Penulis: Rizki Maulana
Tulisan kali ini akan
sedikit membahas tanggapan seorang mukhaalif atas artikel yang ditulis
Ustadz Firanda hafidhahullah di : http://www.firanda.com/index.php/artikel/31-bantahan/76-mengungkap-tipu-muslihat-abu-salafy-cs.
Sayang sekali, harapan saya (Rizki Maulana) mendapatkan faedah dari tulisan mukhaalif
(dia adalah Ustadz Ahmad Syahid, pengasuh web www.ummatipress.wordpress.com) tersebut sia-sia karena apa yang ditulisnya hanyalah daur ulang perkataan ngawur
kawan-kawannya terdahulu yang gemar mengutip pendapat sesat Hasan As-Saqqaf, yang ia kemas dengan bungkus baru. But,…the
content remains the same. Nothing’s new….
Strike to the point,
berikut ulasannya :
1.
Qutaibah
bin Sa’iid
Ustadz Firanda hafidhahullah berkata :
Beliau[1] berkata :
هذا قول
الائمة في الإسلام والسنة والجماعة: نعرف ربنا في السماء السابعة على عرشه ، كما
قال جل جلاله:الرحمن على العرش استوى
“Ini perkataan para imam di Islam, Sunnah,
dan Jama’ah ; kami mengetahui Robb kami di langit yang ketujuh di atas
‘arsy-Nya, sebagaimana Allah Jalla Jalaaluhu berfirman : Ar-Rahmaan di atas
‘arsy beristiwa” (Al-’Uluw li Al-’Aliy Al-’Adziim li Adz-Dzahabi 2/1103
no 434)
Adz-Dzahabi berkata, “Dan Qutaibah -yang
merupakan seorang imam dan jujur- telah menukilkan ijmak tentang permasalahan
ini. Qutaibah telah bertemu dengan Malik, Al-Laits, Hammaad bin Zaid, dan para
ulama besar, dan Qutaibah dipanjangkan umurnya dan para hafidz ramai di depan
pintunya” (Al-’Uluw li Al-’Aliy Al-’Adziim li Adz-Dzahabi 2/1103).
Mukhaalif berkata
:
Qutaibah bin Said syeikh
Khurosan tidak diragukan ke-imamannya, hanya saja riwayat ini diriwayatkan oleh
Abu Bakar an-Naqosy seorang Pemalsu hadist. Llihat
Lisanul Mizan juz 5 hal 149, an-Naqosy juga disebutkan dalam al-Kasyf
al-Hatsist tentang rawi-rawi yang tertuduh dengan pemalsuan dengan nomer 643,
meninggal tahun 351 hijriyah. Sementara Abu Ahmad al-Hakim
meninggal tahun 398 hijriyah terpaut waktu 39 tahun, sehingga tidaklah benar
jika dia meriwayatkan dari Abul abbas as-siraj, karena as-siraj lahir pada
tahun 218 h meninggal tahun 313 sebagaimana disebutkan dalam Tarikh baghdad juz
1 hal 248. Artinya ketika as-siraj meninggal al-hakim baru berusia 7
tahun bagaimana bisa shahih riwayatnya? Jelas ucapan ini adalah Dusta yang
dibuat an-naqosy, terlebih an-naqosy terkenal sebagai pemalsu !
Saya jadi heran kenapa Ustadz Firanda
sebagai salah satu tokoh Salafi (wahabi) Indonesia kok ber-Hujah dengan yang
dusta alias Palsu? Dengan demikian Status Hujjah ini: gugur!
Saya berkata :
Atsar Al-Imaam Qutaibah
bin Sa’iid rahimahullah tersebut shahih. Yang disebutkan oleh
Adz-Dzahabiy merupakan bagian dari perkataan beliau yang panjang mengenai
ketetapan-ketetapan ‘aqiidah Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah. Atsar tersebut
diriwayatkan oleh Abu Ahmad Al-Haakim rahimahullah sebagai berikut (saya
ringkas matannya) :
سَمِعْتُ مُحَمَّدَ
بْنَ إِسْحَاقَ الثَّقَفِيَّ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا رَجَاءٍ قُتَيْبَةَ بْنَ سَعِيدٍ،
قَالَ: " هَذَا قَوْلُ الأَئِمَّةِ الْمَأْخُوذِ فِي الإِسْلامِ وَالسُّنَّةِ:
الرِّضَا بِقَضَاءِ اللَّهِ، .........وَيَعْرِفَ اللَّهَ فِي السَّمَاءِ السَّابِعَةِ
عَلَى عَرْشِهِ كَمَا قَالَ: الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى لَهُ مَا فِي السَّمَوَاتِ
وَمَا فِي الأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَمَا تَحْتَ الثَّرَى
Aku mendengar Muhammad bin Ishaaq Ats-Tsaqafiy, ia
berkata : Aku mendengar Abu Rajaa’ Qutaibah bin Sa’iid berkata : “Ini adalah
perkataan para imam yang diambil dalam Islam dan Sunnah : ‘Ridlaa terhadap
ketetapan Allah…… dan mengetahui Allah berada di langit yang tujuh, di atas ‘Arsy-Nya,
sebagaimana firman Allah : ‘Ar-Rahmaan di atas ‘Arsy beristiwa’. Kepunyaan-Nya-lah
semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan
semua yang di bawah tanah’ (QS. Thaha : 5)…..” [Syi’aar
Ashhaabil-Hadiits, hal. 30-34 no. 17, tahqiq : As-Sayyid Shubhiy
As-Saamiraa’iy, Daarul-Khulafaa’, Cet. Thn. 1404 H; sanadnya shahih].
Muhammad bin Ishaaq Ats-Tsaqafiy, ia adalah Abul-‘Abbaas
As-Sarraaj; seorang yang haafidh, tsiqah, lagi mutqin. Lahir
tahun 218 H, dan wafat pada usia 95/96/97 tahun [lihat : Zawaaid Rijaal
Shahiih Ibni Hibbaan oleh Yahyaa bin ‘Abdillah Asy-Syahriy, hal. 1117-1124
no. 520, desertasi Univ. Ummul-Qurra’].
Catatan penting : Abu Ahmad Al-Haakim, lahir tahun 285 H, dan wafat tahun 378 H. Abul-'Abbaas As-Sarraaj sendiri merupakan syaikh dari Al-Haakim [lihat muqaddimah kitab Syi'aar Ashhaabil-Hadiits, hal. 11]. Oleh karena itu, tidak benar klaim mukhaalif bahwa Abu Ahmad Al-Haakim tidak meriwayatkan dari As-Sarraaj. Apalagi jelas, Al-Haakim menyampaikan riwayat dengan perkataan : 'sami'tu' (aku mendengar) dari As-Sarraaj.
Adapun Qutaibah bin Sa’iid, maka telah mencukupi apa
yang disebutkan di atas. Beliau lahir tahun 150 H, dan wafat tahun 240 H [At-Taqriib,
hal. 799 no. 5557, tahqiq : Abu Asybal Al-Baakistaaniy; Daarul-‘Aashimah].
Konsekuensinya - bagi mukhaalif - perkataan ‘syaikh
Khurasaan yang tidak diragukan keimamannya’ ini harus Anda ambil, karena
atsar tersebut shahih dan dikatakan oleh orang yang Anda akui keimamannya.
2.
Abu
‘Utsmaan Ash-Shaabuuniy.
Ustadz Firanda hafidhahullah berkata :
Beliau berkata, “Para Ahli Hadits
berkeyakinan dan bersaksi bahwa Allah di atas langit yang tujuh di atas
‘arsy-Nya sebagaimana tertuang dalam Al Kitab (Al Qur’an)….
Para ulama dan pemuka umat dari generasi salaf tidak berselisih bahwasanya
Allah di atas ‘arsy-Nya dan ‘arsy-Nya berada di atas langit-Nya.” (Aqidatus
Salaf wa Ashaabil hadiits hal 44)
Adz Dzahabi berkata, “Syaikhul Islam Ash Shabuni adalah seorang yang faqih,
ahli hadits, dan sufi pemberi wejangan. Beliau adalah Syaikhnya kota Naisaburi
di zamannya" (Al-'Uluw 2/1317)
Mukhaalif berkata
:
Yang shahih dari Ucapan Imam
As-shobuni hanya : “Para Ahli Hadits berkeyakinan
dan bersaksi bahwa Allah di atas langit yang tujuh di atas ‘arsy-Nya
sebagaimana tertuang dalam Al Kitab (Al Qur’an) …. kata-kata setelah ini (para
pemuka dst….) adalah tambahan yang entah Imam aDzahabi dapat dari mana? Silahkan
rujuk ”Majmu`ah ar-Rosail al-Muniriyah juz 1 hal 109 risalah as-Shobuni,
pernyataan al-imam as-Shobuni ini sama sekali tidak mendukung klaim Ijma’
tentang keberadaan Allah di langit sebagaimana yang di Klaim oleh
Ustadz firanda. Inilah yang disebut dengan tafwidh yang juga ditolak
oleh Salafi Wahabi. Status Hujjah salah alamat!
Saya berkata :
Nampaknya Anda setengah sadar dalam melakukan bantahan.
Kalimat :
وعلماء الأمة وأعيان الأئمة من السلف - رحمه الله
- لَم يختلفوا في أن الله على عرشه، وعرشه فوق سمواته،......
“Para
ulama dan pemuka umat dari generasi salaf tidak berselisih bahwasanya Allah di
atas ‘arsy-Nya dan ‘arsy-Nya berada di atas langit-Nya…..”
adalah kalimat asli Ash-Shaabuuniy dalam kitabnya yang
berjudul ‘Aqiidatus-Salaf wa Ashhaabil-Hadiits, bukan tambahan
Adz-Dzahabiy rahimahullah. Perkataan Adz-Dzahabiy rahimahullah yang
dinukil hanyalah berkaitan dengan informasi singkat biografi Abu ‘Utsmaan
Ash-Shaabuuniy. Tidakkah Anda membaca scan kitabnya yang dinukil Ustadz
Firanda[2]
? Atau,… Anda memang tidak pernah membaca kitab ‘Aqiidatus-Salaf
Ashhaabil-Hadiits-nya Ash-Shaabuuniy ?.
Saya tambahkan versi cetakan dari lain penerbit dan muhaqqiq
:
[Terbitan : Maktabah Al-Imaam Al-Waadi’iy, Cet. 1/1428,
tahqiq : Abu ‘Abdirrahmaan ‘Abdul-Majiid Asy-Syamiiriy, hal. 22-23].
Bantahan dan tanggapan mukhaalif itulah
yang
salah alamat, tidak akurat, dan mengada-ada. Adakah sumber penukilan
perkataan seseorang yang lebih valid daripada penukilan kitab tulisannya
sendiri ?. Sebagaimana komentar saya
sebelumnya, kali ini Anda juga harus membesarkan jiwa Anda menerima
kenyataan
perkataan Ash-Shaabuuniy yang – mungkin tidak Anda inginkan –
bertentangan dengan
apa yang Anda yakini saat ini.
3.
Abu
Zur’ah Ar-Raaziy dan Abu Haatim Ar-Raaziy rahimahumallaah.
Ustadz Firanda hafidhahullah berkata :
Berkata Ibnu Abi Hatim :
"Aku bertanya pada bapakku (Abu
Hatim-pent) dan Abu Zur’ah tentang madzhab-madzhab ahlussunnah pada perkara
ushuluddin dan ulama di seluruh penjuru negeri yang beliau jumpai serta apa
yang beliau berdua yakini tentang hal tersebut? Beliau berdua mengatakan, “Kami
dapati seluruh ulama di penjuru negeri baik di hijaz, irak, syam maupun yaman
berkeyakinan bahwa:
Iman itu berupa perkataan dan amalan,
bertambah dan berkurang...
Allah ‘azza wa jalla di atas
‘arsy-Nya terpisah dari makhluk-Nya
sebagaimana Dia telah mensifati diri-Nya di dalam kitab-Nya dan melalui
lisan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa menanyakan bagaimananya,
Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia,
dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat”(Syarh Ushuul I'tiqood Ahlis
Sunnah wal Jamaa'ah karya Al-Laalikaai 1/198)
Ibnu Abi Haatim juga berkata berkata,
“Aku mendengar bapakku berkata, ciri ahli
bid’ah adalah memfitnah ahli atsar, dan ciri orang zindiq adalah mereka
menggelari ahlussunnah dengan hasyawiyah dengan maksud untuk membatalkan atsar,
ciri jahmiyah adalah mereka menamai ahlussunnah dengan musyabbihah, dan ciri
rafidhoh adalah mereka menamai ahlussunnah dengan naasibah.” (selesai)
Syarh Ushul I’tiqod Ahlissunnah
wal jama’ah lil imam al Laalikai 1/200-201
Mukhaalif berkata
:
Riwayat ini tidak sah dinisbatkan
kepada Abu Zur’ah begitu juga jika dinisbatkan kepada Abu hatim. Riwayat ini diriwayatkan dari tiga jalur sebagaimana
disebutkan oleh Adz-Dzahzbi dalam Al-Uluw. Dua jalur pertama terdapat dua Rawi
yang majhul, keduanya yaitu : Ali ibn Ibrohim meriwayatkan dari Ibn Jami’ ,
rawi majhul yang satunya Al-hasan bin Muhammad bin Hubaisy Al Muqri tidak ada
bioghrafi yang jelas tentangnya dan tidak ada seorangpun Ahli jarh wa ta’dil
yang men-tsiqoh-kannya dan dia adalah Majhul. Sebagaimana riwayatnya terdapat
dalam sarh Sunnah Al-Lalikai juz 1 hal 176 , jalur ketiga atsar ini diriwayatkan
oleh Ibn Murdik jarak kematiannya dengan Abu Hatim 60 tahun sebagaimana
disebutkan dalam Tarikh Baghdad juz 12 hal 30.
Seperti diketahui secara luas oleh ahli bahwa Abu
Zur’ah dan Abu Hatim tidak dikenal berbicara dalam masalah seperti ini sebagaimana
keduanya juga dikenal tidak mempunyai karya tulis dalam Bab Aqidah persis
seperti teman keduanya yaitu Imam Ahmad Ibn Hambal yang juga
mengatakan: “Tidak ada yang melewati jembatan Baghdad orang yang lebih Hafidz
dari Abu Zur’ah, beliau adalah termasuk salah satu Wali Abdal yang
dengannya Bumi terjaga.”
Saya Ahmad Syahid katakan: Andai
pernyataan sepert itu Muncul dari golongan Asy’ariyah atau Sufiyah Pasti kaum
wahabiyyin akan menuduh Kafir, Musyrik, dan Ahli Bid’ah!
Status Hujjah gugur , karena rawi-rawinya
Majhul.
Saya berkata :
Katanya, riwayat perkataan dua imam tersebut lemah (dla’iif)
dengan sebab adanya para perawi majhuul. Mari kita lihat sanad riwayat
yang dibawakan oleh Al-Imaam Al-Laalikaa’iy rahimahullah :
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ الْمُظَفَّرِ الْمُقْرِئُ، قَالَ: حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ
حَبَشٍ الْمُقْرِئُ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو مُحَمَّدٍ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي
حَاتِمٍ، قَالَ: سَأَلْتُ أَبِي وَأَبَا زُرْعَةَ عَنْ مَذَاهِبِ أَهْلِ السُّنَّةِ
فِي أُصُولِ الدِّينِ، وَمَا أَدْرَكَا عَلَيْهِ الْعُلَمَاءَ فِي جَمِيعِ الأَمْصَارِ،
وَمَا يَعْتَقِدَانِ مِنْ ذَلِكَ، فَقَالا: أَدْرَكْنَا الْعُلَمَاءَ فِي جَمِيعِ الأَمْصَارِ
حِجَازًا وَعِرَاقًا وَشَامًا وَيَمَنًا فَكَانَ مِنْ مَذْهَبِهِمُ:......
Telah mengkhabarkan
kepada kami Muhammad bin Al-Mudhaffar Al-Muqriy, ia berkata : Telah
menceritakan kepada kami Al-Husain bin Muhammad bin Habsy Al-Muqriy, ia berkata
: Telah menceritakan kepada kami Abu Muhammad ‘Abdurrahmaan bin Abi
Haatim,
ia berkata : ”Aku pernah bertanya kepada ayahku dan
Abu Zur’ah tentang madzhab Ahlus-Sunnah dalam ushuuluddiin (pokok-pokok agama) dan apa yang mereka
temui dari para ulama di seluruh pelosok negeri dan yang mereka berdua yakini
tentang hal itu, maka mereka berdua berkata : ”Kami
telah bertemu dengan para
ulama di seluruh pelosok negeri, baik di Hijaz, ’Iraq, Mesir, Syaam, dan
Yaman,
maka yang termasuk madzhab mereka adalah : ..... (kemudian beliau
menyebutkan macam-macam 'aqiidah, sebagaimana telah dituliskan Ustadz
Firanda di atas) [Syarh Ushuulil-I'tiqaad, 1/176].
Keterangan perawi :
a. Muhammad bin Al-Mudhaffar bin ’Aliy bin Harb,
Abu Bakr Al-Muqri’ Ad-Diinawariy; seorang syaikh yang shaalih, mempunyai
keutamaan, lagi shaduuq. Wafat 415 H [Taariikh Baghdaad, 4/430
no. 1624, tahqiq : Dr. Basyaar ’Awwaad Ma’ruuf; Daarul-Gharb, Cet. 1/1422 H].
b. Al-Husain bin
Muhammad bin Habsy, Abu ’Aliy Ad-Diinawariy Al-Muqri’; seorang yang tsiqah lagi
ma’muun [lihat : Taariikh Islaamiy oleh Adz-Dzahabiy, 26/538-539,
tahqiq : Dr. ’Umar bin ’Abdis-Salaam At-Tadmuriy; Daarul-Kitaab Al-’Arabiy, Cet.
1/1409 H].
c. Abu Muhammad ‘Abdurrahmaan bin Abi Haatim; ia adalah anak dari Abu Haatim
Ar-Raaziy, seorang imam yang tidak perlu ditanyakan lagi.
Kesimpulan : Sanad
riwayat ini shahih. Tidak ada rawi majhuul sebagaimana klaim mukhaalif.
Konsekuensinya, Anda (mukhaalif)
juga harus menerima dan membuang jauh-jauh perkataan Anda di atas. Apapun
dalihnya. Abu Zur’ah dan Abu Haatim adalah imam yang terpercaya menurut Anda.
Itulah perkataan empat orang ulama yang disepakati keimamannya antara ’Wahabiy’ dan mukhaalif.
Sengaja saya hanya batasi bahasannya untuk empat imam saja. Saya tidak membahas tuduhan
ngawur mukhaalif terhadap Ibnu Qutaibah, Ibnu Khuzaimah, Ad-Daarimiy, dan Abu ’Umar
Ath-Thalamankiy rahimahumullah sebagai mujassim. Begitu juga tuduhan
ngawur lainnya terhadap Ibnu Baththah rahimahullah sebagai
pemalsu hadits. Begitu juga ulasan ngawur-nya terhadap aqwaal para
imam. Mungkin bisa dilakukan lain waktu, lain orang, bahkan – mungkin – oleh Ustadz
Firanda sendiri.[2]
Akhirnya,...
sesuatu yang tidak bisa diraih semuanya, tidaklah ditinggalkan semuanya. Semoga
yang sedikit ini dapat memberikan manfaat bagi saya dan rekan-rekan.
Wallaahu
a’lam bish-shawwaab.
[1] Maksudnya, Qutaibah bin Sa’iid rahimahullah.
[2] Kitab yang beliau nukil adalah terbitan
Daarul-Minhaaj, Cet. 1/1423 H, dengan tahqiq : Abul-Yamiin Al-Manshuuriy.
[3] Sebenarnya, Ustadz Firanda lah yang berhak
menjawab apa yang dituliskan dan disebarkan mukhaalif tersebut. Dan saya
yakin, tidaklah terlampau sukar bagi beliau untuk menjelaskan kekeliruan
argumentasi susunan mukhaalif tersebut.
Namun,
ada perkataan mukhaalif tersebut yang benar tentang atsar Al-Auza’iy rahimahullah, ia adalah atsar lemah
(dilemahkan oleh muhaqqiq kitab Al-Asmaa’ wash-Shifaat : ‘Abdullah
Al-Haasyidiy, 2/304 dengan sebab Muhammad bin Katsiir). Namun harus juga dikatakan,
apa yang dijelaskan Ustadz Firanda dalam artikelnya sudah lebih dari cukup bagi
orang yang fair dan bisa berpikir jernih, tanpa dikotori nafsu ’asal
bantah’ sebagaimana dilakukan mukhaalif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar