A. DEFINISI KHAWARIJ
Khawarij adalah salah satu kelompok dari kaum muslimin yang mengkafirkan pelaku maksiat (dosa besar), membangkang dan memberontak terhadap pemerintah Islam, dan keluar dari jama’ah kaum muslimin.
Termasuk dalam kategori Khawarij, adalah
Khawarij generasi awal (Muhakkimah Haruriyah) dan sempalan-sempalannya,
seperti al-Azariqah, ash-Shafariyyah, dan an-Najdat –ketiganya sudah
lenyap– dan al-Ibadhiyah –masih ada hingga sekarang–. Termasuk pula
dalam kategori Khawarij, adalah siapa saja yang dasar-dasar jalan
hidupnya seperti mereka, seperti Jama’ah Takfir dan Hijrah. Atas dasar
ini, maka bisa saja Khawarij muncul di sepanjang masa, bahkan
betul-betul akan muncul pada akhir zaman, seperti telah diberitakan oleh
Rasulullah.
“Pada akhir zaman akan muncul suatu kaum
yang usianya rata-rata masih muda dan sedikit ilmunya. Perkataan mereka
adalah sebaik-baik perkataan manusia, namun tidaklah keimanan mereka
melampaui tenggorokan Maksudnya, mereka beriman hanya sebatas perkataan
tidak sampai ke dalam hatinya – red. Mereka terlepas dari agama;
maksudnya, keluar dari ketaatan – red sebagaimana terlepasnya anak panah
dari busurnya. Maka di mana saja kalian menjumpai mereka, bunuhlah!
Karena hal itu mendapat pahala di hari Kiamat.” (HR. Al Bukhari no.
6930, Muslim no. 1066)
B. JULUKAN BAGI KHAWARIJ
Khawarij memiliki banyak julukan, di antaranya:
1. Khawarij (Yang Keluar)
Dinamai demikian karena Nabi mensifati mereka bahwa mereka: “Akan keluar ketika terjadi perselisihan di antara kaum muslimin.”
2. Muhakkimah (Yang Berhukum)
Dinamai demikian karena mereka memisahkan diri dari pemerintahan Ali dan dari jamaah kaum muslimin karena masalah tahkim Menyerahkan keputusan kepada kesepakatan perwakilan masing-masing pihak yang telah disepakati.
3. Haruriyah
Dinamai demikian karena mereka memisahkan diri dari jamaah para sahabat lalu berkumpul jadi satu di sebuah tempat di Iraq yang bernama Harura.
4. Ahlu Nahrawan
Mereka dinamai demikian karena dinisbatkan kepada sebuah tempat bernama Nahrawan, di mana Ali memerangi mereka.
5. Asy-Syurrah (Yang Menjual)
Dinamai demikian karena mereka menyangka bahwa dengan memerangi kaum muslimin mereka telah menjual diri mereka demi meraih keridhaan Allah.
6. Mariqah (Yang Terlepas)
Dinamai demikian karena Nabi menamai dan mensifati mereka dengan nama itu (yaitu ‘Mereka terlepas dari agama seperti terlepasnya anak panah dari busurnya’).
7. Mukaffirah (Yang Mengkafirkan)
Dinamai demikian karena mereka telah mengkafirkan kaum muslimin pelaku dosa besar dan yang menyelisihi mereka. Inilah sifat orang-orang yang mengikuti jalan hidup Khawarij di sepanjang zaman.
8. Saba’iyyah (Pengikut Abdullah bin Saba’)
Dinamai demikian karena awal kemunculan mereka dimulai dari fitnah (pemikiran) yang dipicu oleh seorang Yahudi bernama Abdullah bin Saba’ (pendiri Syi'ah).
9. Nashibah (Yang Memancang)
Dinamai demikian karena mereka memancangkan permusuhan dan kebencian kepada Ali dan keluarganya.
C. FIRQAH KHAWARIJ: FIRQAH PERTAMA KAUM MUSLIMIN
Pada masa pemerintahan Abu Bakar, Umar,
dan Utsman, semua perselisihan yang terjadi tidak memunculkan perpecahan
dan firqah (kelompok). Semua perselisihan yang terjadi bisa diakhiri
dengan ijmak (kesepakatan), mengambil pendapat mayoritas, mengamalkan
pendapat imam atau tokoh, atau masing-masing pihak mengambil ijtihadnya
tetapi memberi toleransi terhadap pihak lain, sehingga tidak sampai
menimbulkan perpecahan atau pemisahan diri dari jamaah kaum muslimin dan
pemerintahnya.
Tatkala sebagian orang-orang yang datang
ke Madinah menuntut kepada Utsman; pada mulanya mereka belum menampakkan
keinginan memisahkan diri dan belum menuntut agar kekuasaan diserahkan
kepada mereka atau kepada salah seorang tertentu. Mereka saat itu hanya
menuntut agar imam (Utsman) mundur (lengser) dari kekuasaannya secara
sukarela atau dilengserkan oleh Ahlul Halli wal Aqdi; kemudian memilih
imam yang disetujui mereka. Menurut mereka hal itu dilakukan dalam
rangka amar makruf nahi munkar.
Tatkala Utsman terbunuh, terjadilah
fitnah yang pada akhirnya memicu pecahnya Perang Jamal dan Perang
Siffin. Ketika itulah, muncul furqah (perpecahan) pertama dari kaum
muslimin dan imamnya, yaitu dengan munculnya kelompok Khawarij dan
kelompok Syi’ah, pada tahun 37 dan 38 Hijriah. Kedua firqah tersebut
muncul dari tengah-tengah fitnah dan berasal dari benih yang sama, yaitu
Saba’iyyah. Meskipun di antara keduanya memiliki perbedaan-perbedaan
yang mendasar dalam hal prinsip dasar, pendapat dan sikap.
C.PRINSIP/MANHAJ/PERILAKU KAUM KHAWARIJ
1. Mengkafirkan pelaku dosa besar dan
mensikapi pelakunya sebagai orang kafir, baik dalam hal hukum, negeri,
muamalah, maupun perang.
2. Khuruj (keluar) dari pemerintah kaum
muslimin, umumnya dengan keyakinan dan praktek, atau kadang-kadang
dengan salah satunya (keyakinan saja atau praktek saja).
3. Khuruj (memisahkan diri) dari jamaah kaum muslimin dan menyikapi mereka sebagai orang kafir.
4. Keliru dalam memaknai nas-nas
(dalil-dalil) tentang amar makruf nahi mungkar, dan menjadikannya
sebagai dalih untuk menyelisihi dan keluar dari imam, dan (untuk)
memerangi setiap orang yang menyelisihi mereka.
5. Di kalangan mereka banyak penghafal
al-Qur’an namun jahil, dan (banyak di antara mereka) adalah orang-orang
Arab Badui (kampung). Dan umumnya mereka -sebagaimana yang disebutkan
oleh Nabi- “Rata-rata masih muda dan sedikit ilmunya.”
6. Tampil dengan penampilan orang-orang
saleh, banyak ibadah -seperti shalat dan puasa-, bekas sujud, kebiasaan
menyingsingkan pakaian, dan sayunya wajah karena banyak begadang. Banyak
di antara mereka yang kelihatan wara’ (namun tidak dengan pemahaman
yang benar), jujur, dan zuhud disertai sikap berlebih-lebihan dalam
agama -sebagaimana yang disebutkan oleh Nabi “Kalian akan menganggap
kurang shalat kalian dibandingkan shalat mereka.”
7. Lemahnya pemahaman terhadap din
(agama) dan minimnya bekal ilmu syar’i sebagaimana yang digambarkan oleh
Rasulullah bahwa “Mereka membaca al-Qur’an tetapi (bacaan mereka) tidak
melampaui tenggorokan mereka.”
8. Tidak ada seorang pun dari kalangan
sahabat, imam, ulama, dan ahli fiqih yang bergabung dengan kelompok
Khawarij. Ibnu Abbas berkata kepada kaum Khawarij (ketika berdialog
dengan mereka), “Tidak seorang pun dari sahabat yang bersama kalian.”
9. Terpedaya dengan merasa berilmu, dan
meremehkan ulama, sampai-sampai mereka merasa lebih alim dibandingkan
dengan Ali, Ibnu Abbas, dan seluruh Sahabat.
10. Salah dalam metode pengambilan dalil
(istid-lal), yaitu ketika mengambil ayat-ayat wa’id (ancaman Allah) dan
meninggalkan ayat-ayat wa’d (janji Allah), dan menggunakan ayat-ayat
tentang orang-orang kafir untuk diterapkan kepada kaum muslimin yang
menyelisihi mereka.
11. Bodoh terhadap Sunnah karena pada umumnya mereka menganggap cukup hanya berdalil dengan al-Qur’an.
12. Cepat memvonis dan mensikapi orang yang menyelisihi mereka tanpa tatsabbut (meneliti).
13. Menghukumi isi hati dan menuduh berdasar prasangka.
14. Bersikap kasar, kaku, dan keras dalam menghukum, bermuamalah, berperang dan berdebat.
15. Berpandangan sempit, terburu-buru mengambil keputusan dan kurang sabar.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah telah
merinci manhaj, prinsip, dan ciri-ciri mereka di banyak tempat dalam
kitab-kitab beliau. Di antara yang beliau sebutkan adalah:
1. Kebodohan mereka. Beliau berkata,
“Mereka orang-orang yang bodoh. Mereka memisahkan diri dari Ahlus Sunnah
wal Jamaah dengan dasar kebodohan.” (Al-Minhaj III/464).
2. Anggapan mereka bahwa para imam
(pemimpin/ulama) dan jamaah kaum muslimin telah sesat. Beliau berkata,
“Pangkal kesesatan mereka adalah keyakinan mereka bahwa para imam
(pemimpin/ulama) dan jamaah kaum muslimin telah berbuat tidak adil dan
sesat.” (Al-Fatawa XXVIII/497).
3. Manhaj mereka telah rusak karena
meninggalkan Sunnah, di samping kesalahan mereka dalam menghukum. Beliau
berkata, “Mereka memiliki dua ciri yang masyhur; yang dengannya mereka
memisahkan diri dari kaum muslimin dan imamnya. Pertama, (mereka)
meninggalkan Sunnah. Kedua, menganggap sesuatu sebagai kejelekan padahal
bukan kejelekan dan (sebaliknya menganggap) sesuatu sebagai kebaikan
padahal bukan kebaikan.” (Al-Fatawa XIX/72).
4. Anggapan mereka yang keliru tentang
Nabi, yaitu bahwa bisa saja beliau salah dalam sesuatu, seperti berbuat
curang (tidak adil).
Beliau berkata, “Khawarij telah bersikap
keterlaluan terhadap diri Nabi, sampai kepada batas menyatakan bahwa
bisa saja Nabi berbuat curang (tidak adil) dan salah dalam sunnahnya,
sehingga mereka tidak harus taat dan ittiba’ (mengikuti). Mereka hanya
mau menerima al-Qur’an dan menolak Sunnah yang -dalam dakwaan mereka-
menyelisihi zhahir (teks) al-Qur’an.” (Al-Fatawa XIX/73).
5. Mengkafirkan pelaku dosa (besar),
menghalalkan darah dan harta kaum muslimin, dan menganggap negeri mereka
(kaum muslimin) sebagai negeri kafir yang boleh diperangi. Beliau
berkata, “Firqah yang kedua tentang Khawarij dan ahli bid’ah, bahwa
mereka (Khawarij) telah mengkafirkan pelaku dosa (besar) dan kesalahan
sehingga mereka menghalalkan darah dan harta kaum muslimin, dan
(menganggap) negeri-negeri Islam (Darul Islam) sebagai negeri kafir yang
boleh diperangi (Darul Harbi). Sedangkan negeri mereka adalah negeri
Iman (Darul Iman).” (Al-Fatawa VI/73).
Khawarij generasi awal bukan termasuk
ahli kalam (filsafat) menurut makna istilah, namun mereka adalah ahli
jidal (debat) dan khusumah (suka berselisih). Dalam tahap ini
perkataan-perkataan Khawarij tampak jauh dari pengaruh filsafat (kalam),
penuhanan akal, dan takwil Yaitu menyimpangkan makna asal kepada makna
lain tanpa dalil.
Hal tersebut baru tampak pada Khawarij setelah kemunculan Mu’tazilah dan Ahli Kalam dari kalangan Syi’ah.
Adapun pergeseran Syi’ah hingga
terpengaruh oleh paham Mu’tazilah dan Jahmiyah adalah setelah kemunculan
Zaidiyyah (sekte dalam Syi’ah), namun kemudian menjadi Rafidhah
Imamiyyah (Syi’ah Imamiyah Itsna ‘Asyariyah). Di mana pada waktu itu
abad ke 2 H sudah ada Musyabbihah (Yaitu kelompok atau orang yang
menyerupakan Allah dengan makhluq-Nya atau sebaliknya – red) kemudian
Mu’tazilah Jahmiyah.
Demikian pula, Khawarij yang terus ada
yaitu Ibadhiyyah. Mereka selain tetap berpegang kepada prinsip-prinsip
Khawarij juga menambahnya dengan mengadopsi aqidah Jahmiyah, Mu’tazilah,
dan Ahli Kalam
.
Abu al-Hasan al-Asy’ari (wafat tahun 324
H) menyebutkan dalam kitabnya Maqalat Islamiyah perkataan-perkataan
Khawarij ketika itu.
1. Tentang tauhid, sama seperti perkataan Mu’tazilah.
2. Tentang al-Qur’an, seluruhnya menyatakan al-Qur’an makhluk.
3. Tentang takdir, sebagian mengikuti Mu’tazilah (Qadariyah) -yang menolak takdir- dan sebagian menetapkan takdir.
4. Tentang al-wa’id (ancaman), sama dengan perkataan Mu’tazilah.
5. Tentang pedang (perang), semua Khawarij berpendapat demikian (bolehnya memerangi -siapa saja- yang menyelisihi mereka).
2. Tentang al-Qur’an, seluruhnya menyatakan al-Qur’an makhluk.
3. Tentang takdir, sebagian mengikuti Mu’tazilah (Qadariyah) -yang menolak takdir- dan sebagian menetapkan takdir.
4. Tentang al-wa’id (ancaman), sama dengan perkataan Mu’tazilah.
5. Tentang pedang (perang), semua Khawarij berpendapat demikian (bolehnya memerangi -siapa saja- yang menyelisihi mereka).
D. SEBAB-SEBAB MUNCULNYA KHAWARIJ SEPANJANG MASA
1. Minimnya ilmu agama, atau mengambil ilmu tanpa manhaj (cara) yang benar.
2. Sikap ekstrim dalam beragama.
3. Semangat tinggi tanpa bekal ilmu dan hikmah.
4. Menjauhi ulama dengan tidak belajar dan mencontoh mereka.
5. Merasa berilmu, dan merasa lebih tinggi daripada ulama dan orang lain secara umum.
6. Usia belia lagi kurang pengalaman.
7. Menyebarnya kemungkaran, kerusakan serta kezaliman di tengah-tengah masyarakat, dan pada saat yang bersamaan kurang atau bahkan tidak ada amar makruf nahi mungkar.
8. Kebencian kepada realita keadaan yang dihadapi dan masyarakatnya.
9. Ancaman dan rintangan musuh terhadap para pemuda dan dakwah serta tipu daya kepada agama dan penganutnya.
10. Kurang sabar dan lemahnya hikmah dalam berdakwah.
2. Sikap ekstrim dalam beragama.
3. Semangat tinggi tanpa bekal ilmu dan hikmah.
4. Menjauhi ulama dengan tidak belajar dan mencontoh mereka.
5. Merasa berilmu, dan merasa lebih tinggi daripada ulama dan orang lain secara umum.
6. Usia belia lagi kurang pengalaman.
7. Menyebarnya kemungkaran, kerusakan serta kezaliman di tengah-tengah masyarakat, dan pada saat yang bersamaan kurang atau bahkan tidak ada amar makruf nahi mungkar.
8. Kebencian kepada realita keadaan yang dihadapi dan masyarakatnya.
9. Ancaman dan rintangan musuh terhadap para pemuda dan dakwah serta tipu daya kepada agama dan penganutnya.
10. Kurang sabar dan lemahnya hikmah dalam berdakwah.
E. FENOMENA KHAWARIJ MASA KINI
Kalau diperhatikan, fenomena Khawarij masa kini ada dua macam.
Pertama, yang manhajnya sama persis dengan manhaj Khawarij,
baik dalam prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan sikap. Contohnya, kelompok
yang disebut sebagai Jama’ah Takfir dan Hijrah atau yang disebut
Jama’atul Muslimin (Jama’ah Islamiyah).
Kedua, yang memiliki salah satu atau banyak ciri dari ciri-ciri Khawarij,
baik dalam masalah aqidah, hukum, sikap, manhaj, atau syiar dan
lain-lain. Maksudnya pada mereka belum terpenuhi ciri-ciri itu semuanya
sehingga bisa digolongkan sebagai Khawarij yang tulen.
Jenis yang kedua ini banyak terdapat pada
individu dan jamaah-jamaah baru dalam bentuk fenomena, pemikiran,
syiar, dan sikap yang belum mengkristal. Namun, apabila tidak segera
diobati dan diluruskan, maka bisa menjadi Khawarij yang sebenarnya
sebagaimana yang ada pada Jama’ah Takfir dan Hijrah.
Kemudian, fenomena tersbut tersebar dalam
bentuk yang lebih besar di antara dua kelompok. Pertama, sekelompok
pemuda belia yang minim ilmu dan pengalamannya Kedua, berbagai kelompok
ahli tsaqafah (wawasan keislaman) dan (juru) dakwah dari kalangan
orang-orang yang punya semangat agama namun minim ilmu atau fiqih
syar’i. Khususnya, mereka yang membidangi spesialisasi tertentu dan ilmu
yang bukan ilmu syar’i, namun kemudian tampil sebagai juru dakwah.
1. Kebanyakan kaum muslimin berpaling
dari ajaran agama mereka, baik aqidah, syariat, maupun akhlak. Mereka
berpaling dari agama dalam bentuk yang tidak pernah terjadi dalam
sejarah Islam sebelumnya.
Akibatnya, mereka terjerumus ke dalam
kehidupan yang sempit serta celaka. Allah berfirman,
“Berkatalah ia, ‘Ya Tuhanku, mengapa
Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya
adalah seorang yang melihat?’” (QS. Thaha: 125)
Fenomena berpaling dari agama ini tampak jelas dalam kehidupan kebanyakan kaum muslimin dewasa ini, di antaranya:
1. Banyaknya bid’ah dan aqidah yang rusak sehingga menghasilkan perpecahan dan perselisihan dalam agama.
2. Berpaling diri dan bodoh terhadap manhaj salaf, bahkan menganggapnya sebagai sesuatu yang asing dan aneh.
3. Sekulerisme yang tampil secara terang-terangan di banyak negeri Islam.
4. Kerusakan, kemungkaran, dan hal-hal yang menjijikan tersebar luas.
5. Gandrung kepada syi’ar-syi’ar/simbol-simbol yang merusak dan pemikiran-pemikiran ‘dari luar’.
Semua hal di atas kemudian memicu emosi
para pemuda yang memiliki ghirah (semangat) keagamaan. Tatkala tidak
terlihat upaya yang serius untuk mengubah keadaan, mereka lantas tampil
membendung segala penyimpangan tersebut tanpa dilandasi ilmu dan hikmah.
2. Merajalelanya berbagai macam bentuk
kezaliman, dari mulai kezaliman individu, masyarakat, pemerintah, hingga
kezaliman sebuah masyarakat terhadap masyarakat yang lain, yang
semuanya menafikan tujuan utama syariat dan perintah Allah dan
rasul-Nya, yaitu menegakkan keadilan dan menghilangkan kezaliman.
3. Penguasaan orang-orang kafir (Yahudi,
Nashrani, Atheis, dan Musyrikin) dalam hal-hal yang berkaitan dengan
kemaslahatan kaum muslimin. Campur tangan mereka dalam urusan dalam
negeri-negeri Islam, melakukannya lewat penjajahan dan perang pemikiran,
informasi dan ekonomi, dengan berkedok kepentingan bersama, aturan
internasional atau sejenisnya sehingga seluruh umat menyerbu kita dari
segala penjuru dengan berbagai kepentingan, kerakusan, tipu daya dan
kebencian. Dan itu semua mengakibatkan emosi dan kemarahan berbagai
kelompok pemuda ahli tsaqafah dan ghirah karena merasa teraniaya dan
terhina.
4. Perang terhadap pengamalan agama dan
Sunnah. Orang-orang saleh yang berpegang teguh dengan Sunnah dan para
ulama yang melakukan amar makruf nahi munkar dipersempit geraknya,
sementara orang-orang fasik dan rusak diperluas geraknya. Dan ini jelas
penyebab terbesar bangkitnya emosi ahli ghirah dan istiqamah.
5. Kesenjangan antara ulama dan pemuda.
Kebanyakan negeri Islam, kita dapati ulamanya -yang memilki ilmu, fiqih,
hikmah dan pengalaman- jauh dan asing dari kebanyakan para pemuda,
sehingga semangat dan obsesi mereka terpisah dari ulamanya. Bisa jadi
pemikiran mereka tentang ulamanya tidak sebagaimana mestinya sebagai
dampak pengajaran yang salah yang dilakukan oleh jamaah-jamaah yang ada.
6. Kekeliruan manhaj dakwah masa kini.
Kebanyakan jamaah dakwah mendidik
pengikutnya semata-mata karena urusan perasaan dan pujian-pujian
duniawi, dari masalah politik, ekonomi dan sejenisnya. Mereka mencekoki
pemikiran dan pemahaman anggotanya tanpa pendasaran syar’i, dampaknya
saling berdebat dengan siapa saja yang berbeda dengan mereka tanpa
hikmah. Dalam waktu yang sama mereka melalaikan kewajiban terbesar dalam
dakwah, yaitu penanaman aqidah yang bersih, memahamkan agama dan
membersihkan diri dari hawa nafsu dan fanatisme kelompok.
7. Tampilnya anak muda belia yang jahil dalam medan dakwah.
Tampilnya anak muda belia dalam medan
dakwah kemudian mengangkat sebagian dari mereka yang jahil itu sebagai
pemimpin; maka berfatwalah mereka tanpa ilmu, menghukumi berbagai urusan
tanpa fiqih, ikut tampil dalam urusan-urusan besar tanpa pengalaman,
pemikiran mendalam dan tanpa merujuk kepada ulama.
Bahkan ironisnya mereka meremehkan ulama,
tidak menempatkan kedudukan mereka sebagaimana mestinya. Khususnya
tatkala fatwa-fatwa mereka berbeda dengan selera hawa nafsu, keinginan
dan sikap mereka.
Maka muncullah komentar sumbang terhadap
ulama “pengecut”, “suka basa-basi”, “kurang peka dan tanggap” dan
lain-lain. Itu semua berdampak terjadinya perpecahan dan menanamkan
benih-benih kebencian kepada ulama dan menjatuhkan martabat mereka yang
semakin memperparah keadaan kaum muslimin, baik secara ukhrawi maupun
dunawi.
8. Sikap ekstrim dalam beragama.
Ekstrim dan keluar batas dalam pelaksanaan agama telah diperingatkan oleh Nabi, di antara sabdanya,
“Sesungguhnya agama ini mudah dan
tidaklah seseorang berlebih-lebihan dalam beragama melainkan dia merasa
berat dengannya Maksudnya, orang yang berlebih-lebihan dalam mengamalkan
agama, tidak mengambil rukhshah maka dia akan keberatan yang akhirnya
akan malas dan meninggalkannya. Bukan maksudnya berusaha beramal dengan
amalan yang paling bagus, karena justru diperintahkan.” (Nasa’i no.
5034, lihat Shahih al Bukhari no. 34).
Sikap ekstrim ini kebanyakan adalah
dampak dari minimnya fiqih (kepahaman) dalam din (agama). Dan keduanya,
yakni ekstrim dan minimnya fiqih agama termasuk ciri yang paling jelas
diantara ciri-ciri Khawarij; dan karena dua hal inilah kebanyakan orang
terjerumus ke dalam kancah Khawarij.
9. Kuatnya ghirah (semangat/kecemburuan) dan athifiyah (perasaan) terhadap agama, tanpa dilandasi fiqih dan hikmah.
Adalah sesuatu yang terpuji jika
seseorang memiliki ghirah (kecemburuan) terhadap pelanggaran syari’at
dan agama Allah, namun harus terpenuhi syarat hikmah, fiqh, bashirah
(ilmu dan keyakinan) dan tinjauan maslahat dan mudharat.
Dan jika syarat-syarat tersebut tidak
terpenuhi maka pelampiasan ghirah hanya akan menghasilkan sikap ekstrim,
kaku dan ketergesa-gesaan. Inilah yang terjadi pada sekelompok pemuda
dan ahli tsaqafah dengan ghirah mereka, dan inilah sebagian dari
kehidupan Khawarij yang tidak akan membuat baik dan lurus urusan kaum
muslimin, baik dunia maupun agamanya.
10. Rusaknya media massa.
Media massa dewasa ini pada umumnya
benar-benar telah menjadi alat seruan setan kepada kesesatan, bid’ah,
dan perbuatan hina. Memerangi keutamaan dan kebaikan serta para
pelakunya. Sementara media massa penyebar kebenaran sangat jarang dan
terjepit. Jelas ini adalah kemungkaran dan makar yang besar yang
membangkitkan ghirah (semangat/kecemburuan) setiap mukmin.
Namun sangat disayangkan kalau ghirah
tersebut tidak dibarengi dengan ilmu, kesabaran dan hikmah. Dan
(disayangkan pula) apabila para pembimbing yang lurus juga sedikit atau
tidak memiliki perhatian (dalam masalah ini).
Akhirnya, dari berbagai penjelasan bentuk
fenomena, tanda-tanda dan kecenderungan Khawarij di atas, dimana
sebagian atau kebanyakan telah ada di negeri-negeri Islam, maka
hendaknya lebih diperhatikan dan diwaspadai agar dapat dijauhi, sebagai
upaya menyelamatkan diri dari terjerumus ke dalam hawa nafsu serta
bid’ah yang mengerikan sebagaimana yang telah diuraikan.
Wallahu A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar