Penulis: Rizki Maulana
Begitulah
kira-kira judul bombastis artikel dalam sebuah blog/web. Permasalahan yang
hendak diangkat adalah perkataan Asy-Syaikh Al-Albaaniy rahimahullah dalam
kitab Shifat Shalat Nabiy bahwa tidak ada perbedaan antara tata cara
shalat bagi laki-laki dan wanita. Artikel ini kemudian direpro dalam beberapa
blog dan forum yang dipergunakan untuk mencela Asy-Syaikh Al-Albaaniy rahimahullah.
Saya
(Rizki Maulana) berkata :
Apa
yang dikatakan oleh beliau (Asy-Syaikh Al-Albaaniy) berdasarkan sabda Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
“Dan
shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 631 & 6008 & 7246, Ad-Daarimiy no.
1235, Ibnu Khuzaimah no. 391, dan yang lainnya].
Perintah
ini mutlak yang berlaku untuk laki-laki dan wanita, kecuali jika ada dalil lain
yang setara dari beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang mengkhususkannya
dengan membedakan kaifiyah shalat antara laki-laki dan wanita. Sebab :
إِنَّمَا النِّسَاءُ شَقَائِقُ الرِّجَالِ
“Wanita
itu hanyalah bagian dari laki-laki” [Diriwayatkan
oleh Abu Daawud no. 236, At-Tirmidziy no. 113, Ahmad 6/256, dan yang lainnya].
Al-Khaththaabiy
rahimahullah berkata : “Bahwasannya khithaab apabila datang
dengan lafadh mudzakkar (laki-laki) , maka khithaab-nya berlaku
juga untuk wanita. Kecuali tempat-tempat khusus yang ada padanya dalil-dalil
yang mengkhususkannya”.
Para
pencela Asy-Syaikh Al-Albaaniy rahimahullah (katakanlah seperti itu) dalam
artikel dimaksud membawakan dalil sebagai berikut :
Imam al-Baihaqi rahimahullah, di
dalam as-Sunan al-Kubro, 3/73-75, telah mencantumkan beberapa hadits sebagai
berikut :
باب ما يستحب للمرأة من ترك التجافي في الركوع والسجود[1]
قال ابراهيم النخعي :كانت المرأة تؤمر إذا سجدت ان تلزق بطنها بفخذيها
كيلا ترتفع عجزتها ولا تجافى كما يجافى الرجل[2].
اخبرنا أبو عبد الله الحافظ انبأ أبو بكر بن اسحاق الفقيه انبأ الحسن
بن على بن زياد قال ثنا سعيد بن منصور ثنا أبو الاحوص عن ابى اسحاق عن الحارث قال
قال على رضى الله عنه : إذا سجدت المرأة فلتضم فخذيها.[3]
اخبرناه أبو بكر محمد بن محمد انبأ أبو الحسين الفسوى ثنا أبو على اللؤلؤي
ثنا أبو داود ثنا سليمان بن داود انبأ ابن وهب انبأ حيوة بن شريح عن سالم بن غيلان
عن يزيد بن ابى حبيب ان رسول الله صلى الله عليه وسلم مر على امرأتين تصليان فقال
: إذا سجدتما فضما بعض اللحم إلى الارض فان المرأة ليست في ذلك كالرجل.[4]
Dan Imam as-Syafi’i rahimahullah di dalam kitab al-Umm,
1/138, menjelaskan :
وقد أدب الله
تعالى النساء بالاستتار وأدبهن بذلك رسول الله صلى الله عليه وسلم وأحب للمرأة في
السجود أن تضم بعضها إلى بعض وتلصق بطنها بفخذيها وتسجد كأستر ما يكون لها وهكذا
أحب لها في الركوع والجلوس وجميع الصلاة أن تكون فيها كأستر ما يكون لها وأحب أن
تكفت جلبابها وتجافيه راكعة وساجدة عليها لئلا تصفها ثيابها[5]
Kira-kira ‘aliman mana al-Albani
dgn Imam al-Baihaqi???? nggak usah kita bandingkan al-Albani dgn Imam
as-Syafi’i…jelas bukan bandingannya…
Mari
kita cermati dalil yang tertulis di atas – dan saya batasi hanya riwayat yang
disebutkan di atas - :
1.
Atsar
Ibraahiim An-Nakha’iy dibawakan oleh Al-Baihaqiy tanpa sanad.
2.
Atsar
‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu adalah lemah (dla’iif)
dengan kelemahan yang terletak pada Al-Haarits (bin Al-A’war).[6] Selain itu, Al-Hasan bin
‘Aliy bin Ziyaad seorang yang majhuul.
3.
Hadits
marfu’ yang dibawakan oleh Yaziid bin Abi Habiib (Al-Kubraa, 2/223
no. 3201) adalah lemah (dla’iif) dengan kelemahan yang disebabkan
keterputusan antara Yaziid dengan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam (mursal).
Yaziid bin Abi Habiib termasuk shighaarut-taabi’iin yang wafat pada
tahun 128 H. Abu Daawud membawakannya dalam Al-Maraasiil hal. 103.
Adapun
riwayat Al-Baihaqiy 2/222-223 no. 3198-3200 (hadits Abu Sa’iid Al-Khudriy dan
Ibnu ‘Umar) yang tidak dibawakan oleh pemilik perkataan berwarna merah tersebut
juga lemah (dla’iif). Tentang hadits ini Al-Baihaqiy rahimahullah berkata
lemah dan tidak bisa dipergunakan sebagai hujjah.
So,
bagaimana bisa riwayat-riwayat di atas dapat dipergunakan untuk membatasi
kemutlakan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
“Dan
shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat”
?
? ?
Memang
benar bahwasannya sebagian salaf dan fuqahaa’ berpendapat adanya
pembedaan sifat shalat antara laki-laki dan wanita. Kita hormati
pendapat-pendapat tersebut. Namun pendapat-pendapat mereka tidaklah dilandasi
dalil (shahih), kecuali hadits yang lemah atau alasan agar aurat wanita lebih
tertutup (sehingga kaifiyah mereka/wanita berbeda dengan laki-laki).
Beberapa ulama lain tidak membedakannya, dan inilah pendapat yang raajih.
Saya
contohkan beberapa riwayat ulama dalam masalah duduknya wanita dalam shalat :
حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ،
عَنْ ثَوْرٍ، عَنْ مَكْحُولٍ، قَالَ: كَانَتْ أُمُّ الدَّرْدَاءِ تَجْلِسُ فِي صَلاتِهَا
جِلْسَةَ الرَّجُلِ، وَكَانَتْ فَقِيهَةً
Telah
menceritakan kepada kami Abu Nu’aim, ia berkata : Telah menceritakan kepada
paki Sufyaan, dari Tsaur, dari Mak-huul, ia berkata : “Adalah Ummud-Dardaa’
duduk dalam shalatnya dengan cara duduk laki-laki, dan ia seorang wanita yang faqih”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Ausath 1/332 no. 717. Lihat
juga dalam Taghliiqut-Ta’liiq oleh Ibnu Hajar, 2/329].
Riwayat
ini shahih. Abu Nu’aim, namanya adalah Al-Fadhl bin Dukain Al-Kuufiy, seorang
yang tsiqah lagi tsabat [At-Taqriib, hal. 782 no. 5436].
Sufyaan, ia adalah Ats-Tsauriy; seorang yang tsiqah, haafidh, ‘aabid,
imam, lagi hujjah [idem, hal. 394 no. 2458]. Tsaur bin
Yaziid adalah seorang yang tsiqah lagi tsabat [idem, hal.
190 no. 869]. Mak-huul Asy-Syaamiy juga tsiqah lagi faqiih [idem,
hal. 969 no. 6823].
Sufyaan
mempunyai mutaba’ah dari Yahyaa bin Sa’iid (Al-Qaththaan) [Al-Ausath no.
718] dan Wakii’ bin Al-Jarrah [Al-Mushannaf li-Ibni Abi Syaibah, 1/270
no. 2801].
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ، قَالَ: نا غُنْدَرٌ، عَنْ
شُعْبَةَ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، قَالَ: " تَقْعُدُ الْمَرْأَةُ
فِي الصَّلَاةِ كَمَا يَقْعُدُ الرَّجُلُ "
Telah
menceritakan kepada kami Abu Bakr, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami
Ghundar, dari Syu’bah, dari Manshuur, dari Ibraahiim (An-Nakha’iy) : “Wanita
duduk dalam shalat seperti halnya duduknya laki-laki” [Diriwayatkan oleh Ibnu
Abi Syaibah, 1/270 no. 2804].
Riwayat
ini shahih, seluruh perawinya tsiqaat.
Maalik
rahimahullah berkata :
جلوس المرأة كجلوس الرجل
“Duduknya
wanita seperti duduknya laki-laki” [Mukhtashar Ikhtilaafil-‘Ulamaa’,
1/212].
Saya
persilakan membaca dalam Al-Mushannaf karya Ibnu Abi Syaibah dan
‘Abdurrazzaaq, serta Al-Mukhtashar karya Ath-Thahawiy yang membawakan
riwayat tentang perbedaan pendapat di kalangan salaf tentang permasalahan ini.
Anyway,
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ketika mengucapkan hadits di
atas mengetahui bahwa di antara umatnya ada laki-laki, wanita, orang tua, atau
anak kecil. Namun beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam tetap bersabda :
وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
“Dan
shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat”
Asy-Syaikh
Al-Albaaniy mungkin tidaklah sebesar Al-Imaam Al-Baihaqiy atau Al-Imaam
Asy-Syaafi’iy rahimahumullah. Namun yang jelas, Asy-Syaikh
Al-Albaaniy lebih ‘alim daripada si empunya kalam berwarna merah di
atas.
Wallaahul-musta’aan.
Semoga
ada manfaatnya.
Bahan
bacaan :
a.
Al-Maraasiil
ma’al-Asaaniid oleh Abu Daawud As-Sijistaaniy,
tahqiq : ‘Abdul-‘Aziiz ‘Azzuddiin As-Sirwaan; Daarul-Qalam, Cet. 1/1406 H.
b.
As-Sunan
Al-Kubraa oleh Al-Baihaqiy (jilid 2), tahqiq :
Muhammad bin ‘Abdil-Qaadir ‘Atha’; Daarul-Kutub Al-‘Ilmiyyah, Cet. 3/1424 H.
c.
At-Taariikh
Al-Ausath oleh Al-Bukhaariy (jilid 1), tahqiq : Muhammad bin Ibraahiim
Al-Luhaidaan; Daarush-Shumai’iy, Cet. 1/1418 H.
d.
Mukhtashar
Ikhtilaafil-‘Ulamaa’ oleh Abu Ja’far
Ath-Thahawiy (jilid 1), tahqiq : ‘Abdullah Nadziir Ahmad; Daarul-Basyaair
Al-Islaamiyyah, Cet. 1/1416 H.
e.
Taghliiqut-Ta’liiq
oleh Ibnu Hajar (jilid 2), tahqiq : Sa’iid
bin ‘Abdirrahmaan Musa; Al-Maktab Al-Islaamiy, Cet. 1/1405 H.
f.
dan
yang lainnya…
[1]
Bab : Apa-apa yang disukai bagi wanita
untuk meninggalkan merenggangkan (perut dan paha) ketika rukuk dan sujud.
[2]
Telah berkata Ibraahiim An-Nakha’iy :
“Wanita diperintahkan apabila sujud agar merapatkan perutnya dengan kedua
pahanya supaya tidak terangkat pantatnya, dan tidak merenggang sebagaimana
merenggangnya laki-laki”.
[3]
Telah mengkhabarkan kepada kami Abu
‘Abdillah Al-Haafidh : Telah memberitakan kepada kami Abu Bakr bin Ishaaq
Al-Faqiih : Telah memberitakan kepada kami Al-Hasan bin ‘Aliy bin Ziyaad, ia
berkata : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid bin Manshuur : Telah
menceritakan kepada kami Abul-Ahwash, dari Ishaaq, dari Al-Haarits, ia berkata
: Telah berkata ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu : “Apabila seorang wanita
sujud, hendaklah ia mengumpulkan kedua pahanya”.
[4]
Telah mengkhabarkan kepada kami Abu
bakr Muhammad bin Muhammad : Telah memberitakan Abul-Husain Al-Fasawiy : Telah
menceritakan kepada kami Abu ‘Aliy Al-Lu’lu’iy : Telah menceritakan kepada kami
Abu Daawud : Telah menceritakan kepada kami Sulaimaan bin Daawud : Telah
memberitakan Ibnu Wahb : Telah memberitakan Haiwah bin Syuraih, dari Saalim bin
Ghailaan, dari Yaziid bin Abi Habiib : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam pernah melewati dua orang wanita yang sedang shalat, lalu
beliau bersabda : “Apabila kalian sujud, maka kumpulkanlah sebagian
daging/tubuh ke bumi. Karena sesungguhnya wanita itu tidak melakukan hal itu
seperti laki-laki”.
[5]
“Allah ta’ala telah mendidik
para wanita dengan upaya menutupi, dan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam juga mendidik mereka dengan hal itu. Disukai bagi wanita ketika
sujud untuk mengumpulkan sebagian tubuh ke sebagian tubuh yang lainnya, dan
mendekatkan perutnya ke kedua pahanya. Ia sujud seperti menutup sesuatu yang
ada padanya. Begitu pulalah yang aku sukai baginya ketika rukuk, duduk, dan
keseluruhan shalat agar menjadikannya seperti menutupi sesuatu yang ada
padanya. Dan aku menyukai agar mengumpulkan/memegang jilbabnya dan
merenggangkannya ketika rukuk dan sujud, sehingga bajunya tidak menampakkan
bentuk tubuhnya”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar