Kulo nderek mawon kaleh poro Kyai“, ujar sebagian orang yang maksudnya kami manut/taqlid saja pada perkataan ulama. Mau dibawa ke utara atau ke selatan, diikuti saja. Masa’ kyai bisa salah?
Ada pula yang mengatakan bahwa hati-hati
dengan racunnya Al Qur’an karena maksud dia manut saja dengan perkataan
ulama dengan membabi buta tanpa menimbang dalil Al Qur’an, sabda atau
tafsir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta menganggap ulama tidak mungkin salah atau keliru. Kata dia, “Masa’ kyai bisa keliru beri resep?”
Ini ajaran doktrin sebagian orang yang
fanatik buta pada perkataan ulama tanpa memandang apakah perkataan kyai
tersebut bersesuaian dengan dalil ataukah tidak. Pokoknya “kulo nderek mawon“, pokoknya saya ikut atau manut saja.
Islam mengajarkan yang wajib diikuti adalah Al Qur’an dan sabda Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam-.
Perkataan ulama boleh diikuti jika bersesuaian dengan kedua sumber
hukum Islam tersebut. Ketika berseberangan dari keduanya, tentu
ditinggalkan. Kita tidak diajarkan untuk manut terus pada perkataan
ulama. Karena mereka bukanlah ma’shum atau makhluk suci. Mereka bisa
jadi keliru dalam pemahaman, bisa jadi belum sampai suatu hadits pada
mereka atau punya udzur lainnya. Sehingga kalau dikatakan bahwa mereka
adalah orang yang tidak bisa salah, ini justru keliru yang fatal. Namun
itu bukan berarti kita meninggalkan ulam begitu saja. Pendapat mereka
tetaplah diikuti untuk memahami Al Qur’an dan hadits dengan pemahaman
yang benar.
Ulama Membantu Memahamkan Al Qur’an dan Hadits
Ulama punya tugas untuk menerangkan Al
Qur’an dan Hadits. Tugas mereka bukanlah untuk menghalalkan yang haram
atau mengharamkan yang halal. Tugas ulama berijtihad dalam memahami
dalil, lalu mereka jelaskan apa maksud Allah dan Rasul-Nya. Mereka
adalah wasilah untuk memahami Al Qur’an dan hadits. Oleh karenanya,
ketaatan pada mereka sebagai ikutan dari ketaatan pada Allah dan Rasul.
Jika dalam perkara ijtihadiyah, pendapat mereka diikuti
karena merekalah yang memahami dalil. Dalam masalah ini terhitung
mentaati ulama masuk dalam mentaati Allah dan Rasul-Nya.
Intinya, ketaatan yang bisa berdiri
sendiri hanyalah ketaatan pada Allah. Ketaatan pada Rasul termasuk
mengikuti ketaatan pada Allah. Ulama diikuti ketika bersesuaian dengan
perkataan Allah dan Rasul-Nya.
Para ulama termasuk ulil amri. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (QS. An Nisaa’: 59).
Ulil amri adalah yang diberi amanat
memegang urusan agama yaitu ulama dan yang diserahi urusan dunia yaitu
pemimpin (penguasa). Ibnu Qayyim Al Jauziyah dan ulama lainnya
mengatakan bahwa mentaati ulil amri tidaklah berdiri sendiri namun
ketaatan pada mereka mengikuti ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya. Jika
ulama memerintahkan pada maksiat tentu ia tidak boleh ditaati.
لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِى مَعْصِيَةِ اللَّهِ
“Tidak boleh mentaati makhluk dalam bermaksiat kepada Allah.” (HR. Ahmad 5: 66, dari Al Hakam bin ‘Amr Al Ghifari. Sanad hadits ini shahih, kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth).
Menjadikan Ulama Sebagai Tuhan (Ilah)
Jika ketaatan berdiri sendiri, maka itu
dinilai ibadah. Ketaatan pada selain Allah hanyalah sebatas izin Allah
saja. Dan ulama tidaklah boleh ditaati dalam maksiat.
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ
دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا
لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا
يُشْرِكُونَ
“Mereka menjadikan orang-orang
alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga
mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya
disuruh menyembah sesembahan yang Esa, tidak ada Rabb (yang berhak
disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. At Taubah: 31).
Mengenai ayat di atas, ‘Adi bin Hatim pernah berkata bahwa beliau pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan di lehernya terdapat salib dari emas. Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Wahai ‘Adi buang berhala yang ada di lehermu.” Beliau kala itu mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan ayat di atas. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda,
« أَمَا إِنَّهُمْ لَمْ يَكُونُوا يَعْبُدُونَهُمْ
وَلَكِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا أَحَلُّوا لَهُمْ شَيْئًا اسْتَحَلُّوهُ
وَإِذَا حَرَّمُوا عَلَيْهِمْ شَيْئًا حَرَّمُوهُ
“Adapun mereka tidaklah menyembah
rahib mereka. Akan tetapi, mereka menghalalkan apa yang dihalalkan oleh
rahib mereka dan mengharamkan apa yang diharamkan rahib mereka.” (HR. Tirmidzi no. 3095, hasan menurut Syaikh Al Albani)
Diterangkan oleh Syaikh Sholeh Alu Syaikh
-Menteri Agama Kerajaan Saudi Arabia- bahwa ada dua tingkatan dalam
mengikuti ulama dalam penghalalan dan pengharaman.
Tingkatan pertama, mentaati ulama atau
pemimpin dalam hal mengganti ajaran Islam yaitu menjadikan yang haram
itu halal atau sebaliknya, padahal dalam keadaan tahu Allah telah
menghalalkan atau mengharamkan. Mereka mentaatinya dalam rangka
mengagungkan ulama. Inilah yang disebut mengangkat ulama sebagai Tuhan.
Ini termasuk syirik akbar dan kufur akbar. Karena di dalamnya terdapat
memalingkan suatu ibadah berupa ketaatan -yang khusus- kepada selain
Allah.
Tingkatan kedua, mentaati ulama atau
pemimpin dalam mengharamkan atau menghalalkan dari sisi amalan, bukan
dari sisi batinnya. Ia mengakui bahwa hal tersebut haram atau halal,
namun ia mengikuti ulama yang keliru tersebut secara amalan saja dan ia
tahu bahwa ia sedang bermaksiat. Yang kedua juga dinilai termasuk pelaku
dosa. Lihat penjelasan dalam At Tamhid Syarh Kitabit Tauhid.
Tulisan ini bukan maksud merendahkan
ulama, para kyai dan orang berilmu. Bahkan kita diperintahkan bertanya
pada kyai atau ulama tatkala kita tidak paham dalil atau mendapatkan
kebingungan dalam masalah agama. Allah Ta’ala berfirman,
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui” (QS. Al Anbiya’: 7).
Hendaklah setiap orang yang mengikuti
pendapat kyai tidak sekedar membabi buta membela pendapat kyainya.
Seharusnya bisa berpikir bahwa jika pendapat kyai tersebut berseberangan
dengan dalil, maka ikutilah dalil.
Namun saat perkataan ulama bertentangan
dengan dalil, maka sikapilah pendapat mereka dengan baik karena bisa
jadi mereka keliru dalam hal itu.
Lihatlah baik-baik perkataan ulama besar yang selalu kita agungkan, Imam Asy Syafi’i rahimahullah di mana beliau berkata,
إذَا صَحَّ الْحَدِيثُ فَاضْرِبُوا بِقَوْلِي الْحَائِطَ وَإِذَا رَأَيْت الْحُجَّةَ مَوْضُوعَةً عَلَى الطَّرِيقِ فَهِيَ قَوْلِي
“Jika terdapat hadits yang shahih,
maka lemparlah pendapatku ke dinding. Jika engkau melihat hujjah
diletakkan di atas jalan, maka itulah pendapatku.” (Majmu’ Al Fatawa, 20: 211)
إِذَا وَجَدْتُمْ فِي كِتَابِي خِلاَفَ سُنَّةِ رَسُولِ
اللهِ فَقُولُوا بِسُنَّةِ رَسُولِ اللهِ وَدَعُوا مَا قُلْتُ -وفي
رواية- فَاتَّبِعُوهَا وَلاَ تَلْتَفِتُوا إِلىَ قَوْلِ أَحَدٍ
“Jika kalian mendapati dalam kitabku
sesuatu yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam, maka sampaikanlah sunnah tadi dan tinggalkanlah pendapatku
–dan dalam riwayat lain Imam Syafi’i mengatakan– maka ikutilah sunnah
tadi dan jangan pedulikan ucapan orang.” (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 1: 63)
كُلُّ حَدِيثٍ عَنِ النَّبِيِّ فَهُوَ قَوْلِي وَإِنْ لَمْ تَسْمَعُوهُ مِنيِّ
“Setiap hadits yang diucapkan oleh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka itulah pendapatku meski kalian
tak mendengarnya dariku.” (Siyar A’laamin Nubala’, 10: 35)
كُلُّ مَسْأَلَةٍ صَحَّ فِيْهَا الْخَبَرُ عَنْ رَسُولِ
اللهِعِنْدَ أَهْلِ النَّقْلِ بِخِلاَفِ مَا قُلْتُ فَأَناَ رَاجِعٌ
عَنْهَا فِي حَيَاتِي وَبَعْدَ مَوْتِي
“Setiap masalah yang di sana ada
hadits shahihnya menurut para ahli hadits, lalu hadits tersebut
bertentangan dengan pendapatku, maka aku menyatakan rujuk (meralat) dari
pendapatku tadi baik semasa hidupku maupun sesudah matiku.” (Hilyatul Auliya’, 9: 107)
لَا تُقَلِّدُونِي وَلَا تُقَلِّدُوا مَالِكًا وَلَا الشَّافِعِيَّ وَلَا الثَّوْرِيَّ وَتَعَلَّمُوا كَمَا تَعَلَّمْنَا
“Janganlah hanya sekedar taklid
padaku dan jangan pula hanya sekedar taklid pada Malik, Syafi’i, dan Ats
Tsauriy. Belajarlah sebagaimana kami belajar.” (Idem, 20: 211-212).
Al Qur’an itu bukanlah racun. Hadits itu
bukanlah ular berbisa yang bisa menerkam orang yang memangsanya. Jadi,
jika ada yang katakan bahwa jangan ikuti Al Qur’an karena bisa kena
racunnya, sungguh ia salah fatal. Al Qur’an itu syifa’ atau penawar sebagaimana disebutkan dalam ayat,
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآَنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا
“Dan Kami turunkan dari Al Quran
suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan
Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain
kerugian” (QS. Al Isra’: 82).
Kok bisa ada yang sebut Al Qur’an itu sebagai racun padahal Allah sebut sebagai penawar?
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآَنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ
“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS. Al Qamar: 17).
Ibnu Katsir tatkala menafsirkan ayat di
atas dengan mengatakan, “Kami telah memudahkan Al Qur’an untuk
dipelajari secara lafazh dan makna supaya jadi peringatan bagi manusia.”
لَقَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى مِثْلِ الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا وَنَهَارُهَا سَوَاءٌ
“Aku telah tinggalkan untuk kalian sesuatu sebegitu putihnya di mana malamnya terangnya seperti siangnya. ” (HR. Ibnu Majah no. 5, hasan
kata Syaikh Al Albani).
Namun tentu saja pemahamannya tetap
mendahulukan pemahaman ulama daripada pendapat pribadi. Karena para
ulamalah yang mewariskan ilmu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu dari generasi ke generasi. Yang penting ingat, hindari taklid atau fanatik buta.
Wallahu a’lam.
Hanyalah Allah yang memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.
—Akhukum fillah,
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.
BalasHapusKAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.