Para pembaca yang budiman -semoga Allah menunjuki kita kepada kebenaran-. Salaf dan salafi mungkin merupakan kata yang masih asing bagi sebagian orang atau kalau toh sudah dikenal namun masih banyak yang beranggapan bahwa istilah ini adalah sebutan bagi suatu kelompok baru dalam Islam. Lalu apa itu sebenarnya salaf? Dan apa itu salafi? Semoga tulisan berikut ini dapat memberikan jawabannya.
Pengertian Salaf
Salaf secara bahasa berarti orang yang terdahulu, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah yang artinya, “Maka tatkala mereka membuat Kami murka, Kami menghukum mereka lalu kami tenggelamkan mereka semuanya (di laut). Dan Kami jadikan mereka sebagai SALAF dan contoh bagi orang-orang yang kemudian.”
(QS. Az Zukhruf: 55-56), yakni kami menjadikan mereka sebagai SALAF
-yaitu orang yang terdahulu- agar orang-orang sesudah mereka dapat
mengambil pelajaran dari mereka (salaf). Oleh karena itu, Fairuz Abadi
dalam Al Qomus Al Muhith mengatakan, “Salaf juga berarti
orang-orang yang mendahului kamu dari nenek moyang dan orang-orang yang
memiliki hubungan kekerabatan denganmu.” (Lihat Al Manhajus Salaf ‘inda Syaikh al-Albani, ‘Amr Abdul Mun’im Salim dan Al Wajiz fii Aqidah Salafish Sholih, Abdullah bin Abdul Hamid Al Atsary)
Kata ‘Salaf’ Tidaklah Asing di Kalangan Ulama
Mungkin banyak orang saat ini yang merasa
asing dengan kata salaf, namun kata ini tidaklah asing di kalangan
ulama. Imam Bukhari -ahli hadits terkemuka- menuturkan, “Rasyid bin
Sa’ad mengatakan, ‘Dulu para SALAF menyukai kuda jantan, karena kuda
seperti itu lebih tangkas dan lebih kuat’.” Kemudian Ibnu Hajar
menjelaskan dalam Fathul Bari bahwa salaf tersebut adalah para sahabat dan orang setelah mereka.
Imam Nawawi -ulama besar madzhab Syafi’i-
mengatakan dalam kitab beliau Al Adzkar, “Sangat bagus sekali doa para
SALAF sebagaimana dikatakan Al Auza’i rahimahullah Ta’ala, ‘Orang-orang keluar untuk melaksanakan shalat istisqo’ (minta
hujan), kemudian berdirilah Bilal bin Sa’ad, dia memuji Allah …’.”
Salaf yang dimaksudkan oleh Al Auza’i di sini adalah Bilal bin Sa’ad,
dan Bilal adalah seorang tabi’in. (Lihat Al Manhajus Salaf ‘inda Syaikh al-Albani)
Siapakah Salaf?
Salaf menurut para ulama adalah sahabat, tabi’in (orang-orang yang mengikuti sahabat) dan tabi’ut tabi’in (orang-orang yang mengikuti tabi’in). Tiga generasi awal inilah yang disebut dengan salafush sholih (orang-orang terdahulu yang sholih). Merekalah tiga generasi utama dan terbaik dari umat ini, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian generasi sesudahnya kemudian generasi sesudahnya lagi.” (HR. Ahmad, Ibnu Abi ‘Ashim, Bukhari dan Tirmidzi). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
mempersaksikan ‘kebaikan’ tiga generasi awal umat ini yang menunjukkan
akan keutamaan dan kemuliaan mereka, semangat mereka dalam melakukan
kebaikan, luasnya ilmu mereka tentang syari’at Allah, semangat mereka
berpegang teguh pada sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Lihat Al Wajiz fii Aqidah Salafish Sholih dan Mu’taqod Ahlis Sunnah wal Jama’ah, Dr. Muhammad Kholifah At Tamimi)
Wajib Mengikuti Jalan Salafush Sholih
Setelah kita mengetahui bahwa salaf adalah generasi terbaik umat ini, maka apakah kita wajib mengikuti jalan hidup salaf?
Allah telah meridhai secara mutlak para
salaf dari kaum muhajirin dan anshor serta kepada orang yang mengikuti
mereka dengan baik. Allah ta’alaberfirman yang artinya, “Orang-orang
yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan
muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik,
Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah
menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di
dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan
yang besar.” (QS. At-Taubah: 100). Untuk mendapatkan keridhaan yang mutlak ini, tidak ada jalan lain kecuali dengan mengikuti salafush sholih.
Allah juga memberi ancaman bagi siapa yang mengikuti jalan selain orang mukmin. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan
barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya,
dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia
leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan
ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.”
(QS. An-Nisa: 115). Yang dimaksudkan dengan orang-orang mukmin ketika
ayat ini turun adalah para sahabat (para salaf). Barangsiapa yang
menyelisihi jalan mereka akan terancam kesesatan dan jahannam. Oleh
karena itu, mengikuti jalan salaf adalah wajib.
Menyandarkan Diri Pada Salafush Sholih
Setelah kita mengetahui bahwa mengikuti jalan hidup salafush sholih adalah wajib, maka bolehkan kita menyandarkan diri pada salaf sehingga disebutsalafi (pengikut salaf)? Tidakkah ini termasuk golongan/kelompok baru dalam Islam?
Jawabannya kami ringkas sebagai berikut:
[1] Istilah salaf bukanlah suatu yang asing di kalangan para ulama, [2]
Keengganan untuk menyandarkan diri pada salaf berarti berlepas diri dari
Islam yang benar yang dianut oleh salafush sholih, [3] Kenapa
penyandaran kepada berbagai madzhab/paham dan pribadi tertentu seperti
Syafi’i (pengikut Imam Syafi’i) dan Asy’ari (pengikut Abul Hasan Al
Asy’ari) tidak dipersoalkan?! Padahal itu adalah penyandaran kepada
orang yang tidak luput dari kesalahan dan dosa!! [4] Salafi adalah
penyandaran kepada kema’shuman secara umum (keterbebasan dari kesalahan)
sehingga memuliakan seseorang, [5] Penyandaran kepada salaf bertujuan
untuk membedakan dengan kelompok lainnya yang semuanya mengaku bersandar
pada Al Qur’an dan As Sunnah, namun tidak mau beragama (bermanhaj)
seperti salafush sholih yaitu para sahabat dan pengikutnya. (Lihat Al Manhajus Salafi ‘inda Syaikh al-Albani).
Kesimpulannya sebagaimana dikatakan Syaikh Salim Al Hilali, “Penamaan salafi adalah bentuk penyandaran kepada salaf. Penyandaran
seperti ini adalah penyandaran yang terpuji dan cara beragama
(bermanhaj) yang tepat. Dan bukan penyandaran yang diada-adakan sebagai
madzhab baru.” (Limadza Ikhtartu Al Manhaj As Salaf)
Solusi Perpecahan Umat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan solusi mengenai perpecahan umat Islam saat ini untuk berpegang teguh pada sunnah Nabi dan sunnah khulafa’ur rasyidin -yang merupakan salaf umat ini-. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Dan
sesungguhnya orang yang hidup di antara kalian akan melihat
perselisihan yang banyak, maka berpegang teguhlah kalian terhadap
sunnahku dan sunnah khulafa’rosyidinyang mendapat petunjuk. Maka
berpegang teguh dengannya dan gigitlah dengan gigi geraham.” (Hasan Shohih, HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Jalan Salaf Adalah Jalan yang Selamat
Orang yang mengikuti jalan hidup Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabatnya (salafush sholih) inilah yang selamat dari neraka. Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Yahudi
telah terpecah menjadi 71 golongan; satu golongan masuk surga, 70
golongan masuk neraka. Nashrani terpecah menjadi 72 golongan; satu
golongan masuk surga, 71 golongan masuk neraka. Demi Dzat yang jiwa
Muhammad berada di tangan-Nya, umatku akan terpecah menjadi 73 golongan;
satu golongan masuk surga dan 72 golongan masuk neraka. Ada sahabat yang bertanya,’Wahai Rasulullah! Siapa mereka yang masuk surga itu?’ Beliau menjawab, ‘Mereka adalah Al-Jama’ah‘.” (HR. Ibnu Majah, Abu Daud, dishahihkan Syaikh Al Albani). Dalam riwayat lain para sahabat bertanya,’Siapakah mereka wahai Rasulullah?‘ Beliau menjawab,‘Orang yang mengikuti jalan hidupku dan para sahabatku.‘ (HR. Tirmidzi)
Sebagai nasihat terakhir, ‘Ingatlah, kata salafi -yaitu pengikut salafush sholih-
bukanlah sekedar pengakuan (kleim) semata, tetapi harus dibuktikan
dengan beraqidah, berakhlak, beragama (bermanhaj), dan beribadah
sebagaimana yang dilakukan salafush sholih.’
Ya Allah, tunjukilah kami pada kebenaran dengan izin-Mu dari jalan-jalan yang menyimpang dan teguhkan kami di atasnya.
Alhamdulillahillazi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar