Sungguh sayang sungguh malang, umat
Islam di masa ini bak buih di lautan, banyak jumlahnya namun
tercerai-berai. Heran bukan kepalang melihat fenomena ini, kita semua
tahu bahwa Islam yang dibawa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam hanya 1 macam, sebagaimana firman Allah Ta’ala yang artinya: “Sesungguhnya kalian adalah umat yang satu dan Aku adalah Rabb kalian, maka beribadahlah kepada-Ku” [Al-Anbiyaa : 92]. Namun mengapa hari ini Islam menjadi bermacam-macam? Aneh bukan?
Ternyata Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sedari dulu telah memperingatkan hal ini: “Telah
berpecah kaum Yahudi menjadi tujuh puluh satu golongan ; dan telah
berpecah kaum Nashara menjadi tujuh puluh dua golongan; sedang umatku
akan berpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, semuanya akan masuk
neraka kecuali satu. Maka kami-pun bertanya, siapakah yang satu itu ya
Rasulullah? ; Beliau menjawab: yaitu orang-orang yang berada pada
jalanku dan jalannya para sahabatku di hari ini” [HR. Tirmidzi].
Namun lihatlah, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
mengabarkan bahwa ada 1 golongan yang selamat dari perpecahan yaitu
orang-orang yang beragama dengan menempuh jalan Islam sebagaimana jalan
Islam yang ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabatnya pada masa itu. Dari sinilah muncul istilah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah istilah
yang dilekatkan dengan sifat-sifat golongan yang selamat yang disebutkan
dalam hadist di atas. Maka tak pelak lagi, istilah Ahlus Sunnah pun
menjadi rebutan. Bahkan orang-orang yang menempuh jalan yang salah pun
mengaku Ahlus Sunnah. Sehingga masyarakat awam yang sedikit menyentuh
ilmu agama pun dibuat bingung karenanya, dan rancu dibuatnya, tentang
siapakah sebenarnya Ahlus Sunnah itu?
Makna Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
Kata “Ahlussunnah” terdiri dari dua suku kata yaitu ’ahlu’
yang berarti keluarga, pemilik, pelaku atau seorang yang menguasai
suatu permasalahan, dan kata ’sunnah’. Namun bukanlah yang dimaksud di
sini sunnah dalam ilmu fiqih, yaitu perbuatan yang mendapat pahala jika
dilakukan, dan tidak berdosa jika ditinggalkan. Akan tetapi sunnah
adalah apa yang datang dari Nabi baik berupa syariat, agama, petunjuk
yang lahir maupun yang bathin, kemudian dilakukan oleh sahabat, tabiin
dan pengikutnya sampai hari Kiamat. Dengan demikian definisi Ahlus
Sunnah adalah mereka yang mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
dan sunnah para shahabatnya. Sehingga Imam Ibnul Jauzi berkata,” Tidak
diragukan bahwa orang yang mengikuti atsar (sunnah) Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabatnya adalah Ahlus Sunnah” (Lihat Talbisul Iblis hal. 16)
Sedangkan kata ”Al Jama’ah”
artinya bersama atau berkumpul. Dinamakan demikian karena mereka
bersama dan berkumpul dalam kebenaran, mengamalkannya dan mereka tidak
mengambil teladan kecuali dari para sahabat, tabiin dan ulama–ulama yang
mengamalkan sunnah sampai hari kiamat. Karena merekalah orang-orang
yang paling memahami agama yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam.
Namun yang perlu digaris-bawahi di sini adalah bahwa Al Jama’ah adalah
orang-orang yang berada di atas kebenaran, bukan pada jumlahnya. Jumlah
yang banyak tidak menjadi patokan kebenaran, bahkan Allah Ta’ala berfirman yang artinya: ”Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang dimuka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah” [Al An’am: 116]. Sehingga benarlah apa yang dikatakan Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu: “Al-Jama’ah adalah yang mengikuti kebenaran walaupun engkau sendirian” (Syarah Usuhul I’tiqaad Al Laalika-i no. 160).
Ringkasnya, Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah orang-orang yang mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabatnya, dan dalam memahami dan mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
tersebut mereka meneladani praktek dan pemahaman para sahabat, tabi’in
dan orang yang mengikuti mereka. Dan makna ini sesuai dengan apa yang
disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tentang satu golongan yang selamat pada hadits di atas: ”yaitu orang-orang yang berada pada jalanku dan jalannya para sahabatku dihari ini”.
Pemahaman Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
Mungkin setelah dijelaskan makna Ahlus
Sunnah Wal Jama’ah, sebagian orang masih rancu tentang siapakah
sebenarnya mereka itu. Karena semua muslim, dari yang paling ’alim
hingga yang paling awamnya, dari yang benar hingga yang paling
menyimpang akan mengaku bahwa ia berjalan di atas jalannya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabatnya. Maka dalam kitab Ushul Aqidah Ahlis Sunnah, Syaikh Sholeh Al Fauzan hafizhahullah menjelaskan bahwa Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dapat dikenal dengan dua indikator umum:
- Ahlus Sunnah berpegang teguh terhadap sunnah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, berbeda dengan golongan lain yang beragama dengan berdasar pada akal, perasaan, hawa nafsu, taqlid buta atau ikut-ikutan saja.
- Ahlus Sunnah mencintai Al Jama’ah, yaitu persatuan ummat di atas kebenaran serta membenci perpecahan dan semangat kekelompokan (hizbiyyah). Berbeda dengan golongan lain yang gemar berkelompok-kelompok, membawa bendera-bendera hizbiyyah dan bangga dengan label-label kelompoknya.
Perlu diketahui juga bahwa istilah Ahlus
Sunnah Wal Jama’ah muncul untuk membedakan ajaran Islam yang masih
murni dan lurus dari Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
dengan ajaran Islam yang sudah tercampur dengan pemikiran-pemikiran
menyimpang seperti pemikiran Jahmiyah, Qodariyah, Syi’ah dan Khawarij.
Sehingga orang-orang yang masih berpegang teguh pada ajaran Islam yang
masih murni tersebut dinamakan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Imam Malik rahimahullah pernah
ditanya : “Siapakah Ahlus Sunnah itu? Ia menjawab: Ahlus Sunnah itu
mereka yang tidak mempunyai laqb (julukan) yang sudah terkenal. Yakni
bukan Jahmiyah, bukan Qadariyah, dan bukan pula Syi’ah”. (Lihat Al-Intiqa fi Fadlailits Tsalatsatil Aimmatil Fuqaha. hal.35 oleh Ibnu Abdil Barr).
Walaupun pada kenyataannya orang-orang
yang berpemikiran menyimpang tersebut, seperti Jahmiyah, Qodariyah,
Syi’ah dan Khawarij juga sebagian mengaku sebagai Ahlus Sunnah. Sehingga
hal ini memicu para Imam Ahlus Sunnah untuk menjelaskan poin-poin
pemahaman Ahlus Sunnah, agar umat dapat menyaring pemahaman-pemahaman
yang tidak sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah. Salah satunya dari Imam
Ahlus Sunnah yang merinci poin-poin tersebut adalah Imam Ahmad bin
Hambal rahimahullah dalam kitabnya Ushul As Sunnah. Secara ringkas, poin-poin yang dijelaskan Imam Ahmad tentang pemahaman Ahlus Sunnah Wal Jama’ah diantaranya adalah:
- Beriman kepada takdir Allah,
- Beriman bahwa Al Qur’an adalah Kalamullah (perkataan Allah), bukan makhluk dan bukan perkataan makhluk,
- Beriman tentang adanya mizan (timbangan) di hari Kiamat, yang akan menimbang amal manusia,
- Beriman bahwa Allah ‘Azza Wa Jalla akan berbicara dengan hamba-Nya di hari Kiamat,
- Beriman tentang adanya adzab kubur dan adanya pertanyaan malaikat di dalam kubur,
- Beriman tentang adanya syafa’at Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bagi ummat beliau
- Beriman bahwa Dajjal akan muncul,
- Beriman bahwa iman seseorang itu tidak hanya keyakinan namun juga mencakup perkataan dan perbuatan, dan iman bisa naik dan turun,
- Beriman bahwa orang yang meninggalkan shalat dapat terjerumus dalam kekufuran,
- Patuh dan taat pada penguasa yang muslim, baik shalih mau fajir (banyak bermaksiat). Selama ia masih menjalankan shalat dan kepatuhan hanya pada hal yang tidak melanggar syariat saja,
- Tidak memberontak kepada penguasa muslim,
- Beriman bahwa tidak boleh menetapkan seorang muslim pasti masuk surga atau pasti masuk neraka,
- Beriman bahwa seorang muslim yang mati dalam keadaan melakukan dosa tetap disholatkan, baik dosanya kecil atau besar.
Jangan salah membatasi
Imam Al Barbahari berkata: ”Ketahuilah bahwa ajaran Islam itu adalah sunnah dan sunnah itu adalah Islam” (Lihat Syarhus Sunnah,
no 2). Maka pada hakikatnya pemahaman Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah
Islam itu sendiri dan ajaran Islam yang hakiki adalah pemahaman Ahlus
Sunnah Wal Jama’ah. Maka Ahlus Sunnah adalah setiap orang Islam dimana saja berada yang mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dengan
pemahaman para sahabatnya. Jika demikian, sungguh keliru sebagian orang
yang membatasi Ahlus Sunnah dengan batas-batas yang serampangan.
Telah keliru orang yang membatasi Ahlus
Sunnah dengan suatu kelompok atau organisasi tertentu, seperti
perkataan: ’Ahlus Sunnah adalah NU’ atau ’Ahlus Sunnah adalah
Muhammadiyah’. Telah salah orang yang membatasi Ahlus Sunnah dengan
majlis ta’lim atau ustadz tertentu dengan berkata: ’Ahlus Sunnah adalah
yang mengaji di masjid A’ atau ’Ahlus Sunnah adalah yang mengaji dengan
ustadz B’. Keliru pula orang yang membatasi dengan penampilan tertentu,
misalnya dengan berkata ’Ahlus Sunnah adalah yang memakai gamis, celana
ngatung dan berjenggot lebat. Yang tidak demikian bukan Ahlus Sunnah’.
Tidak benar pula membatasi Ahlus Sunnah dengan fiqih misalnya dengan
berkata ’Yang shalat shubuh pakai Qunut bukan Ahlus Sunnah’ atau ’Orang
yang shalatnya memakai sutrah (pembatas) dia Ahlus Sunnah, yang tidak
pakai bukan Ahlus Sunnah’. Dan banyak lagi kesalah-pahaman tentang Ahlus
Sunnah di tengah masyarakat sehingga istilah Ahlus Sunnah mereka
tempelkan pada kelompok-kelompok mereka untuk mengunggulkan kelompoknya
dan berfanatik buta terhadap kelompoknya.
Adapun Ahlus Sunnah yang sejati tidak
sibuk dengan label dan pengakuan, serta benci dengan semangat
kekelompokkan. Sebagaimana perkataan Ibnu Qoyyim Al Jauziyah tentang
Ahlus Sunnah: ”Sesuatu yang tidak mempunyai nama kecuali Ahlus Sunnah”
(Lihat Madarijus Salikin III/174). Bahkan seorang Ahlus Sunnah
menyibukkan diri dengan menerapkan sunnah dalam setiap aspek
kehidupannya. Dan tidak ada gunanya seseorang mengaku-ngaku Ahlus
Sunnah, sementara ia sibuk dengan melakukan bid’ah dan hal-hal yang
bertentangan dengan sunnah. Allah Ta’ala berfirman yang artinya ”Sesungguhnya
Rabb-mu lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia
juga lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk” [An Najm: 30].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar