Sesama muslim ada yang antipati dengan nasehat. Padahal maksud saudaranya itu baik. Saudaranya sangat mencintainya, ingin amalannya lurus dan sesuai ajaran baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun ada yang menuduh nasehat tersebut berarti memerangi sesama muslim. Ada yang menuduh nasehat tersebut adalah watak Yahudi yang ingin memerangi umat Islam. Wallahul musta’an. Kenapa tidak mau berhusnuzhan pada saudara kita yang menasehati?
Ketika kita mengajarkan Al Qur’an pada murid-murid kita, saat ia salah dalam hal tajwid, seharusnya dibaca 6 harokat, dia hanya membacanya 2 harokat, lalu kita perbaiki, apa kita yang betulkan itu salah?
Kenapa ada yang berkomentar bahwa saat
kita menasehati saudara-saudara kita yang amalannya keliru karena tidak
sesuai dengan ajaran Nabi, lantas kita malah yang dituduh memerangi
sesama muslim?
Terus apa kemungkaran dibiarkan begitu saja?
Apa kita biarkan saja kaum muslimin tidak memahami ajaran Nabi dan tidak memahami Islam yang benar?
Berikut nasehat Ibnu Taimiyah yang
menjelaskan pentingnya amar ma’ruf nahi mungkar, mengajak sesama muslim
pada kebaikan dan melarang muslim yang lain dari kemungkaran secara umum
(syirik, bid’ah maupun maksiat)
.
Allah Ta’ala berfirman,
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari
yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imron: 110)
Sebagian ulama salaf mengatakan, “Mereka
bisa menjadi umat terbaik jika mereka memenuhi syarat (yang disebutkan
dalam ayat di atas). Siapa saja yang tidak memenuhi syarat di atas, maka
dia bukanlah umat terbaik.”
Para salaf mengatakan, telah disepakati
bahwa amar ma’ruf nahi munkar itu wajib bagi insan. Namun wajibnya
adalah fardhu kifayah, hal ini sebagaimana jihad dan mempelajari ilmu
tertentu serta yang lainnya. Yang dimaksud fardhu kifayah adalah jika
sebagian telah memenuhi kewajiban ini, maka yang lain gugur
kewajibannya. Walaupun pahalanya akan diraih oleh orang yang
mengerjakannya, begitu pula oleh orang yang asalnya mampu namun saat itu
tidak bisa untuk melakukan amar ma’ruf nahi mungkar yang diwajibkan.
Jika ada orang yang ingin beramar ma’ruf nahi mungkar, wajib bagi yang
lain untuk membantunya hingga maksudnya yang Allah dan Rasulnya
perintahkan tercapai. Allah Ta’ala berfirman,
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan melampaui batas.” (QS. Al Maidah: 2)
Setiap rasul yang Allah utus dan setiap kitab yang Allah turunkan, semuanya mengajarkan amar ma’ruf nahi mungkar.
Yang dimaksud ma’ruf adalah segala istilah yang mencakup segala hal yang dicintai dan diridhoi oleh Allah.
Yang dimaksud munkar adalah segala istilah yang mencakup segala hal yang dibenci dan dimurkai oleh Allah.
Meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar
adalah sebab datangnya hukuman dunia sebelum hukuman di akhirat.
Janganlah menyangka bahwa hukuman meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar
bukan hanya menimpa orang yang zholim dan pelaku maksiat, namun boleh
jadi juga menimpa manusia secara keseluruhan.
Orang yang melakukan amar ma’ruf
hendaklah orang yang faqih (paham) terhadap yang diperintahkan dan faqih
(paham) terhadap yang dilarang. Begitu pula hendaklah dia halim
(santun) terhadap yang diperintahkan, begitu pula terhadap yang
dilarang. Hendaklah orang tersebut orang yang ‘alim terhadap apa yang ia
perintahkan dan larang. Ketika dia melakukan amar ma’ruf nahi munkar,
hendaklah ia bersikap lemah lembut terhadap apa yang ia perintahkan dan
ia larang. Lalu ia harus halim dan bersabar setelah ia beramar ma’ruf
nahi munkar. Sebagaimana Allah berfirman dalam kisah Luqman,
وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
“Dan suruhlah (manusia) mengerjakan
yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian
itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (QS. Luqman: 17)
Ketahuilah bahwa orang yang memerintahkan
pada yang ma’ruf dan melarang dari yang munkar termasuk mujahid di
jalan Allah. Jika dirinya disakiti atau hartanya dizholimi, hendaklah ia
bersabar dan mengharap pahala di sisi Allah. Sebagaimana hal inilah
yang harus dilakukan seorang mujahid pada jiwa dan hartanya. Hendaklah
ia melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar dalam rangka ibadah dan taat
kepada Allah serta mengharap keselamatan dari siksa Allah, juga ingin
menjadikan orang lain baik. Janganlah ia melakukan amar ma’ruf nahi
munkar untuk tujuan mencari kedudukan mulia atau kekuasaan. Janganlah ia
melakukannya karena bermusuhan atau benci di hatinya pada orang yang
diajak amar ma’ruf nahi munkar. Janganlah ia melakukannya dengan
tujuan-tujuan semacam ini.
Kadang memerintahkan pada yang kebaikan
itu dengan cara yang baik dan tidak membawa dampak jelek. Kadang pula
mencegah kemungkaran dilakukan dengan baik tanpa membawa dampak jelek.
Sebaliknya jika menghilangkan kemungkaran malah dengan cara yang mungkar
pula (bukan dengan cara yang baik), maka itu sama saja seseorang ingin
mensucikan khomr (yang najis kata sebagian ulama, pen), dengan air
kencing (yang najis pula, pen). Siapa yang melarang kemungkaran namun
malah dengan yang mungkar, maka itu hanya membawa banyak kerusakan
daripada mendapatkan keuntungan. Kadang kerugian itu sedikit atau
banyak. Wallahu a’lam.
(Risalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, penjelasan firman Allah: Kuntum khoiro ummati ukhrijat linnaas dalam Al Majmu’atul ‘Aliyyah min Kutub wa Rosail wa Fatawa Syaikhul Islam Ibni Taimiyah, terbitan Dar Ibnil Jauzi, cetakan pertama, Muharram 1422 H, hal. 62-65).
Moga Allah menjadikan kita umat terbaik dengan gemar beramar ma’ruf nahi mungkar yang didasari ilmu, lemah lembut dan sabar.
Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar