JAI (Jemaat Ahmadiyah -Qadyan_ Indonesia) dan GAI (Gerakan Ahmadiyah -Lahore- Indonesia); mereka sama-sama mengimani Tadzkirah (kitab suci Ahmadiyah, yang disebut kumpulan wahyu muqoddas -suci- yang diyakini sebagai wahyu dari Allah kepada Mirza Ghulam Ahmad).
Padahal inti kesesatannya yang sampai
mereka dihukumi kafir, karena Mirza Ghulam Ahmad mengaku nabi dan rasul
yang mendapatkan wahyu kemudian dikumpulkan dalam bentuk kumpulan
wahyu yang dinamai Tadzkirah itu.
Segala kesesatan sampai Mirza Ghulam
Ahmad mengaku nabi dan Rasul, bahkan mengaku kedudukannya sebagai anak
Allah, atau bahkan MGA itu dari Allah, dan Allah itu dari MGA; semuanya
ada di Tadzkirah, dan diyakini oleh Ahmadiyah Qadyan maupun Lahore.
Itu adalah kemusyrikan yang nyata.
Ahmadiyah Lahore tidak mau menerima
pemahaman bahwa kekhalifahan hanya dipegang oleh anak cucu Mirza Ghulam
Ahmad. Maka sejak matinya Nuruddin Bairawi, Ahmadiyah pecah jadi dua,
Qadyan dan Lahore. Basyiruddin memimpin JA (Jemaat Ahmadiyah) Qadyan
sebagai Khalifah yang kedua menggantikan Nuruddin, sedang Muhammad Ali
memimpin AL (Ahmadiyah Lahore).
Dari Basyiruddin dan selanjutnya seakan
kekhalifahannya itu adalah kerajaan. Itulah perbedaannya antara
Ahmadiyah Qadyan dan Lahore. Sebenarnya sama, hanya beda hal-hal yang
seperti tersebut.
Keputusan Muktamar II Mujamma’ al-Fiqh
al-Islami (Akademi Fiqih Islam) di Jeddah, Desember 1985 M tentang
Aliran Qadiyaniyah, antara lain menyatakan bahwa aliran Ahmadiyah yang
mempercayai Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi sesudah Nabi Muhammad SAW
dan menerima wahyu adalah murtad dan keluar dari Islam karena
mengingkari ajaran Islam yang qath’i dan disepakati oleh seluruh ulama
Islam bahwa Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul terakhir.Teks Keputusan tersebut adalah sebagai berikut:
إِنَّ مَاادَّعَاهُ مِيرْزَا غُلاَم أَحْمَد
مِنَ النُّبُوَّةِ وّالرِّسَالَةِ وَنُزُوْلِ الْوَحْيِ عَلَيْهِ
إِنْكَارٌ صَرِيْحٌ لِمَا ثَبَتَ مِنَ الدِّيْنِ بِالضَّرُوْرَةِ
ثُبُوْتًا قَطْعِيًّا يَقِيْنِيًّا مِنْ خَتْمِ الرِّسَالَةِ
وَالنُّبُوَّةِ بِسَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ
وَسَلَّمَ، وَأَنَّهُ لاَيَنْزِلُ وَحْيٌ عَلَى أَحَدٍ بَعْدَهُ، وَهذِهِ
الدَّعْوَى مِنْ مِيرْزَا غُلاَم أَحْمَدَ تَجْعَلُهُ وَسَائِرَ مَنْ
يُوَافِقُوْنَهُ عَلَيْهَا مُرْتَدِّيْنَ خَارِجِيْنَ عَنِ اْلإِسْلاَمِ،
وَأَمَّا الَّلاهُوْرِيَّةُ فَإِنَّهُمْ كَالْقَادِيَانِيَّةِ فِي
الْحُكْمِ عَلَيْهِمْ بِالرِّدَّةِ، بِالرَّغْمِ مِنْ وَصْفِهِمْ مِيرْزَا
غُلاَم أَحْمَدَ بِأَنَّهُ ظِلٌّ وِبُرُوْزٌ لِنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ.
“Sesungguhnya apa yang diklaim Mirza
Ghulam Ahmad tentang kenabian dirinya, tentang risalah yang diembannya
dan tentang turunnya wahyu kepada dirinya adalah sebuah pengingkaran
yang tegas terhadap ajaran agama yang sudah diketahui kebenarannya
secara qath’i (pasti) dan meyakinkan dalam ajaran Islam, yaitu bahwa
Muhammad Rasulullah adalah Nabi dan Rasul terakhir dan tidak akan ada
lagi wahyu yang akan diturunkan kepada seorangpun setelah itu.
Keyakinan seperti yang diajarkan Mirza Ghulam Ahmad tersebut membuat
dia sendiri dan pegikutnya menjadi murtad, keluar dari agama Islam.
Aliran Qadyaniyah dan Aliran Lahoriyah adalah sama, meskipun aliran
yang disebut terakhir (Lahoriyah) meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad
hanyalah sebagai bayang-bayang dan perpanjangan dari Nabi Muhammad
SAW”. (Keputusan Mujamma’ al-Fiqh al-Islami —Akademi Fiqih Islam—
Organisasi Konferensi Islam (OKI) Nomor 4 (4/2) dalam Muktamar II di
Jeddah, Arab Saudi, pada tanggal 10-16 Rabi’ al-Tsani 1406 H / 22-28
Desember 1985 M).
Beda Ahmadiyah Qadyan, Ahmadiyah Lahore, dan Islam
Menurut penelitian M Amin Djamaluddin ketua LPPI (Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam mengenai Ahmadiyah di Indonesia sebagai berikut:
Dari segi keorganisasian, Jemaat
Ahmadiyah Indonesia memiliki dua kelompok yang berbeda dengan keyakinan
(aqidah) yang berbeda pula. Pertama, Jemaat Ahmadiyah Indonesia,
kelompok ini biasa disebut dengan Ahmadiyah Qadiyan. Kedua, Gerakan
Ahmadiyah Indonesia, biasa disebut Ahmadiyah Lahore.
Jemaat Ahmadiyah Indonesia (Ahmadiyah Qadiyan)
Kelompok Jemaat ini memiliki keyakinan bahwa:
1. Mirza Ghulam Ahmad a.s itu seorang nabi dan rasul.
3. Wahyu-wahyu tersebut diturunkan kepada Nabi Mirza Ghulam Ahmad di India.
4. Menurut buku putih mereka,
wahyu-wahyu tersebut ditulis Nabi Mirza dan terpencar dalam delapan
puluh enam buku (Buku Putih, Kami Orang Islam, PB JAI, 1983, hal.
140-141).
5. Wahyu-wahyu yang terpencar itu
kemudian dikumpulkan menjadi sebuah buku bernama: Tadzkirah ya’ni wahyul
muqoddas (Tadzkirah adalah: kumpulan wahyu-wahyu suci/sebuah kitab
suci yaitu kitab suci Tadzkirah).
6. Mereka mempunyai kapling kuburan
surga di Qadiyan (tempat kuburan nabi Mirza). Kelompok ini menjual
sertifikat kuburan surga tersebut kepada jama’ahnya dengan mematok harga
yang sangat mahal. (copian sertifikat kuburan surga di Rabwah, dari
buku Ahmad Hariadi, Mengapa Saya Keluar dari Ahmadiyah Qadiyani,
Rabithah Alam Islami, Makkah Mukarramah, 1408H/1988M, hal, 64-65).
Gerakan Ahmadiyah Indonesia (Ahmadiyah Lahore)
Kelompok Jemaat ini memiliki keyakinan bahwa:
1. Mirza Ghulam Ahmad a.s itu seorang mujaddid (pembaharu) Islam.
2. Mirza Ghulam Ahmad a.s muhaddats (orang yang berbicara dengan Allah secara langsung).
3. Mirza Ghulam Ahmad a.s menerima
wahyu. Adapun wahyu yang diterima Mirza merupakan potongan-potongan
dari ayat Al Qur’an. Penurunan ayat yang sepotong-sepotong itu bukan
berarti membajak ayat Al Qur’an. Menurut keyakinan mereka “Itu bukan
urusan Mirza Ghulam Ahmad, tetapi urusan Allah”. (PB GAI, Agustus 2002,
hal. 13).
4. Seluruh wahyu-wahyu yang diterima Mirza Ghulam Ahmad itu adalah betul-betul wahyu yang datang dari Allah SWT.
Islam sebagai agama satu-satunya yang
diridhoi-Nya, bukan pendapat manusia, tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala
sendiri yang mengatakannya.
Allahu Musta'an
Tidak ada komentar:
Posting Komentar