IDRUS RAMLI:
Dalam dialog tersebut, perwakilan dari Ahlussunnah Wal-Jama’ah sebagai pembicara, hanya al-faqir Muhammad idrus ramli.
Sedangkan Kiai Thobari Syadzili, hanya menemani duduk, tidak diberi waktu berbicara, kecuali 1 menit menjelang acara dihentikan.
Sementara dari pihak Radio Hang atau Wahabi, adalah
Ustadz Zaenal Abidin dan Ustadz Firanda Andirja. Isu-isu dari kaum
Wahabi, bahwa perwakilan dari Ahlussunnah adalah KH.Muhammad idrus ramli dan beberapa orang, adalah tidak benar. Jadi yang benar, debat 1 orang lawan 2 orang.
TANGGAPAN:
Perkataan 1 lawan 2 jelas bertentangan dengan kenyataan dari moderator kemenag sudah menyampaikan bahwa yang dari NU 2 orang dan dipersilahkan untuk berdiri dan dia berdiri berarti menyetujui dialog tersebut.
Tidak benar jika beliau tdk diberikan waktu bicara
karena waktu yang ada sudah dibagi dengan baik oleh moderator, tapi
jika yang banyak jawab adalah idrus ramli maka
otomatis waktunya dihabisin sama si romli. Kemudian di akhir acara dia
juga menyampaikan pendapatnya yang sbenarnya sama sekali tidak ‘ilmiyyah
tidak ada hujjahnya dan menyampaikan yang ada dalam keyaqinannya tanpa
memandang dalil dalil yang sudah dipaparkan kedua belah pihak.
IDRUS RAMLI:
2. Dalam acara dialog tersebut, semua pembicara dibatasi oleh waktu. Karenanya mungkin banyak pembicaraan Wahabi yang tidak sempat kami tanggapi, dan sebaliknya.
TANGGAPAN:
Tetapi walaupun singkat, scara garis besar sudah bisa kita lihat mana yang mengikuti dalil dan mana yang membuat jalan baru dari sisi pendalilan.
Dan menggunakan dalil dalil yang tidak cocok dengan ritual yang dikerjakannya.
Hingga tatkala terpepet tidak ada hujjah
kemudian menggunakan perkataan perkataan ulamaa’ mereka yang jelas
jelas tidak didukung oleh dalil sama skali dari hadits yang shahih.
IDRUS RAMLI:
3. Dalam pengantar
dialognya, Ustadz Zaenal Abidin Lc, yang mewakili pihak Wahabi, mengaku
sebagai warga NU (Nahdlatul Ulama) tulen. Padahal selama ini, dalam ceramah-ceramahnya ia selalu membid’ahkan amaliah warga NU.
Dan ternyata, dalam dialog tersebut, Zaenal Abidin, tidak bisa menyembunyikan jatidirinya yang Wahabi.
Ia menyalahkan ajaran NU seperti menerima
bid’ah hasanah, melafalkan niat dalam ibadah, qunut shubuh, tahlilan
(kendurenan tujuh hari), Yasinan dan Yasin Fadhilah.
Silahkan pemirsa menilai sendiri dengan hati nurani. Zaenal mengaku warga NU tulen, tetapi menyalahkan semua amaliah NU.
TANGGAPAN:
Beliau dulunya adalah lulusan ponpes tambakberas jombang yang jelas jelas NU. Dan guru beliau juga NU. Jadi pada asalnya memang NU tulen.
Setelah itu beliau belajar di LIPIA dan juga
bermajlis dengan Syaikh Abdul Azis bin Abdullah bin Baaz
rahimahullahuta’ala (mufti saudi arabia).
Dan NU versi ustadz zainal abidin ini adalah NU
Kitab bukan NU organisasi. Krna kalau NU kitab maka banyak kitab kitab
yang dijadikan rujukan NU adalah kitab kitab dari para ulamaa’
ahlussunnah, smisal : al imama asysyafi’i , al imam nawawy, Ibnu Hajar
atsqolany, Assuyuthi, dll.
Nah sedangkan NU organisasi jelas tidak bisa dijadikan sandaran kebenaran dalam hal ini karna dlam organisasi NU sendiri banyak perselisihan di dalamnya. Semisal Gusdur dgn muhaimin dll.
Maka yang dimaksud
NU oleh ust zainal abidin adlah NU kitab, yang mana beliau juga
menyimpan rapi kitab kitab NU dari guru beliau.
IDRUS RAMLI:
IDRUS RAMLI:
4. Delegasi dari
Wahabi, Zaenal maupun Firanda, tidak menaruh hormat kepada pendapat para
ulama besar sekaliber Imam Ahmad bin Hanbal, Imam an-Nawawi, al-Hafizh
Ibnu Hajar dan lain-lain.
Misalnya dalam bahasan bid’ah hasanah, saya mengutip
pendapat Imam an-Nawawi yang menjelaskan bahwa hadits kullu bid’atin
dhalalah, dibatasi dengan hadits man sanna sunnatan hasanatan.
Firanda tidak menghargai pendapat Imam an-Nawawi tersebut, dan memilih berpendapat sendiri.
Padahal dia, masih belum layak memiliki pendapat
sendiri. Bahkan memahami karya para ulama juga sering keliru. Pembaca
dan pemirsa tentu tahu, bahwa ciri khas kaum liberal atau JIL adalah
menolak otoritas ulama.
TANGGAPAN:
Perkataan semisal ustadz zaenal abidin dan ustadz firanda tidak menaruh hormat kepada para ulamaa besar, dan yang semisalnya ini jelas tuduhan yang jauh dari kebenaran.
Dan para pemirsa yang melihat video tersebut
sangat jelas mendengar bagaimana beliau banyak menukil pendapat-pendapat
dari imam nawawy rahimahullah dan para ulama’ syafi’iyyah yang lainnya.
Dan bahkan tatkala beliau menukilkan perkataan dari para ulamaa’ tersebut , ustadz idrus ramli yang justru tidak mau mengikuti pemahaman imam madzhab syafi’I dan juga para ulamaa’ yang lain dalam hal pelafadzan niat.
Dan justru dia menyandarkan perkataan satu imam
yang dijadikan pedoman olehnya dalam keadaan imam tersebut berpendapat
tanpa didukung hujjah. Dan menyelisihi imam yang lebih tinggi darinya.
Kita bisa lihat bagaimana kerepotan idrus ramli dalam hal mempertahankan permasalahan pelafadzan niat.
Pontang panting
kesana kemari tanpa dalil sama sekali, hingga dia katakan bahwa
pelafadzan niat itu bebas saja tdk ditentukan dgn lafadz tertentu,
jelas ini adalah kesimpulan aqal saja yang mengada ada tanpa hujjah dan
tanpa contoh sama sekali dari Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam dan
para sahabatnya.
Dia katakan seolah olah ustadz firanda dan ustadz
Zaenal memiliki ciri khas kaum liberat atau JIL yakni menolak otoritas
ulama’, tentu jelas skali ini fitnah besar yang dihembuskan.
Di sebelah mana beliau mengingkari otoritas ulamaa’ padahal pada diskusi di atas beliau berdua (ustadz Zainal dan ustadz Firanda) selalu menukil perkataan para ulamaa’. Hanya saja mungkin yang dikehendaki oleh ramli adalah bahwa ustadz
Firanda tidak mau mengikuti perkataan dari ulamaa’ yang ramli bawakan
tapi malah membantah dengan perkataan ulamaa’ yang lebih tinggi darinya
dan justru mematahkan hujjah yang dia bawakan.
Nah jika seperti ini maka siapakah yang lebih dahulu terburu buru memvonis yaa ustaadz…??
Selama beliau berdua menempuh jalan dalam
pendidikannya maka kita ketahui bersama di perpustakaan saudi terdapat
kitab kitab para ulamaa’ melimpah ruah dan bahkan manuskrip aslinya juga
ada. Ini semua menjadi rujukan ilmiyah yang dipakai oleh para thulab di
sana.
Dan apa yang beliau berdua sampaikan juga menukil
dari para ulamaa’. Bagaimana mungkin anda katakan sebagaimana
JIL/liberal..? Allahulmusta’an..
Dan perkataan anda dalam hal ini sungguh tidak nyambung sama sekali dengan inti persoalan.
IDRUS RAMLI:
5. Zaenal dan Firanda menggunakan standar ganda dalam menilai pendapat para ulama.
Ketika pendapat mereka sesuai dengan semangatnya, mereka mati-matian
menyerang tradisi NU, seperti dalam kasus tradisi kenduri kematian
selama 7 hari, yang dihukumi makruh dalam kitab-kitab Syafi’iyah.
Seakan-akan mereka lebih Syafi’iyah dari pada warga NU.
Akan tetapi ketika pendapat para ulama tidak sesuai
dengan hawa nafsu mereka, Firanda dan Zaenal menganggap pendapat
tersebut tidak ada apa-apanya.
Seperti dalam bahasan bid’ah hasanah. Sikap mendua seperti ini, mirip sekali dengan kebiasaan orang Syiah.
Ketika hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim sesuai dengan keinginan
Syiah, mereka jadikan hujjah. Akan tetapi ketika hadits-hadits tersebut
berbeda dengan hawa nafsu Syiah, mereka tolak dan mereka dustakan.
TANGGAPAN:
Ucapan idrus ramli dalam no. 5 ini sangat jauh dari kenyataan di video yang bisa kita lihat bersama. Dan apa yang ada di video ini telah mmbantah syubhat seperti ini.
Jika perkataan ini disampaikan pada orang yang
tidak melihat video tersebut maka dengan mudah akan mempercayai tuduhan
ini, tetapi walhamdulillah apa yang tampak di video tersebut telah
membantah syubhat spt ini.
Dan di no. 5 ini idrus ramli menyamakan al ustadz zainal abidin dan ustadz Firanda sbagaimana halnya SYI’AH. Nah tentu tuduhan ini sangatlah parah bila ditinjau dari apa yang kita saksikan di video tersebut.
Kemudian masalah hadits kan sudah dijelaskan dengan gamblang banget dalam dialog tersebut, semestinya idrus ramli tidak perlu membuat pernyataan seperti ini. Karena yang idrus ramli maksudkan adalah tatkala ustadz Zainal mendho’ifkan hadits yang idrus ramli bawakan.
Tapi sanggahan yang idrus ramli bawakan telah terpatahkan oleh pemaparan ustadz Zainal abidin. Tentu hal ini tidak bisa dijadikan sandaran bahwa ustadz zainal mapun ustadz Firanda menolak dan mendustakan tanpa ‘ILMU. Dan hal ini bisa dilihat di video tersebut.
IDRUS RAMLI:
IDRUS RAMLI:
6. Dalam bahasan
qunut shubuh, Firanda melakukan kesalahan ilmiah ketika mengomentari
tanggapan ustadz Muhammad idrus ramli terhadap hadits Abi Malik
al-Asyja’i.
Sebagaimana dimaklumi, dalam riwayat al-Tirmidzi,
an-Nasa’i, Musnad Ahmad dan Ibnu Hibban, Abu Malik al-Asyja’i menafikan
qunut secara mutlak, baik qunut nazilah maupun qunut shubuh.
Tetapi Firanda mengatakan bahwa dalam kitab-kitab
hadits, hadits Abu Malik al-Asyja’i menggunakan redaksi yaqnutun fil
fajri (qunut shalat shubuh). Ternyata setelah kami periksa dalam
kitab-kitab hadits, kalimat fil fajri tidak ada dalam riwayat-riwayat
tersebut.
Silahkan diperiksa dalam Sunan al-Tirmidzi juz 2 hal.252 (tahqiq Ahmad Syakir), Sunan al-Kubra
lin-Nasa’i, juz 1 hal. 341 tahqiq at-Turki atau al-Mujtaba lin-Nasa’i juz 2 hal. 304 tahqiq Abu Ghuddah.
lin-Nasa’i, juz 1 hal. 341 tahqiq at-Turki atau al-Mujtaba lin-Nasa’i juz 2 hal. 304 tahqiq Abu Ghuddah.
TANGGAPAN:
Mengenai lafadz بَقْنُتُوْنَ فيِ الفَجْرِ yang dianggap idrus ramli tidak ada dalam kitab kitab hadits (YANG DIA BACA) atau menganggap ustadz Zainal abidin dan ustadz Firanda keliru maka kesimpulan yang terburu buru. Silahkan dicek di kitab-kitab berikut:
Mengenai lafadz بَقْنُتُوْنَ فيِ الفَجْرِ yang dianggap idrus ramli tidak ada dalam kitab kitab hadits (YANG DIA BACA) atau menganggap ustadz Zainal abidin dan ustadz Firanda keliru maka kesimpulan yang terburu buru. Silahkan dicek di kitab-kitab berikut:
Hadits Sa’ad bin Thoriq bin Asyam Al-Asyja’i
قُلْتُ لأَبِيْ : “يَا
أَبَتِ إِنَّكَ صَلَّيْتَ خَلْفَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وآله وسلم
وَأَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيَ رَضِيَ الله عَنْهُمْ
هَهُنَا وَبِالْكُوْفَةِ خَمْسَ سِنِيْنَ فَكَانُوْا بَقْنُتُوْنَ فيِ
الفَجْرِ” فَقَالَ : “أَيْ بَنِيْ مُحْدَثٌ”.
“Saya bertanya kepada ayahku : “Wahai ayahku,
engkau sholat di belakang Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa
sallam dan di belakang Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman dan ‘Ali radhiyallahu
‘anhum di sini dan di Kufah selama 5 tahun, apakah mereka melakukan qunut pada sholat subuh ?”. Maka dia menjawab : “Wahai anakku hal tersebut (qunut subuh) adalah perkara baru (bid’ah)”. Dikeluarkan oleh Tirmidzy no. 402, An-Nasa`i no.1080 dan dalam Al-Kubro no.667, Ibnu Majah no.1242, Ahmad 3/472 dan 6/394, Ath-Thoy alisy no.1328, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf 2/101 no.6961, Ath-Thohawy 1/249, Ath-Thobarany 8/no.8177-8179, Ibnu Hibban sebagaimana dalam Al-Ihs an no.1989, Baihaqy 2/213, Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtarah 8/97-98, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no.677-678 dan Al-Mizzy dalam Tahdzibul Kam al dan dishohihkan oleh syeikh Al-Albany dalam Irwa`ul Gholil no.435 dan syeikh Muqbil dalam Ash-Shohih Al-Musnad mimma laisa fi Ash-Shoh ihain.
IDRUS RAMLI:
IDRUS RAMLI:
7. Firanda memaksakan diri mengatakan bahwa hukum kenduri kematian selama tujuh hari menurut Syafi’iyah adalah makruh tahrim.
Padahal dalam kitab-kitab Syafi’iyah, hukumnya adalah bid’ah yang makruh dan tidak mustahabbah, alias bukan makruh tahrim.
Untuk menguatkan pandangannya, Firanda mengutip
pernyataan Syaikhul Islam Zakariya al-Anshari, dalam Asna al-Mathalib,
yang berkata “wa hadza zhahirun fit tahrim”. Ternyata setelah kami
periksa, Syaikhul Islam Zakariya, masih menghukumi kenduri kematian
dengan makruh atau bid’ah yang tidak mustahab (tidaksunnah).
Sedangkan keharaman yang menjadi makna zhahir hadits
tersebut, oleh beliau dialihkan kepada bukan tahrim. Hal ini dapat
dipahami, ketika membaca dengan seksama, bahwa Syaikhul Islam Zakariya
dalam pernyataan tersebut, mengutip dari Imam an-Nawawi dalam Raudhah
al-Thalibin dan al-Majmu’, yang menghukumi kenduri kematian dengan
bid’ah yang tidak mustahab.
TANGGAPAN:
Pernyataan idrus ramli ini telah dibantah tuntas oleh ustadz Firanda sendiri DISINI
Dalam pemaparan tersebut, ust.Firanda telah menjelaskan panjang lebar dan mematahkanhujjah idrus ramli dan di akhir kata beliau menyatakan :
Jika memang para salaf selalu melakukan tahlilan selama tujuh hari berturut-turut, dan juga hari ke 40, 100, dan 1000 hari sebagaimana yang dipahami oleh ustadz Muhammad idrus ramli dan juga Kiyai Syadzily Tobari, maka kenapa kita tidak menemukan sunnah ini disebutkan dalam kitab-kitab fikih madzhab?
apakah para ahli fikih empat madzhab sama sekali tidak mengetahui sunnah ini?
Jika idrus ramli mengatakan
bahwa para ulamaa’ terkemuka tersebut membolehkan tahlilan, maka tidak
kita temui dalam kitab kitab mereka yang menyatakan bahwa sejak zaman
sahabat , tabi’in , imam yang empat telah mempraktekan tahlilan yang
mereka kerjakan. Dan ini tidak ada sama sekali.
Maka jelas bahwa yang mereka persangkakan itu adalah
penafsiran mereka sendiri, yang pada kenyataannya tidak ada bukti sama
sekali yang membenarkan persangkaan tersebut. Yakni para imam
ahlussunnah tidak ada yang melaksanakan acara ibadah TAHLILAN seperti
yang mereka lakukan saat ini. Allahulmuwafiq.
IDRUS RAMLI:
8. Zaenal Abidin,
kurang memahami istilah-istilah keilmuan. Misalnya tentang qiro’ah
syadzdzah (bacaan yang aneh atau menyimpang), dalam membaca al-Qur’an.
Menurut Zaenal, orang yang membaca ayat al-Qur’an,
apabila diulang-ulang maka termasuk qiro’ah syadzdzah yang diharamkan.
Sebaiknya Zaenal belajar ilmu qiro’ah atau ilmu tafsir agar tidak keliru
dalam hal-hal kecil.
TANGGAPAN:
Ustadz zaenal tidak ada menyatakan bahwa bacaan yang diulang-ulang itu adalah Qiro’ah syadzdzah. Perkataan ustadz zaenal : “… Kayak ini,ini ada yasin fadhilah,cara membacanya yasin yasin yasin yasin yasin,ini kira-kira qiro’ah apa gitu lho ?
Padahal Ibnul Abdil Barr saja sebagaimana yang telah
dinukil Imam suyuti membaca Al-Qur’an dengan qiro’ah syadzdzah ijma’
haram,APALAGI INI SYADZDZAH AJA ENGGAK. ….”
Tidak ada sama sekali pernyataan ust zaenal bahwa
membaca Al-Qur’an apabila diulang-ulang maka termasuk qiro’ah
syadzdzah,sepert yang idrus ramli tuduhkan. Silahkan lihat video Jam ke 1 menit ke 40..
Ucapan ini adalah salah sasaran, karena ustadz zainal abidinlah yang telah memaparkan kaidah kaidah tafsir berdasarkan ulamaa’ mufasiriin pada saat mudzakarah dengan sa’id aqil munawar mantan menteri agama yang videonya bisa dilihat di sini (bersambung part 1-part 10) :
Kita semua termasuk idrus ramli memang harus terus belajar, akan tetapi pantaskah kita katakan kepada beliau sekaliber ustadz
Zainal abidin, lc hafidhahullah dengan perkataan “SEBAIKNYA zaenal
belajar dst…??” yang dimaksudkan untuk merendahkan ke’ilmuan beliau.
Maka sejak awal tulisan ini sudah sering idrus ramli mengucapkan kata kata yang tidak pantas seperti ini.
IDRUS RAMLI:
9. Dalam bahasan melafalkan niat, menurut Firanda dan Zaenal, redaksi niat harus
menggunakan redaksi usholli dan nawaitu showmaghadin. Kalau redaksinya dirubah menjadi nawaitu an ushalliya atau inni shoimun, dan atau ashuumu, menurut mereka adalah salah dalam madzhab Syafi’iyah. Demikian beberapa catatan kami terhadap dialog kemarin.
menggunakan redaksi usholli dan nawaitu showmaghadin. Kalau redaksinya dirubah menjadi nawaitu an ushalliya atau inni shoimun, dan atau ashuumu, menurut mereka adalah salah dalam madzhab Syafi’iyah. Demikian beberapa catatan kami terhadap dialog kemarin.
TANGGAPAN:
idrus ramli salah faham dalam pernyataannya ini. Karena yang dimaksud ustadz zaenal abidin dan ustadz firanda adalah bahwasanya melafadzkan niat tidak berhujjah sama sekali, Maka jika dipaksa paksakan juga aneh. Ini sudah disampaikan beliau.
idrus ramli salah faham dalam pernyataannya ini. Karena yang dimaksud ustadz zaenal abidin dan ustadz firanda adalah bahwasanya melafadzkan niat tidak berhujjah sama sekali, Maka jika dipaksa paksakan juga aneh. Ini sudah disampaikan beliau.
Semisal perkataan idrus ramli yang
mengatakan bahwa lafadznya bebas, nah ini dibantah dengan argumen bahwa
jika ada murid yang melafadzkan selain usholli maka tentu akan disalah
salahkan oleh kyainya.
Dan ini ma’lum. Di ponpes maupun di sekolahan maka tetap saja dianggap salah niat.
idrus ramli
membela diri dengan mengatakan bahwa bebas saja lafadz tersebut, nah
inipun tanpa hujjah krna tidak pernah sama sekali hal ini ada contohnya
dari Rasulullah dan para sahabatnya, bahkan para imam empat itu sendiri
tidak ada satupun yang mencontohkan hal ini. Jawabannya semakin aneh saja.
silahkan tonton sendiri video dialog Ustadz Idrus Ramli dengan Ustad Firanda ini.:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar