Minggu, 11 Mei 2014

FENOMENA USTADZ MENGAMUK!!!



Baru-baru ini sedang rame org membiarakn Ustad Hariri yg ngamuk dg menginjak operator sound system dg lututnya. Bagaimna islam menilai hal ini? masalahnya, ada beberapa org yg justru menyudutkan para ustat, gara-gara kasus itu.


Rekaman videonya bisa dilihat di: http://www.youtube.com/watch?v=Nzyhs6Sp6zc

Mohon pencerahannya.

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengingatkan akan berharganya ulama,

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبِضُ العِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ العِبَادِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ العِلْمَ بِقَبْضِ العُلَمَاءِ، حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا، فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ، فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu dari para hamba-Nya sekali cabut. Namun Dia mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama. Sehingga ketika tidak tersisa ulama, masyarakat akan menobatkan orang-orang bodoh (sebagai tokoh), merekapun ditanya masalah agama, lalu tokoh itu memberi fatwa tanpa ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan. (HR. Bukhari 100, Muslim 2673, dan yang lainnya)

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

سيأتي بعدكم زمان قليل علماؤه كثير خطباؤه
Akan datang berbagai zaman setelah kalian (generasi sahabat), ulamannya sedikit, namun yang pinter ngomong banyak. (Fadhlu Ilmi Salaf ala Khalaf, Ibnu Rajab, hlm. 5)

Umumnya masyarakat kita, masih menjadikan standar kompetensi dan keilmuan seseorang terhadap masalah agama, diukur dari kemampuan mereka dalam menyampaikan ceramah. Orang yang bisa ceramah bagus, menarik, lucu, digemari ibu-ibu, bisa mendadak jadi ustad, sekalipun dia seorang artis. Cukup wajahnya dipermak, tambah celak, pakaian serba putih, bisa manggung ke mana-mana.Hingga untuk pemilihan kelayakan ustad, harus diadakan audisi dai se-indonesia.

Inilah, bukti kebenaran sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas dan keterangan sahabat Ibnu Masud radhiyallahu ‘anhu. Standar ulama bukan lagi ilmunya, kemampuannya dalam berpidato.

Karena itulah, kami senantiasa menyarankan kepada kaum muslimin untuk tidak bosan-bosannya belajar, mengkaji sumber agama islam, al-Quran dan sunah, sesuai pemahaman para sahabat. Jadikan pemahaman sahabat sebagai standar, karena mereka adalah para murid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dari kasus ’ustat ngamuk’ yang anda sampaikan, ada beberapa catatan yang perlu kita perhatikan, agar kita bisa menyimpulkan dengan bijak,

Pertama, bahwa siapapun manusia, dia tidak lepas dari dosa dan maksiat. Sekalipun dia ustad, kyai, tokoh agama, atau bahkan habib sekalipun, mereka tidak akan lepas dari dosa dan kesalahan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan,

كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
Semua manusia, sering berbuat dosa. Dan sebaik-sebaik orang yang berbuat dosa, adalah mereka yang banyak bertaubat. (HR. Ahmad 13049, Turmudzi 2499, Ibnu Majah 4251, dan dihasankan al-Albani).

Oleh karena itu, jika kita pernah mendengar bahwa ada tingkatan manusia yang dia mencapai derajat maksum (suci dari dosa), padahal dia bukan nabi, ada kedudukan kiyai yang maksum, atau habib itu maksum, semua ini adalah klaim 100% dusta.

Hadis ini juga memberikan pelajaran bagi kita bahwa manusia sangat butuh untuk banyak bertaubat, karena saking banyaknya dosa yang dia lakukan.

Dulu kita sempat dikejutkan dengan kasus habib cabul, penjahat kelamin. Ketika dia diperkarakan, dia beralasan bahwa ketika itu dia berada dalam fase kasyaf, yang kemudian diwujudkan dengan melakukan tindak kriminal sodomi.

Baru-baru ini ada salah satu ustad yang sering nongol di TV, yang mengejar-ngejar salah satu jamaahnya untuk berzina atas nama nikah mutah. Padahal sang ibu muda ini sudah bersuami dan sang ustad juga sudah beristri. Dia menggunakan nama mut’ah, untuk mengelak dari tuduhan selingkuh.
Kita berlindung dari mereka para penista agama yang berkedok dengan label habib atau ustad.
Kedua, bahwa islam berlepas diri semua tindakan kriminal dan kedzaliman yang dilakukan oleh kaum muslimin. Agama tidak disalahkan, karena tindakan kriminal yang dilakukan penganutnya.

Dulu ketika Timothy McVeigh melakukan pengeboman di Gedung Federal Alfred, Oklahoma City, tidak kita jumpai ada orang yang menyudutkan agama. Timothy ketika itu beragama Katolik. Dan tidak pernah kita dengar ada orang yang menyalahkan Paus vatikan, gara-gara ulah penganutnya.

Adanya kaum muslimin yang melakukan pengeboman dan tindak teroris, atau tindak kriminal lainnya, atau bahkan ustad yang menginjak kepala orang, atau habib yang menjadi penjahat kelamin, islam berlepas diri dari perbuatan mereka. Karena islam tidak pernah mengajarkan perbuatan itu, dan tidak pula menanamkan prinsip itu kepada masyarakatnya.

Ketiga, bahwa model pakaian, sama sekali tidak mewakili ketaqwaan.

Tidak semua orang yang memakai jubah adalah muslim yang baik. Tidak pula yang keliling memakai surban, layak disebut ulama. karena semua ini permak luar yang bisa dilakukan dalam sekejap.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
Sesungguhnya Allah tidaklah melihat penampilan kalian, atau harta kalian. Namun Allah melihat hati kalian dan amal kalian. (HR. Muslim 2564 & Ibnu Majah 4143).

Itulah standar yang benar dalam menentukan tingkat keshalehan seseorang; hati dan amal perbuatannya. Mengingat ’hatinya’ tidak mungkin kita lihat, maka standar bagi kita dalam menilai baik dan buruknya orang lain kembali kepada amalnya. Kita perhatikan kesesuaian amal perbuatannya dengan ajaran al-Quran dan sunah. Sekalipun penampilannya biasa saja.

Seorang ulama menasehatkan,

الحق لا يعرف بالرجال، اعرف الحق تعرف رجاله
Kebenaran tidak dikenali melaluli orang yang mengatakannya. Pahamilah kebenaran, sehingga anda akan memahami siapa tokoh kebenaran.

Jangan karena semata yang berpendapat itu habib kemudian kita nilai pasti benar. Karena standar kebenaran bukan manusia.

Sekali lagi, terus belajar dan belajar agama dengan benar. Gunakan pemahaman sahabat sebagai standar, karena merekalah yang paling paham dengan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Allahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar