
dalam As Sunan (99/1-2, 105/1) dari Sulaiman At Taimiy dari Abu Utsman
–bukan An Nahdiy- dari ayahnya dari Ma'qil bin Yasar secara marfu'. Al
Maqdisiy berkata, "Hadits itu hasan gharib."
Al Albani berkata,
"Sekali-kali tidak. Karena Abu Utsman ini adalah majhul sebagaimana
dikatakan Ibnul Madiniy, demikian juga ayahnya; ia juga tidak dikenal.
Di samping itu, dalam isnadnya terdapat kegoncangan sebagaimana saya
terangkan dalam Al Irwaa' (688). Oleh karena itu, bagaimana hadits
tersebut dikatakan hasan?"
Menurut penulis, yang sesuai dengan
Sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika seseorang hendak
meninggal adalah mengajarkan kepadanya ucapan Laailaahaillallallah
sebagaimana dalam hadits berikut:
لَقِّنُوْا مَوْتَاكُمْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
"Ajarkanlah
orang yang akan mati di antara kamu (mengucapkan) Laailaahaillallah."
(HR. Ahmad, Muslim, dan Pemilik Kitab Sunan yang empat)
Hal itu,
karena, barang siapa yang akhir ucapannya adalah adalah
Laailaahaillallah, maka ia akan masuk surga. Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ
"Barang
siapa yang akhir ucapannya adalah Laailaahaillallah, maka ia akan masuk
surga." (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Hakim dari Mu'adz, dan dishahihkan
oleh Al Albani dalam Shahihul Jami' no. 6479)
Demikian pembahasan
singkat tentang hadits-hadits keutamaan surat Yasin dan masih banyak
lagi hadits dhaif lainnya berkenaan dengan surat Yaasiin, namun apa yang
kami sebutkan insya Allah sudah cukup.
Semoga Allah Subhaanahu wa
Ta'ala menjadikan tulisan ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat,
Allahumma aamiin.
Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Maraji: Al Maktabatusy Syamilah versi 3.45, Al Mausu'ah Al Haditsiyyah Al Mushaghgharah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar